Sosoknya dengan cepat segera meraih kembali kunci mobil di meja dihadapannya. Tanpa memperdulikan seberapa dingin cuaca dini hari seperti ini ia keluar begitu saja hanya dengan kaus tipis yang bahkan belum ia ganti sama sekali semenjak tiba di apartemennya semalam. Pikirannya semakin terpecah belah sekarang. Tangisan Taehyung, Jungkook, dan.. darah?
Otaknya bahkan tak bisa ia paksakan untuk mencerna berbagai kemungkinan yang terlintas di benaknya. Meski tanpa ia sadari kepanikan itu justru mendorong kuat kedua netranya meloloskan air mata.
"Jungkook-ah... Hyung mohon setidaknya bertahanlah untuk sekali saja menampar kakak-kakak bodohmu ini."
***
Harga ponsel puluhan juta? Taehyung sudah tak memperdulikannya lagi. Ia masih memiliki jumlah fantastis dalam rekeningnya. Tapi sayang, jumlah itu tak akan pernah bisa menggantikan harga jika ia kehilangan sosok yang kini ada dalam dekapannya. Bahkan penyesalan seumur hidup pun rasanya masih sangat kurang untuknya mengganti semuanya. Atau bisakah ia menukarkan saja nyawanya?
"Kook-ah... Hyung mohon jangan bercanda seperti ini. Bangun, eoh!" Sosoknya masih terus menangis. Tubuhnya bergetar hebat terlebih kedua tangannya yang mendekap erat sosok berlumuran darah. Iya. Darah.
Taehyung tak pernah menyangka, perasaan yang mengganggunya seharian ini ternyata pertanda bahwa ia akan mengalami hal segila ini. Ia bahkan tak pernah menyangka akan menatap genangan darah sebanyak ini terlebih darah ini adalah milik seseorang yang sangat ia kenal dengan baik. Seseorang yang sangat Taehyung mohonkan maafnya.
"Kau marah pada hyung? Kau ingin menghukumku? Lebih baik kau bangun saja aku mohon kau boleh membunuhku, Jungkook-ah. Kumohon bangun." Tangisannya semakin terdengar pilu saat menyadari sosok itu tak sedikitpun menunjukan pergerakan. Jungkook dalam dekapannya, bahkan Taehyung tak berani sedikitpun untuk memastikan apakah deru nafas itu masih berhembus. Ia terlalu takut akan fakta menyakitkan yang kini berkeliaran bebas dalam benaknya.
Tidak. Jungkooknya masih hidup. Tubuhnya masih hangat. Taehyung yakin itu. Oh Tuhan... izinkan dirinya untuk mendapatkan maaf dari sosok adiknya ini.
***
Kepalanya terkulai lemas pada bahu sosok disampingnya. Tangisannya sudah bisa ia kontrol tapi tidak dengan air matanya. Isakannya mungkin telah mereda tapi matanya seakan masih tak lelah untuk terus memproduksi cairan bening itu. Dirinya bahkan tak sedikit pun melepaskan genggaman kedua tangannya. Berdoa pada siapapun yang mendengarnya hanya demi bisa melihat sosok itu lagi. Setidaknya satu senyuman saja, Taehyung mohon.
"Semuanya akan baik-baik saja, Tae." Suara lembut Seokjin mengalun pelan menyapa indranya. Meski sebaik mungkin sosok kakaknya itu menetralkan suaranya, tapi Taehyung masih bisa merasakan dengan jelas serak rendah sang kakak.
Ia ingin menjawab 'iya'. Tapi sayang untuk sebuah anggukan pun Taehyung tak sanggup. Otaknya masih terpecah belah mengingat apa yang terjadi di depan matanya sendiri beberapa jam yang lalu. Hingga akhirnya hanya hening yang bisa menjadi jawabannya. Ia sudah lelah menangis, tubuhnya bahkan telah sejak lama berteriak meminta istirahat, tapi sayang batinnya menolak. Ia hanya berpikir jika ia menutup matanya maka ia akan kehilangan satu sosok lain dalam hidupnya.
Sosok yang sejatinya begitu berharga namun sayangnya terlambat Taehyung sadari. Sekali lagi ingatannya terlempar. Andaikan ia menuruti egonya dan berbalik malam itu untuk kembali pulang, apa ia benar-benar hanya akan mendapatkan kabar duka dari sosoknya saja? Andaikan ia tidak memaksakan melawan dingin pintu yang ia genggam saat itu, apakah adiknya benar-benar tak akan ditemukan dengan keadaan masih bernafas?
Sedang disisi lain, kegusaran yang tak kalah parah juga melanda Seokjin. Hatinya berdetak terlampau cepat hingga dirinya berkali-kali menarik nafasnya dalam berusaha mengontrol debarannya. Tangan yang sedari tadi ia sembunyikan dalam mantelnya pun sejatinya tengah bergetar hebat. Ia ingin menggenggam kepalan tangan sosok Taehyung disampingnya yang terlihat telah begitu memerah karena terlalu kuat ia remas.
Tapi dirinya tak bisa. Tidak jika tangannya masih bergetar sehebat itu. Hatinya benar-benar berdenyut nyeri tatkala ia sampai di dorm dan mendapati sosok dua adiknya yang berangkulan dengan salah satunya sudah tak sadarkan diri. Seokjin masih bisa mendengar dengan jelas pecahnya tangisan Taehyung saat mendapatinya telah datang bersamaan dengan ambulance yang ia telpon.
Seokjin mengerjapkan matanya cepat saat dirasa air itu sudah bersiap untuk tumpah kembali. Ia tidak boleh menangis saat ini. Netranya bergulir kembali menatap Taehyung, ingin memastikan bahwa sosoknya sudah lebih baik. Meski Seokjin sendiri sudah bisa mengetahui bahwa keduanya tak akan pernah menemui kata baik itu selama lampu merah di atas tulisan 'operate room' itu masih menyala.
Hatinya kembali berdenyut nyeri saat melihat bercak darah yang jelas masih melekat pada pakaian Taehyung. Bahkan pada kedua tangannya, berkas merah itu masih terlihat meski Seokjin sudah memaksanya untuk mencuci tangannya tadi.
Tak lama Seokjin dapat dengan jelas menatap kedua tangan itu mulai kembali bergetar hebat, refleks ia segera mengeluarkan tangannya dan balik menggenggam lebih erat kedua tangan itu. Memaksa getaran tangannya berhenti dan berharap getaran tangan sang adik juga turut terhenti.
Pandangan Taehyung naik saat mendapati hangat genggaman Seokjin. Kedua pasang mata sembab itu bertatapan cukup lama sebelum akhirnya senyum kecil Seokjin berhasil memutus kontak keduanya. Taehyung kembali menundukan kepalanya saat dirasa cairan bening itu kembali membasahi kelopak matanya.
Bayangan itu masih begitu jelas. Rasa sesak yang menyergapnya saat menemukan sosok itu dikelilingi genangan darah pun masih sangat segar dalam benak nya. Ohh, Tuhan, Taehyung berani bersumpah tak ada lagi hal paling menghancurkan dirinya daripada melihat langsung darah milik adiknya yang menggenang begitu banyak.
Bahkan jika saja ia membandingkan sakitnya dengan kehilangan sosok sahabatnya dua tahun lalu. Sosok yang begitu... tunggu...
Mata Taehyung bergulir cepat meneliti setiap inci sosok yang kini berdiri di depannya sesaat mendengar gumaman lirih Seokjin disampingnya.
"Park Jimin."
TBC
Jja Jjan Niat awalnya mau update tanggal sebelas kemarin waktu Jii ulang tahun tapinya gagal karena beberapa hari kemarin kerjaannya tidurr terus buat bales dendam dari awal tahun tidur pasti jam 1 atau bahkan subuh baru tidur 🙂
Please maafkan Jii untuk kali ini. Dan kedepannya karena hutangnya Jii untuk PDF 'Being Together' sudah selesai, fokus akan ke cerita ini sama 'Jamais Vu'
Mohon sabar menunggu lagi yah hiks secepatnya akan Jii usahakan biar bisa update teraturr
Kalian tau Jii sayang Jungkook kan ehh sayang kalian maksudnya
Cinta Unguuu buat semuaaa
💜💜💜💜
Big LuV
-mrs. Jeon-
-- Jiraa --
DU LIEST GERADE
기억 MEMORY || BTS
FanfictionSemua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok' Permulaanku yang berharga An ordinary story between their friendship and memory Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56 ...
MEMORY || 9
Beginne am Anfang
