MEMORY || 19

Mula dari awal
                                        

Jimin merindukan sosok dihadapannya. Ia ingin segera memeluknya. Jimin ingin menangis dalam pelukan kakaknya. Namun menatap Yoongi yang seolah terlihat baik bahkan setelah apa yang terjadi pada Jungkook, Jimin tak bisa.

Ada tembok besar yang kini membatasinya untuk bisa bersama sang kakak. Bahkan ketika melihat sosok itu mulai mengambil satu langkah mendekat padanya Jimin justru refleks mengambil langkah mundur lain untuk menghindar.

"Hyungie... kau..." Lidah Jimin kelu. Kata-kata itu seakan tertahan pada kerongkongannya sendiri saat raut putus asa Yoongi tiba-tiba saja begitu menyiksanya.

Disisi lain Yoongi masih tersedu begitu parah. Ia putus asa ingin segera memeluk sosok Jimin dan meyakinkan hatinya bahwa apa yang ia lihat memang bukan imajinasi atau mimpinya. "Jimin-ah... kau mengingatku?"

"Jimin—"

"BERHENTI!"

Yoongi baru saja kembali berusaha menggapai sosoknya namun bentakan Jimin lebih dulu terdengar. Jimin memejam. Keduanya sama-sama menangis namun jejak mata Jimin kini berubah dingin saat kedua manik itu kembali terbuka.

Ia menatap tajam Yoongi dengan tatapan sarat akan rasa perih.

"Kenapa kau seperti ini hyung?"

Yoongi mengernyit bingung. "Seperti apa maksudmu?"

Sial. Amarah Jimin tiba-tiba saja memuncak menatap Yoongi yang masih seperti ini. Hatinya sakit. Sosok dihadapannya bukan lagi kakaknya yang dulu. "Kabarmu... kegiatanmu... aku salut kau masih bisa menjalaninya dengan baik."

Kerutan pada dahi Yoongi terlihat semakin jelas. Ia semakin bingung. Sebenarnya apa yang ingin Jimin katakan? Bahkan di pertemuan pertama mereka setelah dua tahun? Setelah sosok itu kehilangan ingatannya?

"Jungkook."

Hanya dengan satu nama yang lolos dari belah bibir Jimin aura Yoongi telak berubah saat itu juga. Tak ada tangis yang tadi ia keluarkan. Auara dingin yang sebelumnya hanya ada pada Jimin kini justru terasa lebih kuat dari presensi pemuda Min itu.

Dan bodohnya setelah hening yang begitu menyiksa ia justru baru menyadari ada setitik emosi dalam pancaran wajah sang adik. Min Yoongi yang bodoh ini baru menyadari ada aura dingin penuh amarah dalam sorot mata Park Jimin.

"Ah... jadi ini karena dia?" Yoongi memalingkan wajahnya sekilas. Ia menunduk menatap lantai. "Kau... bahkan menolakku di pertemuan pertama kita karena dia?"

Perlahan Yoongi menaikkan lagi kepalanya. Menatap tepat pada kedua netra Jimin yang juga masih setia menatapnya dalam. "Kudengar dia berusaha mengakhiri hidupnya lagi?"

Kepalan tangan Jimin mengerat mendengar kalimat itu meluncur begitu mudah dari sosok dihadapannya. Amarahnya memuncak. Rasa sakit dalam dadanya seakan lagi-lagi terus mendapatkan tusukan baru. Kakaknya... Min Yoongi... ada apa sebenarnya...

Sosok pria Min itu justru tertawa sinis menatap emosi Jimin yang memuncak di hadapannya. Dia... berusaha menyembunyikan rasa sakitnya tanpa sang adik tahu. Kehadirannya yang sudah lama Yoongi harapkan kini justru menambah luka dalam diri Min Yoongi. Persetan. Semua yang Yoongi lakukan selama ini ternyata sia-sia. Usahanya mempertahankan kewarasannya hanya percuma.

Sosok yang ia perjuangkan bahkan kini telah sempurna menjadikannya pemeran antagonis dalam cerita ini. Lalu kenapa dia harus mempertahankan hati nuraninya lagi jika sudah begitu?

"Percobaan yang bagus untuk menjadi pahlawan, Jim."

Jimin mengernyit. Tiba-tiba saja dia sama sekali tak bisa memahami apa yang kakaknya itu maksud. Namun selang detik berlalu akhirnya Jimin menyadarinya. Saat sorot luka yang dihantarkan sosok dihadapannya menyalurkan perih pada hati Jimin. "Hyung—"

기억 MEMORY || BTSTempat di mana cerita hidup. Terokai sekarang