Menipunya dengan mengatakan mereka semua baik-baik saja saat jelas luka menganga tergambar jelas walau hanya lewat sorot mata. Hoseok paham, terlebih setelah melihat dengan mata kepala sendiri tangis Jimin dan Taehyung dihadapannya, dirinya tahu bahwa dalam kisah ini tak ada satupun diantara mereka yang luput dari luka.

Semuanya... mereka... menyimpan dan memendam lukanya masing-masing.

"Hyung, menurutmu Seokjin hyung dan Yoongi hyung akan baik-baik saja?" Jimin berujar pelan ketika netranya mendapati langit telah mulai berubah gelap. Seokjin sudah pergi untuk menemui Yoongi dari kemarin malam namun sampai saat ini masih tak ada satupun kabar dari keduanya.

Pertanda kehadirannya saja sama sekali tak terlihat. Wajar rasanya jika cemas itu mulai kembali menyergap dan mendominasi.

Hoseok menatap tepat ke arah manik sang adik. Menatapnya hangat dan kemudian menggeleng pelan tak yakin. "Seokjin hyung memang sudah berjanji, tapi ragu dan khawatir dalam hatiku juga tetap sulit aku tepis."

Sang kakak, Seokjin, mereka percaya bahwa sosok itu tak akan pernah mengingkari janjinya. Mereka juga yakin bahwa Seokjin memang satu-satunya yang bisa menjelaskan semuanya pada Yoongi. Karena hanya Kim Seokjin yang bisa meluluhkan hati kakak kedua mereka itu. Sekeras apapun Yoongi, sorot rapuh itu pasti akan selalu muncul ketika bersama Seokjin.

***

Langkahnya terburu begitu mobil yang ia kendarai telah sampai pada tujuannya. Sosok itu bahkan sama sekali tak memperdulikan apa pintu mobilnya telah terkunci atau belum, ohh dirinya juga meninggalkan kunci mobilnya begitu saja.

Wajahnya pucat pasi begitu dirinya telah sampai tepat didepan sebuah pintu berwarna abu gelap. Pintu yang sama yang bertahun-tahun lalu selalu ia lewati tapi pintu yang sama juga yang dua tahun terakhir selalu ia hindari dan bahkan... pintu yang sama yang beberapa minggu lalu mengantarkannya pada tubuh bersimbah darah sang adik.

Matanya terpejam erat. Ia juga menelan susah payah ludah yang tercekat pada kerongkongannya. Kedua tangannya bergetar. Ia takut. Sangat takut.

Orang-orang mungkin selama ini memandangnya baik-baik saja. Sosoknya masih bisa tersenyum saat ada yang menyapa, ia masih bisa bercanda di depan kamera, sosoknya juga tanpa lelah masih terus berusaha memperbaiki semua masalah yang ada. Namun sayang tak ada yang pernah tahu, bahwa memori beberapa minggu lalu telah begitu parah menghancurkan dirinya.

Bibir pucat sang adik, lengan yang terkulai lemas, sebilah pisau dan bahkan genangan darah. Kim Seokjin, ia tak akan pernah bisa melupakan hari itu sama sekali. Mimpi buruk masih selalu membayanginya. Bisikan-bisikan lirih sang adik yang menggema dalam bunga tidurnya. Seokjin... sejatinya tak pernah baik-baik saja.

Dan kini untuk kedua kalinya ia dipaksa membuka pintu yang sama dalam keadaan tak jauh berbeda. Jantungnya berdetak begitu cepat. Hatinya tak siap pada apa yang akan dia lihat nanti. Bayangan buruk itu masih begitu jelas dalam benak. Seokjin semakin takut.

Pintu terbuka dengan sendirinya ketika ia selesai menekan password yang sama sekali tak pernah berubah. Nafasnya tertahan begitu perlahan melangkahkan kakinya ke dalam sana sekali lagi.

Matanya mengedar pelan, tak ada apapun yang ia lihat berubah. Manager Sejin pasti telah membersihkan semua kekacauan malam itu dan mengembalikan semua keadaannya seperti semula. Hatinya semakin tak tenang. Firasatnya begitu saja menuntunnya kesini ketika ia selesai mendengar pesan suara yang adiknya kirim.

Jika dipikir menggunakan logika, rasanya begitu mustahil jika ia bisa menemui Namjoon disini. Sosok adiknya itu telah memutuskan pergi dari negara ini dan tak pernah kembali sekalipun meski untuk mengunjungi keluarganya atau menjenguk Hoseok dulu.

기억 MEMORY || BTSWhere stories live. Discover now