chapter 5

14.6K 854 19
                                    

HAPPY READING YEOROBUN💞
----------

Setelah sholat subuh. Aza segera berangkat ke aula putra untuk mengkaji kitab tafsir jalalain. Sesampainya di sana terlihat area putri masih kosong, walau memang biasanya hanya 4-5 orang saja yang mengaji.

Apalagi ini hanya klasikal tambahan bagi yang mau ikut. Ngaji wajib mereka nanti jam 05:30 jadi masih ada waktu setengah jam untuk ngaji Tafsir.

Jadwal pondok ini memanglah sangat padat, setelah subuh mereka akan setoran Al-Qur'an baik yang Binnadzor maupun Bilghoib. Setelah itu sekolah, bagi yang tidak bisa mengikuti ekstrakurikuler, Pulang sekolah pukul 13:15.

Lalu pukul 14:00 berangkat diniah sampai jam 16:10, setelah itu sholat Ashar, di lanjut klasikal sore. Sholat Maghrib, lalu setoran Al Qur'an + ngaji Bandongan, sholat isya+whitir  dan Takror (mengulang kembali pelajaran) dari jam 20:30 sampai jam 22:00.

"Woiii Aza."

"Apaan sih Gus." sewot Aza di depan pintu ndalem sepuh, tepatnya samping mushola.

"Bang Altha pengin di masakin Lo katanya." Canda Alvin pada Aza.

"Nggak mungkin." Bantah Aza.

"Nggak percayaan banget." Maki Alvin pada Aza.

"Bacot Lo Vin." umpat Aza pada Alvin, untung saja area situ memang sepi.

"Mulutnya!" tegur Gus Altha di sertai jitakan di jidatnya. Entah dari mana datangnya Gus Altha.

"Bodoamat, kalian berdua sama aja." Jawab Aza sengit.

Tepat di depan komplek Aza di cegat oleh mba Diana, salah satu mbak dapur.
"Aza kok nggak pernah ambil makan pagi?"

"Males mbak, lagian Aza kalo pagi udah sedia susu kotak sama sari roti."

"Jangan keseringen yah, lagian kamu juga bayar uang makan pondok kan?"

Aza mengangguk sebagai jawaban. "Iya mbak nanti Aza ambil, sekarang mau ke kamar dulu babay."

Setibanya di kamar Ganeth dan Lala masih tidur, sedangkan Khanza dan Zayin sedang memakai seragam sekolah.

"Jamett, Lala. Bangun Lo berdua," teriaknya pada Ganeth dan Lala.

"Berisik elah, dah sana Lo sekolah." Balas Ganetht sambil menampol Aza dengan bantal.

"Kakak mau kita tungguin nggak?" tanya Khanza. Pasalnya mereka bertiga sekolah di sekolahan yang lumayan jauh dari pondok. Berbeda dengan santri yang lainya, mereka sekolah di pertigaan jalan depan.

"Nggak usah, kalian duluan aja nanti gue berangkat sendiri." Ujar Aza santai, ia berangkat sekolah menggunakan skateboard elektrik yang di belikan ayahnya dulu, jadi tidak terlalu lelah mengingat sekolahan yang jauh.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ijbar [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang