chapter33

11.6K 669 10
                                    

HAPPY READING YEOROBUN 💞
--------

"Seenggaknya kalo kamu gak mau gelar resepsi, kalian udah saling terbuka. Abah gak tega liat dia menderita terus Al"

Aza mematung di tempatnya, dadanya terasa sesak begitu mendengar Gus Altha akan segera menikah, tanganya mengepal erat, memberikan sensasi rasa sakit pada lukanya. "Dia siapa? tapi.... Apa maksud gus Altha tentang janji pada orang tuanya, apa itu ada hubungannya dengan foto waktu wisuda Gus Altha, juga sifat gus Altha yang semakin hari semakin perhatian."

Tanpa sadar air mata Aza lolos begitu saja, pikiranya benar-benar kalut. Ia berjalan cepat keluar dari ndalem. Mengelap cepat air matanya dengan lengan baju, tak ingin orang lain melihatnya dalam keadaan lemah.

Brakk
"Maaf" ucap Aza cepat tanpa melihat siapa yang di tabraknya, berdiri dan keluar.

"Aza, kamu kenapa?" Ucap Mbak Naila begitu melihat luka di tangan lentik Aza.

Aza melenggang pergi, bukan ke kamar, melainkan Mushola. Menenangkan diri dengan membaca Al Qur'an, di tengah perghibahan para santri.

Membaca beberapa surat, hingga hatinya sedikit tenang, memejamkan matanya erat-erat. Bertekad untuk menghindari Gus Altha mulai saat ini, demi kelangsungan hatinya, walaupun taruhannya ia tidak jajan.

"Tangan Lo kenapa Za?" Tanya seseorang yang duduk di sampingnya.

"Ngapain Lo! Pergi sana!" Usir Aza pada Ana. "Inget, kita itu musuh. Gak usah sok peduli Lo!" Ketus Aza sambil menatap Ana sinis.

Ana menghela nafas berat. "Gue udah tau masalah Lo, tapi gak ini juga lah Za. Mana Aza yang kuat, Aza yang bakalan nentang apa yang menurut dia salah, Lo kuat.... Dan gue paling paham akan hal itu" hibur Ana, dia meringis pelan begitu melihat luka di punggung tangan Aza.

Bukanya membaik, tangis Aza semakin lepas. Memeluk Ana erat, mengabaikan tatapan para santri lain. Baru pertama kali melihat Aza nangis di khalayak ramai.

*****

Dua hari sudah berlalu, namun desas-desus tentang dirinya yang di DO belum juga mereda, bahkan semakin panas karena ini hari penentuan. Selama dua hari belakangan, ia juga menghindari Gus Altha.

Para sahabatnya juga sudah tau, dan mereka berusaha menghibur Aza.

Jam sudah menunjukkan pukul 07:55 Aza masih saja kelimpungan mencari di mana skateboardnya. "Di mana coba, kemaren juga masih ada" sungut Aza kesal.

Lala dan Ganeth hanya diam, menjadi penonton. Khanza dan Zayin sudah berangkat sejak 15 menit yang lalu. Aza memutuskan untuk mencari di komplek, siapa tau ada yang iseng buat minjem tapi enggak bilang.

Di sisi lain. "Bang nanti kamu anterin si kembar sekolah!" Suruh Umi pada Altha yang tengah muroja'ah kitab bersama Alvin di ruang tengah.

Altha mengangguk. "Siap Umi!" Ucapnya semangat.

Alvin menutup kitabnya, menatap Altha heran. Begitu juga sang Umi yang ikut-ikutan menatap heran putranya. "Tumben banget"

"ABANG, KITA UDAH BERHASIL AMBIL SKATEBOARD KAK AZAB PASTI BENTAR LAGI KESINI" teriak si kembar bersamaan, menunjukkan skateboard Aza.

"Siip, nanti Abang tambahin uang jajan kalian" ucap Altha mengusap rambut kedua adiknya senang.

"Pantes semangat" ucap Umi lalu beranjak pergi ke dapur, menyiapkan bekal si kembar.

"Hi-ilih, ngapain coba segala ghosob skateboard" cibir Alvin bertanya.

Altha mendengkus malas. "Kalo gak kayak gini, mana mau Aza nemuin gue. Padahal gue kagak ada masalah sama dia deh."

Ijbar [Terbit]Where stories live. Discover now