Bab 01: Pelarian

897 16 0
                                    

Sepotong tembaga penindih kertas yang mengkilat terletak di atas meja. Di bawahnya tertindih 12 helai kartu putih. Di sekeliling meja yang berbentuk antik itu berduduk tujuh orang. Tujuh tokoh yang namanya mengguncangkan dunia Kangouw.

Mereka adalah Koh-siong Kisu, Bok-tojin, Koh-kua Hwesio, Tong-jisiansing, Siau-siang-kiam-khek, Sukong Ti-seng, dan Hoa Ban-lau,

Pribadi ketujuh orang ini sangat aneh. Asal-usul mereka juga berbeda. Ada Hwesio, ada Tosu, pertapa dan bandit yang selalu bekerja sendiran, ada jago pengawal istana, ada anak murid perguruan ternama yang suka berkelana, juga ada pendekar angkatan tua yang suka menggerayangi saku orang.

Mereka berkumpul di sini lantaran mereka ada satu persamaan. Yaitu mereka adalah sahabat Liok Siau-hong.

Malahan sekarang mereka juga mempunyai satu persamaan lagi, yaitu sikap mereka sangat khidmat, perasaan tertekan. Lebih-lebih Bok-tojin. Setiap orang sama memandangnya dan menunggunya bicara.

Bok-tojin yang mengumpulkan keenam orang lain itu, hal ini tidaklah mudah, dengan sendirinya karena ada alasan yang sangat penting.

Di atas meja ada arak, tapi tidak ada yang mengangkat cawan. Juga ada santapan, namun juga tidak ada orang menjamahnya.

Angin meniup sejuk membawa bau harum bunga. Dalam musim yang cerah ini mestinya waktu perasaan orang lagi riang gembira. Mereka juga orang yang berkepandaian tinggi dan berpengalaman, mengapa pikiran mereka bisa tertekan seperti sekarang?

Hoa Ban-lau adalah orang buta, dan orang buta mestinya tidak perlu nyala lampu, tapi lampu minyak di atas meja itu justru dia yang menyalakannya.

Di dunia ini memang banyak urusan begini, yang mestinya tidak perlu terjadi justru terjadi.

Bok-tojin menghela napas dan akhirnya ia bersuara, "Setiap orang pasti pernah berbuat salah. Asalkan tahu salah dan mau memperbaiki, inilah hal yang baik."

Meski dia sedapatnya mengekang perasaannya, suaranya tetap emosional, "Tapi ada sementara urusan sama sekali tidak boleh berbuat salah, sekali berbuat salah hanya ada satu jalan yang dapat ditempuh."

"Jalan kematian?" tanya Sukong Ti-seng.

Bok-tojin mengangguk, ia angkat penindih kertas, di bawahnya terletak 12 helai kartu dengan 12 nama.

"Orang-orang ini mestinya tidak perlu mati," kata Bok-tojin pula, "Sebab siapapun sangat sulit membunuh mereka. Cuma sayang, mereka telah berbuat kesalahan yang fatal."

Ia melolos empat helai kartu di antaranya, lalu menyambung, "Terutama keempat orang ini, nama mereka pasti juga pernah kalian dengar."

Keempat kartu itu memuat empat nama dengan keterangan seperlunya.

Ko Tiu.
Hiangcu seksi tiga dalam Hong-bwe-pang.
Tuduhan : Berkhianat, bersekongkol dengan musuh.
Pemburu : Sebun Jui-soat.
Akibatnya : Buron selama 12 hari, akhirnya mati dalam tambak.

Koh Hui-hun.
Ahli waris Pah-sun-kiam-khek.
Tuduhan : Membunuh anak istri sahabat, memperkosa istri kawan.
Pemburu : Sebun Jui-soat.
Akibatnya : Buron 15 hari, mati di tengah keramaian kota.

Liu Jing-jing.
Pendekar perempuan daerah Wilam, isteri Tiam-liong-kiam-khek Cia Kian.
Tuduhan : Berzinah, membunuh suami.
Pemburu : Sebun Jui-soat.
Akibatnya : Buron 19 hari, mati di gurun pasir.

Hay Ki-ko.
Berjuluk Tok-pi-sin-liong (si naga sakti tangan satu).
Tuduhan : Banyak membunuh orang tak berdosa.
Pemburu : Sebun Jui-soat.
Akibatnya : Buron 19 hari, mati tenggelam di laut.

Nama keempat orang itu dengan sendirinya pernah didengar mereka, tapi yang lebih dikenal mereka ialah Sebun Jui-soat. Si pemburu. Setiap orang tahu siapa Sebun Jui-soat. Semua tahu ilmu pedangnya nomor satu di dunia.

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Where stories live. Discover now