"Je, maafin mas ya kalau selama ini mas belum bisa jadi kakak yang baik buat kamu. Mas juga minta maaf karena semalam gak bisa ada di pihak kamu. Tapi mas yakin, ini yang terbaik buat kamu. Kamu mungkin belum melihatnya sekarang tapi... mas akan selalu doain yang terbaik buat kamu sampai kapanpun. Kalau kamu kecewa, yaudah, nangis aja sepuasnya. Tapi ingat loh kamu punya maag. Mana kamu juga baru datang bulan kemarin kan. Jangan ngorbanin diri kamu sendiri lama-lama." Ilman selanjutnya menghembuskan napasnya pelan lantas melanjutkan, "Echan ada di bawah ya, lagi main PS. Kamu kalau perlu apa-apa turun aja atau panggil dia. Emak juga udah siapin makan siang sama susu buat kamu."

Seje yang masih setia berkelung di dalam selimut tebal berwarna creamnya sama sekali bergeming. Tak ada tanda-tanda bahwa gadis itu akan menjawab. Tapi dari dalam sana, diam-diam air matanya yang sempat mengering kini tumpah lagi. Seje menutup mulutnya sendiri agar tak mengeluarkan suara rintihan yang barang kali bisa didengar oleh Ilman.

"Yaudah, Je. Mas pergi ya."

Ada sekitar lima menit Seje masih diam di tempat menunggu Ilman benar-benar pergi dari depan pintunya. Lalu ketika tak berapa lama kemudian suara deru mobil sang kakak di bawah sana telah terdengar, buru-buru Seje keluar dari selimutnya dan mengintip dari jendela.

Benar, kakaknya itu sudah pergi bersama emak dan bapaknya.

Lantas, diam gadis itu di kusen jendela kamarnya dengan dua mata yang masih setia memproduksi air mata. Sebenarnya, Seje paling tidak tahan kalau kakaknya itu sudah bicara panjang dan lembut seperti tadi. Seje tahu persis, Mas Ilman adalah sosok yang akan selalu berada di pihaknya. Tapi situasi yang mengesalkan ini membuatnya seolah ikut berkonfrontasi dengan sang kakak. Benar-benar situasi yang mengesalkan.

Di tengah-tengah sesi merenungnya yang galau bukan main, pandangan kosong Seje yang memandang pohon mangga di pekarangan samping rumahnya, diinterupsi oleh sebuah pemandangan yang sukses membuat emosinya melambung ke ubun-ubun. Itu adalah Sean, si pemilik kamar di seberang kamarnya yang mendadak muncul dari jendela kamarnya.

Untuk sesaat, dua orang itu saling bertemu pandang.

Sampai kemudian, Seje yang lebih dulu sadar buru-buru membuang muka dan membanting jendelanya. Meninggalkan Sean yang cuma bisa menghembuskan napas tak kalah gusar seraya menutup gorden jendelanya.

Dalam hati laki-laki berkaos hitam itu ngedumel.

Lo pikir lo doang yang tersiksa sama keputusan sinting itu?

Dan sebuah bantingan jendela tak kalah besar yang dilakukan Sean berikutnya cukup untuk membuat Seje tersentak di tempat. Sontak gadis itu pun menjerit seraya mengeluarkan segala macam sumpah serampah yang diikuti oleh sebuah lemparan remot AC ke jendela. Alhasil satu sisi kaca jendela kamar Seje pecah.



●●●●



●●●●

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RIVALOVA: Should I Marry My Fabulous Rival?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang