Bab 09: Memaksa Orang Lain untuk Makan

683 17 0
                                    

Akhirnya Siau-hong berangkat juga. Ucapan Ting-hiang-ih memang tidak salah, dengan sendirinya ia tidak dapat menemaninya selama hidup.

Cuaca cukup cerah, sinar sang surya tetap gilang gemilang, tapi rencana Siau-hong tidak riang lagi seperti tadi.

Bila teringat kepada persoalan yang ruwet dan penukaran yang akan dihadapi sungguh ia ingin terjun ke sungai saja dan habis perkara.

Daun rontok memenuhi halaman, dilihatnya seorang anak perempuan berumur belasan berdiri sendirian di bawah pohon yang sudah kering, tangan anak perempuan itu memegang sepucuk surat, dengan pandangan sangsi dan heran ia sedang mengawasi Liok Siau-hong.

Siau-hong mendekatinya, tiba-tiba ia menegurnya dengan tertawa, "Bukankah aku yang sedang kau tunggu?"

Anak perempuan itu terkejut, jawabnya tergagap. "Apakah ... apakah engkau ini Liok Siau-hong yang beralis empat itu?"

"Betul, aku ini Liok Siau-hong. Dan kau?"

"Namaku Jiu Peng"

"Hui-thian-giok-hou yang menyuruhmu ke sini, bukan?"

Jiu Peng mengangguk.

Kembali Jiu Peng mengangguk sambil mengangsurkan sepucuk surat.

Baik sampul maupun kertas suratnya, semuanya dari bahan kertas pilihan, tulisannya juga sangat rajin. Surat itu berbunyi: Tuan Siau-hong yang terhormat. Anda pendekar besar masa kini, lelaki ajaib zaman ini, sudah lama kukagumi nama Anda, cuma sayang selama ini tidak dapat bertemu.
Ada pun istriku. Hiang-ih, jika Anda menyukainya, terpaksa kupersembahkan dia bagimu sekedar sebagai tanda kagumku kepada Anda. Semoga diterima dengan senang hati. Kelak bilamana sempat, tentu akan kusiapkan arak untuk diminum bersama dengan Anda. Mengenai biaya makan minum di sini sudah kubayar sampai akhir bulan, terlampir adalah kuitansi dari hotel yang bersangkutan, mohon diterima dengan betul. Terlampir pula surat perceraian istriku agar segala urusan menjadi beres. Mohon diterima sekalian.

Tanda tangan di bawah ternyata betul Hui-thian-giok-hou adanya.

Dengan sabar Siau-hong membaca surat ini, tiba-tiba ia merasa kesabaran sendiri sudah ada kemajuan, ternyata surat ini tidak sampai dirobeknya.

Dilihatnya si gadis Jiu Peng masih berdiri di situ dan memandangi Siau-hong dengan mata terbelalak, agaknya dia juga sangat tertarik oleh lelaki cakap yang beralis empat ini.

"Kau tunggu jawahanku?" tanya Siau-hong dengan tertawa. Jiu Peng mengangguk. Dengan sendirinya Hui-thian-giok-hou sangat ingin tahu bagaimana reaksi Siau-hong setelah membaca suratnya.

"Jika begitu pulang dan katakan kepadanya bahwa aku sangat berterima kasih atas hadiahnya, sebab itulah aku pun akan menghadiahkan sesuatu kepadanya."

"Apakah perlu kubawa pulang ke sana?" tanya Jiu Peng.

"Barang ini tak dapat kau bawa, harus diambil sendiri ke sini," kata Siau-hong.

Tiba-tiba Jiu Peng memperlihatkan rasa takut. "Namun..."

"Namun ingin kuberitahukan padamu lebih dulu," sela Siau-hong, "Hadiah apakah yang akan kuberikan padanya, supaya dapat kau berikan pertanggungan jawab kepadanya?"

Jiu Peng tampak merasa lega. tanyanya, "Hadiah apa yang akan kau berikan kepadanya"

"Bogem mentah!" jawab Siau-hong.

Jiu Peng tampak melenggong karena tidak paham apa yang dimaksudkannya, ia pun tidak berani berunya, ingin tertawa juga tidak berani.

Siau-hong tidak tertawa, ia coba menjelaskan, "Bogem mentah akan kuberikan tepat pada hidungnya.

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Where stories live. Discover now