Seokjin memang tak bisa menghubungi nomor itu lagi setelahnya. Setiap panggilannya hanya berakhir nada sambung yang tak usai, membuat dirinya menyesal karena tidak dengan cepat menerima panggilan sebelumnya. Namun meski begitu hatinya yakin, bahwa yang menghubunginya adalah benar sosok Namjoon. Adiknya... yang kini sedang dalam keadaan tak baik.

Kedua kaki Seokjin mengarahkannya cepat pada pintu pertama yang terjangkau mata. Itu kamar Namjoon. Nihil. Tak ada siapapun bahkan keadaannya masih sama rapi seperti ruangan lain yang sudah ia lewati.

Pintu kedua yang dirinya buka adalah kamar Yoongi yang tepat berada didekat kamar Namjoon. Lagi-lagi hanya kekosongan yang ia dapatkan. Begitu pula dengan kamar Taehyung lalu kamarnya. Semuanya kosong.

Ragu dalam hatinya mulai menyergap semakin kencang, namun di sisi lain keyakinan itu masih tersisa begitu banyak dan berhasil mengantarkannya pada kamar Jimin dan Hoseok.

Kosong.

Lagi-lagi kosong dan rapi sama sekali tak tersentuh. Akhirnya kedua mata itu mengedar pelan dan menatap tepat pada pintu terakhir yang Seokjin belum buka.

Kamar Jungkook.

Tubuhnya berdesir halus begitu menyadari itu tempat terakhir yang harus ia periksa. Ada ragu yang semakin membesar kala sekelebat ingatan bersama sang adik justru muncul.

"Hyung! Lima menit lagiii!"

"TIDAK ADA LIMA MENIT, JUNGKOOK! Cepat buka kunci pintunya atau Sejin hyung yang langsung turun mendobrak pintu kamarmu."

"Seokjiiinnnn Hyuuungggg."

"CEPAT BANGUN! Aku akan satu mobil denganmu! Jika kau telat maka aku juga akan telat dan kita akan habis di omeli Sejin hyung!"

"Dalam hitungan kelima jika masih tak kau buka, bersiaplah kau—"

*kelk

"Hyung puas?" Mata setengah tertutup dengan rambut tak beraturan adalah penampakan pertama yang Seokjin lihat saat pintu itu terbuka. Wajahnya merengut kesal. Bahkan sang adik kini mengerucutkan bibirnya lucu.

Seokjin terkekeh kecil lalu mengacak gemas rambut Jungkook yang sudah mulai panjang itu. "Iya! Hyung sangat puas! Kau harus tahu bahwa tadi pagi Hoseok membangunkanku lebih parah dari ini."

Haa... kenangan yang lagi-lagi terdengar indah. Saat pertengkaran hanya berisi waktu berangkat, siapa yang paling telat karena terlalu lama bersiap, atau sekedar menentukan makan malam apa hari itu. Seokjin... benar-benar merindukan bagaimana Jungkook yang selalu menempel padanya dan merengek hanya untuk meminta makanan Seokjin.

Nafasnya ia ambil lebih dalam dan berat sembari menetralisir lagi debaran jantungnya. Ia meyakinkan hati bahwa ini semua demi Namjoon. Sosok itu membutuhkan Seokjin. Jadi meski berat, Seokjin tetap harus membuka pintu itu.

Pintu terbuka, udara tiba-tiba saja terasa begitu berat ketika pemandangan yang pertama kali netranya tangkap adalah tubuh Namjoon yang terkulai lemas pada lantai di dekat kasur Jungkook.

Seokjin berlari cepat dan menyambar tubuh Namjoon tergesa. Ia menempatkan kepala sang adik pada dudukan pahanya. Wajahnya begitu pucat. Cekungan yang begitu kelam tercetak jelas di bawah matanya. Seokjin ... Seokjin bahkan hampir saja tak percaya bahwa sosok yang kini ada di pangkuannya adalah Namjoon.

Pipinya begitu tirus dan... matanya terpejam begitu erat.

"Namjoon! Namjoon-ah! Bangun! Ini, hyung! Namjoon-ah!" Tepukan pelan Seokjin berikan pada pipi sang adik, berusaha sekuat tenaga membuat kedua kelopak itu terbuka. Dirinya juga bahkan dengan kencang mengguncang tubuh Namjoon.

기억 MEMORY || BTSWhere stories live. Discover now