Ya. Min Yoongi memang sudah gila.

"Ada apa? Kau menahan amarahmu? Aku tahu kau ingin membunuhku yang telah membuat adik kesayanganmu itu mengakhiri hidupnya bukan?"

Kartu AS nya untuk memancing kembali amarah Seokjin? Mungkin. Karena terbukti pernyataan Yoongi barusan berhasil membuat sang kakak membulatkan matanya terkejut.

"Apa? A—apa kau bilang?"

Yoongi tersenyum miring, "Aku yang membuat adik kesayanganmu itu— ohh dulu dia adik kesayanganmu, lalu kau membuangnya, dan sekarang kau berlagak menjadi pahlawannya lagi, ya... ya... dia... pokoknya dia."

"JANGAN BERBELIT-BELIT MIN YOONGI!" Rencana Yoongi mulai berhasil. Sang kakak kembali mengeratkan cengkramannya. "Apa yang baru saja kau katakan, sialan!"

"Aku..." Yoongi sedikit menjeda perkataannya hanya untuk menertawakan sekilas raut wajah Seokjin. "... yang membuatnya mengakhiri hidupnya."

Satu tinju kembali terlepas. Lagi, membuat sosok itu tersungkur bahkan mungkin lebih parah dari sebelumnya. Kepala Yoongi mulai terasa pening, namun sebisa mungkin ia menahannya dan mencoba untuk kembali menatap Seokjin.

Tangan Seokjin masih terkepal erat. Tidak. Kesekian kalinya dia gagal menahan amarahnya. Nafasnya memburu tak tentu. Kim Seokjin, kini bahkan tak ada lagi tatapan iba dari maniknya untuk sang adik.

"Apa yang kau lakukan?" Suaranya terdengar begitu berat. Begitu dingin. Dan entah kenapa tiba-tiba saja begitu menyakiti Yoongi. "JAWAB AKU APA YANG KAU LAKUKAN!"

Seokjin membentaknya. Ya. Yoongi bahkan sekejap tertegun menatap aura sang kakak yang begitu berbeda. Ini... padahal ini rencananya. Namun kenapa rasa sakit itu justru menjalar begitu parah di dalam dirinya?

Sekali tarikan kasar kembali membuat wajah Yoongi tepat berhadapan dengan amarah sang kakak.

"Kau—"

Suaranya terdengar bergetar. Dan tak lama Yoongi dibuat begitu terkejut saat melihat dengan jelas butiran air keluar dari kelopak kiri manik sang kakak. Seokjin... kakaknya menangis.

"Kau—"

"Jungkook... dua tahun lalu, dia pergi tanpa pamit bukan karena egois seperti apa yang kita pikirkan selama ini."

Tangisan itu terlihat semakin jelas membasahi wajah Seokjin. Tepat didepan wajah Yoongi yang kini telak membeku setelah Seokjin menyelesaikan kalimat selanjutnya.

"Dia tidak bisa menari lagi Yoongi. Dokter memvonisnya tak bisa menari lagi, hiks. Cedera itu bukan hanya merebut mimpinya, tapi juga merenggut kita dari sisinya saat ia membutuhkan kita."

***

Matahari telah naik bersiap menduduki tahta tertingginya saat Seokjin masih mengurung dirinya sendiri di dalam mobilnya. Beberapa jam yang lalu, dirinya meninggalkan Min Yoongi begitu saja setelah mengatakan fakta yang selama ini juga menjadi penyesalan terbesarnya.

Dirinya memutuskan menghempaskan tubuh Yoongi begitu saja saat merasakan sesak begitu menyiksa batinnya. Seokjin bahkan tak bisa lagi sekedar menoleh menatap bagaimana kondisi Yoongi yang sekilas bisa dirinya rasakan terdiam membeku.

Lalu mengapa dirinya justru berdiam didalam mobil seperti itu? Menghabiskan waktunya hanya untuk menangis menenggelamkan wajahnya pada stir dihadapannya. Meremasnya erat dan bahkan sesekali membenturkan kepalanya sendiri.

Menyesal?

Ya. Tentu saja ada rasa penyesalan yang kian menggulung jiwanya. Ada rasa takut bahkan hampir membenci dirinya sendiri. Seokjin... ia semakin merasa telah gagal menjadi seorang kakak. Jangankan menjaga keenam adiknya, mempertahankan salah satunya saja Seokjin tak bisa.

기억 MEMORY || BTSWhere stories live. Discover now