Bab 05: Suara Nyanyian Dari Kejauhan

1.5K 31 0
                                    

Tidak ada pohon bunga bwe (sakura) yang sedang mekar di sekitar Ban-bwe-san-ceng.

Saat itu bulan empat, bunga persik dan burung kukuk memenuhi lereng gunung.

Menghadapi dunia yang penuh dengan bunga-bunga, sepertinya Hoa Ban-lau ingin tetap berada di situ selamanya. Sebuah ekspresi yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata pun muncul di wajahnya yang tenang dan damai, ekspresi yang biasanya muncul di wajah seorang gadis yang melihat kekasih cinta pertamanya berjalan menghampirinya.

Tapi Liok Siau-hong tidak bisa menunggu lagi: "Aku tidak ingin merusak suasana, tapi bila hari telah gelap maka Sebun Jui-soat tidak akan mau menerima tamu."

"Tidak juga kau?"

"Bahkan Raja Dewa juga tidak."

"Bagaimana jika dia tidak ada di sini?"

"Dia tentu berada di sini. Dalam setahun, paling banyak dia pergi keluar 4 kali, dan itu pun bila dia ingin membunuh seseorang."

"Jadi, paling banyak dia membunuh 4 orang dalam setahun?"

"Dan mereka semua memang patut dibunuh."

"Siapa yang patut dibunuh? Siapa yang memutuskan mereka pantas dibunuh?"

Hoa Ban-lau tiba-tiba menarik nafas sebelum melanjutkan: "Kau pergilah, kurasa sebaiknya aku menunggumu saja di sini."

Liok Siau-hong tidak berkata apa-apa lagi, karena dia sangat memahami sahabatnya ini.

Tidak ada orang yang pernah melihat Hoa Ban-lau marah atau murka, tapi sekali dia memutuskan sesuatu, tak ada yang bisa membujuknya lagi.

Hoa Ban-lau berpaling ke arah lereng gunung yang penuh bunga dan berkata: "Bila kau bertemu dengannya, coba caraku dulu, baru caramu."

______________________________
Tidak ada bunga di ruangan itu, tapi terasa keharuman bunga; samar-samar dan sederhana, seperti Sebun Jui-soat.

Liok Siau-hong duduk di pinggir di atas sebuah kursi lembut yang terbuat dari kayu pohon pinus, dan memandang tuan rumah. Cawan Sebun Jui-soat penuh dengan arak hijau terang. Baju putih yang ia kenakan pun berwarna terang dan lembut.

Samar-samar, gelombang demi gelombang, terdengar suara sebuah seruling, yang sepertinya dekat tapi jauh, suaranya lebih lembut dari suara angin musim semi yang terhalus sekali pun; tetapi pemain serulingnya tidak kelihatan.

Liok Siau-hong menarik nafas: "Dalam hidupmu, pernahkah kau mengalami kesulitan?"

"Tidak," Sebun Jui-soat menjawab.

"Adakah sesuatu di dunia ini yang tak bisa kau miliki?"

"Tidak ada lagi."

"Apakah engkau benar-benar puas?"

"Karena aku benar-benar tidak berharap sebanyak itu," Sebun Jui-soat menjawab dengan santai.

"Dan itulah sebabnya kau tidak pernah minta pertolongan pada orang lain?"

"Ya."

"Dan itulah sebabnya bila orang lain datang kepadamu, kau tidak pernah mau menolong mereka."

"Ya."

"Tak perduli siapa, tak perduli masalahnya apa, kau tidak akan mau membantu?"

"Apa yang ingin aku lakukan bukan berdasarkan apa yang orang lain minta padaku, ini kan hal biasa."

"Bagaimana jika seseorang membakar habis rumahmu?"

"Siapa yang akan membakar rumahku?"

"Aku."

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora