Keduanya masih begitu larut dalam tangis, menyisakan Seokjin yang tak kalah hebat terisak menyaksikan keduanya. Berusaha meyakinkan ini bukanlah mimpinya. Ini bukan halusinasinya. Meyakinkan bahwa sosok yang kini sedang berpelukan erat itu adalah benar adiknya. Sosok itu telah kembali. Dia mengingat semua.

Seokjin tak bisa menggambarkan bagaimana perasaan yang semakin tumpang tindih itu memporak-porandakan akal sehatnya. Hatinya lega menatap Taehyung yang kini bisa mengeluarkan seluruh emosinya. Benar-benar melepaskan seluruh perasaan yang selama ini selalu ia pendam bahkan pada Seokjin.

Hatinya senang, membuncah begitu bahagia karena mendapati Jimin kembali mengingat mereka rasanya seperti bongkahan besar hatinya yang sempat hilang kini kembali terisi sempurna. Seakan kekosongan yang selama ini menyiksanya telah mendapatkan obat atas rasa sakitnya.

Air matanya mengalir begitu saja tanpa ia tahan. Menyaksikan kedua adiknya bisa berpelukan nyata dihadapannya lagi seperti ini, hati kakak mana yang tak merasa bahagia? Rasanya begitu tenang dan damai meski kedua netra itu tak henti memproduksi cairannya. Hatinya menghangat, batinnya membuncah, Seokjin benar-benar tak bisa lagi mendeskripsikan perasaannya saat ini.

Ia membiarkan keduanya terus dalam keadaan itu untuk waktu yang cukup lama. Meski diri sendiri menjerit ingin ikut memeluk lagi sosok pemuda Park itu, namun Seokjin tahu bahwa saat ini yang lebih membutuhkan pelukan sosok itu adalah Taehyung. Seokjin jelas tahu bahwa Park Jimin memanglah satu-satunya obat bagi semua kesakitan Kim Taehyung selama ini. Sehingga membiarkan keduanya terus larut mendalami perasaan masing-masing adalah benar jalan yang terbaik bagi Seokjin.

***

Matahari telah naik cukup tinggi menuju takhtanya saat akhirnya air mata ketiganya bisa kembali terbendung. Suasana hening melingkupi ketiganya cukup lama. Terlarut dalam masing-masing hutan pemikiran tanpa ujung saat akhirnya mereka tertampar kenyataan akan apa alasan mereka bisa berada di rumah sakit ini.

Taehyung telah jatuh tertidur pada bahu Jimin setelah cukup lama menangis tadi. Tangannya masih tak terlepas menggenggam erat Jimin meski deru nafas itu terdengar teratur menandakan dirinya yang telah benar terlelap pulas. Seokjin menatap lega ke arahnya. Akhirnya, sosok itu tak perlu dipaksa tidur dengan obat lagi. Akhirnya, ia bisa tidur selelap itu lagi.

"Hyung..." Suara serak Jimin terdengar begitu pelan saat memanggilnya. Tubuh Seokjin kembali meremang mendengar suara itu bisa memanggilnya lagi. Ia mengalihkan tatapannya menatap tepat netra Jimin yang terlihat begitu sembab di sampingnya. Tepat di sampingnya.

"... aku... tau ini mungkin saat yang tidak tepat. Tapi aku tak bisa menyingkirkan pemikiran ini begitu saja. Ada banyak sekali yang ingin aku tanyakan, hyung. Tapi.. tapi.. untuk saat ini tolong jawab pertanyaanku yang ini saja." Jimin menatap sendu ke arah kedua netra Seokjin.

Ia bisa melihat dengan jelas ada raut tegang pada wajah damai yang biasanya sang hyung tunjukan. Ia ragu namun ia tetap perlu jawaban. Mereka berdua bisa menangis begitu hebat di rumah sakit pada waktu sedini tadi bahkan dengan penampilan Taehyung yang masih begitu berantakan.

"Apa... yang tadi itu... orang yang kalian tunggu itu... Jungkook?"

Seokjin telak terdiam. Tak sedikitpun bisa berkata saat menatap netra itu menatapnya sakit. Tidak saat ini. Seokjin mohon. Dirinya masih belum siap menjelaskan semua. Tapi Jimin jelas membutuh kan jawaban. Apa ia harus mengisahkan semuanya? Menceritakan mereka yang meninggalkan Jungkook begitu saja? Atau bahkan memberitahukan bahwa ini bukan pertama kalinya mereka hampir kehilangan Jungkook?

"Jim—"

"Keluarga pasien Jeon Jungkook!" Suara seorang suster memotong pembicaraan keduanya. Seokjin tersentak dan segera menghampiri sosok berbaju lengkap operasi itu. Sedangkan Jimin tertegun lemas di tempatnya. Seakan nyawanya tercabut begitu saja karena ia tak bisa merasakan persendiannya sendiri.

Jadi yang ia lihat benar Jungkook. Sosok yang terkulai lemas dengan begitu banyak bercak darah pada tubuhnya tadi adalah Jungkook. Adik kecilnya? Ada apa dengan Jungkook? Kenapa ia begitu erat menutup matanya? Ada apa dengannya? Apa Jimin telah melewatkan begitu banyak?

Hatinya sesak. Tangis itu begitu saja mulai kembali menggenangi pelupuknya. Apa ini salahnya?

***

"Apa anda keluarga pasien tuan?"

Itu hanya pertanyaan biasa yang selalu ditanyakan seorang perawat untuk memastikan identitas. Namun kali ini pertanyaan itu justru berhasil membuat Seokjin kesulitan menelan ludahnya. Ia tergagap dengan keringat dingin yang entah kenapa tiba-tiba muncul. Apa... Apa dirinya masih keluarga Jungkook?

"Tuan?"

"A—aku... Suster.. A—akuu.. Aku—"

"Dia kakaknya, suster." Satu suara lain terdengar memotong Seokjin. Dari belakangnya tepat terlihat manager Sejin yang sedang melangkah mendekati mereka. Matanya berkaca-kaca. Seokjin tak tahu apa artinya tapi kini rasanya ada satu hantaman keras pada hatinya saat Sejin masih mengatakan bahwa dirinya adalah kakak Jungkook.

Kakak.

Kakak macam apa dirinya sebenarnya?

"Tuan, mari ikuti saya. Ada hal yang harus dokter bicarakan."

Ragu Seokjin akhirnya tetap mengikuti langkah sang suster. Ia sekali lagi menoleh kearah manager Sejin dan mendapati sosoknya yang tersenyum menangguk. Seakan menegaskan bahwa dirinya bisa menemui sang dokter. Dirinya... tetaplah kakak Jungkook. Benarkah?

📖To Be Continued📖

Berniat update kemarin tapi baru berhasil ngedit draft jam segini wkwk

Yeorobun.. Maafkan jika ceritanya semakin tidak tentu arah 🥺☹️

Terlalu banyak emosi yang pengen Jii tuangin disini sampe akhirnya malah jadi tumpang tindih ☹️
Jikalau ada yang ingin ditanyakan silahkan mengetuk kolom comments setelah bintang bersinar 🥺

Btw beneran loh, Jii pengen bilang ini bukan cerita sedihh hiks

Seperti biasanya dan selalu akan selamanya
Jii sayang kalian
Terima kasih sudah membaca

Selamat menjalani minggu yang luar biasa ini 💜

CINTA UNGU
PURPLE YOU

💜💜💜

-Jiraa-

-Jiraa-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
기억 MEMORY || BTSWhere stories live. Discover now