Chapter 62

8.8K 507 61
                                    

HAPPY READING YEOROBUN 💞
------------

Begitu masuk ke area pondok Ana mampir dulu ke kamar Ganeth, sungguh ia penasaran dengan apa yang di bahas para santri begitu ia masuk tadi. "Ganeth." Panggil Ana sambil mengetuk pintu kamar, tak lama Ganeth muncul.

"Masuk." Ujarnya pelan, kembali masuk ke dalam kamar.

Ana masuk ke dalam, duduk di kasur kosong milik Aza. "Eh ada rame-rame di depan, mereka bahas apa sih?" Tanya Ana penasaran, ia memang bukan tipe orang yang ingin tahu urusan orang lain, apalagi terkait hal-hal yang tidak ada gunanya untuk di bicarakan.

Tapi masalahnya tadi beberapa santri sempat menyebut nama Ian dan mbak Naila, jadikan ia sedikit penasaran.

"Hah emang apa? Aku aja baru bangun tidur." Ujar Ganeth kaget, mulai ikut penasaran.

"Enggak tau lah, aku aja abis pulang ngajar."

Ganeth berdiri dengan semangat, mengambil kerudung di gantungan, memakainya cepat. "Ayok kita cari tahu." Ucapnya sambil menarik Ana keluar, membawanya ke samping ndalem yang terdapat mba Nurul.

"Mbak Nurul! Mbak!" Panggil Ganeth keras sambil berteriak, tak lupa juga ia menarik Ana agar ikut dengannya.

"Dalem Ganeth, kenapa nyari Aza? Dia lagi ngurusin pindahan sama Gus Robert." Ujar Mbak Nurul menjelaskan, padahal kan Ganeth belum mengucapkan apa-apa.

"Okeh makasih informasinya, tapi bukan itu yang mau Ganeth tanya. Eehhh sebenarnya ada apa sih mbak kok para santri heboh banget." Ujar Ganeth to the poin.

Beberapa santri yang sedari tadi diam kini terlihat dengan seksama merapat, ingin mengetahui informasi itu juga. Ana pun yang tadinya terlihat tidak tertarik kini ikut menatap Mbak Nurul lekat, menantikan jawaban.

Mbak Nurul tampak diam berfikir, kemudian menatap balik Ana, ia sedikit tidak enak menceritakannya karena ini menyangkut tentang Ian. Apalagi Ana dan Ian dulu sempat terlibat scandal.

"Udah enggak apa-apa, cerita aja." Ujarnya seakan sudah tahu ke mana arah pembicaraan ini.

Mbak Nurul tampak menarik nafas dalam-dalam. Kemudian menceritakannya.

******

Ian masuk ke ndalem lewat pintu samping, bersama dengan kang Hamdan tentunya. Jantungnya berdegup kencang, seakan memberi petunjuk bahwa hal besar menunggunya di dalam sana.

Ia masuk dengan sopan ke ndalem, dan benar saja di dalam tengah ada yang sedang so'an. Terlepas dari itu, ia mendekat ke arah Abah untuk menyalimi, kemudian duduk khusyuk di depannya. Selain dia, di ruangan itu ada Abah, dan dua orang tua yang sedang so'an, mungkin keluarga dari salah satu santri sini.

Ian memberanikan diri bertanya. "Punten bah, enten nopo nggih manggil Kulo." Tanyanya sopan. (Maaf bah ada, ada apa manggil saya.)

Abah Ibrohim tersenyum tipis. "Kamu sabar sitik dong, bentar nunggu Naila keluar dulu sama Umi." Jawab Abah masih dengan senyumannya.

Ian sungguh tidak mengerti dengan keadaan ini, kenapa ia di panggil ke ndalem? Kenapa ia harus menunggu Naila? Dan siapakah kedua orang tua di sampingnya itu?

Dalam benaknya terdapat begitu banyak pertanyaan yang muncul, dan beberapa spekulasi yang di rangkai otaknya.

Setelah beberapa lama menunggu akhirnya Naila muncul dengan Gamis warna putih dan kerudung abu-abu. Di sampingnya ada umi, yang ikut keluar. Naila tampak mendekat ke arah ibu dan bapak di sebelahnya. "Ibu Naila kangen."

Ijbar [Terbit]Where stories live. Discover now