Bab 03: Menegakkan Keadilan

1.8K 33 1
                                    

Lorong itu gelap dan lembab, seakan tidak pernah tersentuh oleh sinar matahari. Di ujung lorong itu ada sebuah pintu yang sangat besar, gelang-gelangnya tampak mengkilap. Mereka mendorong pintu itu dan melihat Tay-kim-peng-ong.

Tay-kim-peng-ong bukan orang yang bertubuh tinggi dan berwibawa.

Dia tampak telah layu dimakan waktu, seperti seekor ayam jantan yang mulai menua diterpa angin dingin yang membawa penyakit.

Ia duduk di sebuah kursi bersandaran, selimut yang ditumpuk di kursi itu menutupi dirinya sehingga dia tampak seperti sebatang pohon cemara besar yang begitu tingginya di lereng pegunungan yang berawan.

Tapi Liok Siau-hong tidak kecewa dengan penampilannya, karena di matanya masih berkilauan aura agung yang tak dapat diuraikan dengan kata-kata.

Anjing pemburu yang bertelinga panjang dan berkaki panjang itu telah pulang dan beristirahat di dekat kakinya.

Tan-hong Kiongcu perlahan-lahan berjalan ke sisinya dan berlutut di sampingnya, seolah-olah dia sedang bercerita tentang perjalanannya.

Sepasang mata Tay-kim-peng-ong yang bersinar agung selama itu tidak pernah melepaskan Liok Siau-hong. Tiba-tiba ia berkata: "Ke marilah, anak muda."

Suaranya rendah tapi penuh dengan kekuatan, seakan apa saja yang keluar dari mulutnya harus dipatuhi. Tapi Liok Siau-hong tidak menghampirinya.

Liok Siau-hong bukan orang yang biasa menerima perintah, maka ia hanya duduk sejauh mungkin di sebuah kursi di seberang laki-laki tua itu.

Ruangan itu gelap, tapi mata Tay-kim-peng-ong seperti menyala terang ketika dia berkata: "Apakah engkau Liok Siau-hong?"

Dengan santai Liok Siau-hong menjawab: "Ya, Liok Siau-hong, bukan Siangkoan Tan-hong."

Ia menduga nama keluarga sang puteri juga Siangkoan, di zaman dulu semua orang di istana kekaisaran bermarga Siangkoan, setiap orang di istana kekaisaran membanggakan nama keluarga mereka itu.

Tay-kim-peng-ong tiba-tiba tertawa: "Liok Siau-hong benar-benar Liok Siau-hong, sepertinya kita sudah menemukan orang yang tepat!"

Ia pun melanjutkan: "Kau mencari Hoa Ban-lau?"

Liok Siau-hong mengangguk.

"Ia baik-baik saja, kau bisa segera melihatnya asal kau berjanji untuk melakukan sesuatu buatku."

"Apa itu?"

Tay-kim-peng-ong tidak menjawab.

Dia malah menatap sebuah cincin berbentuk aneh di tangannya dan wajahnya yang layu tiba-tiba bersinar ganjil. Beberapa saat kemudian dia akhirnya mulai bicara lagi dengan perlahan-lahan: "Dinasti kami adalah dinasti yang amat tua dan kuno. Jauh lebih tua daripada dinasti kalian sekarang ini."

Suaranya semakin penuh dengan kekuatan, jelas dia sangat membanggakan namanya dan keluarganya.

Liok Siau-hong tidak ingin merusak perasaan bangga orang tua itu, maka ia tidak mengucapkan apa-apa.

Tay-kim-peng-ong melanjutkan: "Walaupun negara kami telah hancur, darah yang mengalir di tubuh kami tetaplah darah bangsawan. Selama kami masih hidup, dinasti kami akan tetap ada!"

Suaranya bukan hanya penuh dengan perasaan bangga, tapi juga penuh dengan keyakinan.

Liok Siau-hong tiba-tiba merasa bahwa orang tua ini benar-benar memiliki kepribadian yang sangat mengagumkan.

Paling tidak dia bukanlah orang yang mudah menyerah. Liok Siau-hong selalu mengagumi orang seperti ini, dia mengagumi keberanian dan kepercayaan diri mereka.

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Where stories live. Discover now