Bab 10: Kah Lok-san Dibunuh (TAMAT)

931 19 0
                                    

Dalam kegelapan lamat-lamat terlihat sesosok bayangan berduduk di depan sana. Entah kapan datangnya, juga sudah berapa lama orang berduduk di situ?

"Ada tamu, tuan rumah tidur seenaknya, kukira bukan cara demikianlah melayani seorang tamu," terdengar orang itu berkata.

"Rasanya aku tak pernah mengundang tamu siapa pun, agaknya Anda juga bukan tamuku, malahan bagaimana bentuk wajahmu belum pernah kulihat," sahut Siau-hong.

"Apa susahnya jika ingin melihat wajahku." perlahan orang itu lantas berdehem, pintu di belakangnya lantas terbuka.

Cahaya api meletik, menyalakan sebuah lampu. Seorang berbaju hitam ringkas dengan kedok kain hitam, muka lonjong kurus muncul dan kegelapan sana.

Pakaian orang itu perlente, sikapnya anggun, matanya bersinar, berwibawa. Akan tetapi tetap kelihatan menyeramkan, bahkan jauh lebih menyeramkan daripada si baju hitam yang berdiri di belakangnya.

"Ternyata boleh juga," kata Siau-hong dengan tertawa. "Boleh juga? Kau maksudkan tampangku boleh juga?" tanya orang itu.

"Wajahmu ini ternyata tidak berbeda jauh daripada dugaanku," kata Siau-hong dengan tertawa.

"Kau tahu siapa aku?" melengak juga orang itu. "Ya, Kah Lok-san, betul tidak?"

Orang itu mengembuskan napas dan berkata, "Pernah kau lihat diriku?"

Siau-hong menggeleng.

"Tapi kau kenal aku," kata pula orang itu.

Liok Siau-hong tersenyum, "Kecuali Kah Lok-san, siapa pula yang mau mencari diriku ke tempat ini di bawah cuaca sedingin ini.? Selain Kah Lok-san, siapa lagi yang mempunyai pengiring tokoh Bu-lim kelas tinggi dengan menyandang pedang antik begiMaka tergelaklah Kah Lok-san

Tertawanya juga seram menakutkan, bahkan membawa semacam gaya mengejek ucapnya, "Bagus. Liok Siau-hong memang tidak malu sebagai Liok Siau-hong, memang hebat dan punya pandangan tajam.

"Terima kasih, aku cuma kebetulan melihat, tanpa terasa lantas kusebutkan."

Mendadak Kah Lok-san berhenti tertawa, ditatapnya Siau-hong sampai lama sekali, kemudian berkata pula dengan perlahan, "Dan kau pun tahu maksud kedatanganku?"

"Lebih baik kudengarkan keteranganmu sendiri," kata Siau-hong.

"Kuminta kau pulang?" "Pulang? Pulang kemana?"

"Pulang ke duniamu yang gemilapan dengan kerumunan nona manis, ke restoran yang tersedia santapan enak dan arak, ke rumah judi dengan segala macam kemewahannya, ke tempat-tempat itulah yang pantas didatangi Liok Siau-hong."

Siau-hong menghela napas. "Ya, ucapanmu memang benar, aku pun sangat ingin pulang ke sana, cuma sayang..."

"Jangan kuatir," tukas Kah Lok-san, "kutahu akhir-akhir ini kantongmu lagi kempes, maka lebih dulu sudah kusiapkan sangu yang cukup bagimu."

Segera ia berdehem pula. Seorang hamba tua berambut putih membawa dua lelaki kekar masuk dengan menggotong peti penuh berisi emas perak yang bercahaya gemilapan menyilaukan mata.

"Darimana kau datangkan barang-barang ini masa tidak repot?" ujar Siau-hong sambil berkerut kening.

"Kutahu Ginbio memang lebih praktis daripada uang kontan," kata Kah Lok-san "Tapi betapapun tidak lebih menarik daripada emas perak yang menyolok seperti sekarang ini. Agar dapat menggelitik hati seseorang, perlu digunakan barang yang nyata."

"Betul juga" ujar Siau-hong "Dan kau mau terima tidak?" tanya Kah Lok-san.

"Harta tentu saja menarik, mengapa tak kuterima?"

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Where stories live. Discover now