chapter 8

13.4K 713 2
                                    


HAPPY READING YEOROBUN💞
-------------

Aza menggerang frustasi mengingat sekarang hari Jum'at. Padahal beberapa hari ini ia berusaha menghindari Gus Altha, bahkan jika di suruh ke ndalem oleh umi atau mba Naila, Aza hanya sampai pintu dapur.

"Udah Za, lupain aja," celetuk Lala tanpa beban.

"Lo nggak tau gimana malunya gue La." Beber Aza resah, bahkan untuk mengingatnya pun ia enggan.

"Ya elah, masalah sempak aja masih di pikirin," Ganeth menyahuti.

"Bukan sempak kak, tapi CD." Ungkap Khanza membenarkan.

"Eh gue bukan jamet yang nggak punya rasa malu, bukan juga Khanza yang punya muka kebal, arghhh." Keluh Aza bimbang.

"Dasar Lo Azab, nggak usah bawa-bawa nama gue," maki Ganeth tak terima.

"Diem Lo jamet."

"Dah sana Lo pergi!" Usir Ganeth.

Dengan berat hati akhirnya Aza pun memutuskan untuk menemui Gus Altha di Madin. Sesampainya di gerbang pondok Aza meminta ijin kepada pengurus. "Mbak mau izin keluar," ujar Aza pada mbak penjaga gerbang.

"Mau kemana?!" tanya Mbak Nur ketus.

"Mau ke Madin, nemuin Gus Robert" jujur Aza, sengaja ia menyebut Gus Robert karena memang di area pondok jarang yang memanggil dengan sebutan Gus Altha. Pun ia sangat malas jika berurusan dengan pengurus. Apalagi yang sok berkuasa.

"Nggak usah lama-lama."

"Tergantung Gus Robert," ujar Aza tak kalah ketus. Ia sebenarnya malu jika harus keluar pondok sendirian, apalagi jalan menuju Madin berada tepat di depan gerbang pondok putra.

"Assalamu'alaikum" salam Aza di depan pintu kantor Madin.

"Wa'alaikum salam, masuk." Terdengar seperti suara Gus Altha.

Dan benar saja, di dalam sana hanya ada Gus Altha seorang diri. "Ya Alloh, kenapa hamba harus berurusan dengan Gus Altha di saat keadaan seperti ini" gumam Aza tanpa sadar.

Altha melirik Aza sekilas, melihat Aza dengan mulut komat-kamit serta wajah memerah. "Kamu mau sampai kapan ngehindar dari saya?"

"Saya nggak ngehindar kok," bela Aza sambil menetralkan mukanya.

"Oh, ya sudah. Untuk masalah waktu itu udah saya lupain kok, saya juga ngg-"

Aza mengepalkan tangannya erat. "Please Gus stop!" Dengan cepat Aza memotong ucapan Altha.

"Loh kenapa, saya belum selesai bicar-"

"Gus ihh" sela Aza sambil menutup telinganya yang terbalut jilbab segi empatnya.

Altha terkekeh pelan melihat muka Aza yang memerah,  apalagi dengan kedua tangannya yang menutup telinga dari luar jilbab.

Masih dengan kekehannya.
"Saya minta maaf, udah cepet kamu setoran hafalan."

"Cuma kita berdua doang Gus yang di sini." Tanya Aza penasaran. Ia memang nakal, namun ia sangat pandai mengenai kitab-kitab, bahkan hadist.

"Mungkin, emang kenapa?" Jawabnya sambil menyuruh Aza duduk di depanya.

"Padahal dulu Gus sering ngingetin kalo kita bukan muhrim, apalagi berduaan kaya gini," ujarnya mengingat dulu Gus Altha sangat cuek, dingin, dan sering memperingatinya untuk tidak berduaan dengan lawan jenis.

"Itu kan dulu, sekarang nggak lagi, saya kaya gini juga ke kamu doang kok." Ujarnya sedikit melembut, tidak sedatar tadi.

"Sikap Gus yang kaya gini, bikin Aza bingung tau."

Ijbar [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang