Don't Call Me Angel

By verradres

602K 35.6K 31.1K

Angelica Falkner adalah putri dari seorang Menteri Pertahanan Amerika Serikat yang mempunyai dua jati diri ya... More

Prologue
Chapter 1 : Miss A
Chapter 2 : Bodyguard
Chapter 3 : Party
Chapter 4 : Desire
Chapter 5 : Bet Us
Chapter 6 : Give Me A Kiss
Chapter 7 : Hello, My Hero
Chapter 8 : Midnight Memories
Chapter 9 : Don't Touch Her
Chapter 10 : I Care About You
Chapter 11 : Hi Brother
Chapter 12 : Who Is She?
Chapter 13 : The Same Man
Chapter 14 : Broken Angel
Chapter 15 : Angels Don't Cry
Chapter 16 : Bad Karma
Chapter 17 : Angel Effects
Chapter 18 : The Tragedy
Chapter 19 : Just A Game
Chapter 20 : Adore You
Chapter 21 : So Embarrassing
Chapter 22 : Protect Angel
Chapter 23 : Refrain
Chapter 24 : Oh My Angel
Chapter 25 : Dinner Problem
Chapter 26 : Sorry Not Sorry
Chapter 27 : Pervert Boyfriend
Chapter 28 : Falling
Chapter 29 : Other Side
Chapter 30 : Our Breakfast
Chapter 31 : Steal My Girl
Chapter 32 : Boxing Ring
Chapter 33 : Intimate
Chapter 34 : Bad Stage
Chapter 35 : Fashion Show
Chapter 36 : Lipstick Stain
Chapter 37 : A Shot
Chapter 38 : Miss You
Chapter 39 : Struggle
Chapter 40 : Tell A Lie
Chapter 41 : Find Out
Chapter 42 : Dating Ideas
Chapter 43 : I Love You
Chapter 44 : Secret Emotions
Chapter 45 : Call You Mom
Chapter 46 : Lonely
Chapter 47 : Disappointment
Chapter 48 : Us and Rain
Chapter 49 : The Proof
Chapter 50 : Hangover
Chapter 51 : Accidental
Chapter 52 : The Solution
Chapter 53 : Start Up
Chapter 54 : Caught
Chapter 55 : He's Scared
Chapter 56 : Irresistible
Chapter 57 : Unexpected
Chapter 59 : Important Dinner
Chapter 60 : The Ring
Chapter 61 : Envelope
Chapter 62 : In Bristol
Chapter 63 : Graduate
Chapter 64 : Restless
Chapter 65 : Not Okay
Chapter 66 : Only Human
Chapter 67 : Complicated
Chapter 68 : Stay With Me
SWEET OF BLACKNESS
Chapter 69 : The Future
Chapter 70 : My Everything (END)
Epilogue
BOOK II (SEQUEL)

Chapter 58 : The Sooner

5.2K 374 733
By verradres

"Apa yang terjadi pada calon menantuku, Dokter?" Tanya Haida, mendahului Axel yang juga ikut bangkit setelah Dokter keluar dari kamar, usai memeriksa Angel yang pingsan saat tiba di apartemen.

"Imunitas tubuh pasien menurun, itu bisa memicu demam dan juga flu. Kemungkinan lain pasien sedang mengalami stres. Bahkan ketika aku memeriksanya, tubuhnya menegang dan terus mengeluarkan keringat dingin. Tapi tidak ada yang perlu dikhawatiran, aku sudah menyuntikan obat dan ada beberapa tablet  yang harus pasien minum ketika siuman."

"Stres, Dok?" Tanya Haida, meyakinkan sekali lagi. Angel tampak selalu riang di hadapannya, hal itu berbanding terbalik dengan apa yang Dokter katakan. Aneh.

"Ya. Jangan biarkan pasien terlalu banyak berpikir. Karena pikiran erat kaitannya dengan kestabilan tubuh."

Disaat itu pula Haida menatap tajam pada Axel yang terpaku di tempat. Seolah Axel sedang menghindari tuduhan yang Haida coba layangkan padanya.

Setelah Dokter itu pamit undur diri, Axel buru-buru melangkahkan kaki memasuki kamar guna memeriksa keadaan Angel. Ditatapnya wajah pucat gadisnya, beserta bibirnya yang kering dan sedikit memutih. Telapak tangannya terulur, merasakan suhu tubuh Angel yang masih terasa hangat.

"Maafkan aku, sayang. Aku tidak bisa menjagamu dengan baik." Ucap Axel penuh dengan penyesalan. Dia mengecup punggung tangan Angel berkali-kali. "Mulai sekarang aku tidak akan membiarkanmu bersama Darrel lagi!"

"Siapa Darrel?"

Axel mendongak cepat ketika Haida muncul di balik pintu yang masih terbuka, dia melangkah lebih dekat dengan kedua tangan menyilang di depan dada. Sial. Lagi-lagi mulut Axel tidak bisa diajak bekerja sama. Dia kelepasan.

"Sebenarnya apa yang kau sembunyikan dariku?" Tatapan Hiada begitu menuntut. "Apa kau tidak cukup mempercayaiku sebagai Ibumu?"

"Mama..—"

"Aku kecewa padamu, Axel." Selanya. Dia mendorong Axel agar dapat duduk di tepi ranjang untuk bisa melihat Angel lebih dekat. Rasa sedih melihat gadis riang itu kini tidak berdaya jelas melanda Haida. Naluri keibuannya timbul saat melihat orang yang dia kasihi mengalami hal seperti ini. Angel sudah dia anggap seperti putrinya sendiri.

Haida menghusap surai lembut milik Angel. "Cepat sembuh, sayang. Mama tidak suka melihatmu seperti ini."

Axel mendesah panjang, memberanikan diri menyentuh pundak Haida yang kemudian dibalas dengan tepisan cepat. "Tidak apa-apa jika kau tidak ingin memberitahuku. Aku bisa mencari tahu sendiri."

"Ma, tolong jangan seperti ini. Angel sedang sakit, aku sangat bing..—"

"Dan aku tahu jika kau adalah penyebabnya!" Lagi-lagi Haida menyela, tidak membiarkan Axel membela diri sedikit pun. "Jika terjadi sesuatu pada Angel, aku tidak akan memaafkanmu lagi. Jangan sampai kau mengulangi kesalahanmu untuk yang kedua kali. Sudah cukup aku kehilangan Cassandra akibat perbuatanmu."

Setelah memberi peringatan, Haida langsung bangkit dan melangkah keluar dari kamar. Seorang Axel Addison bukan pria lemah tapi kalimat yang baru saja keluar dari bibir Haida mampu membuatnya terpukul, air matanya menggenang di sudut mata. Terlalu gengsi untuk menjatuhkannya walau dia tahu tidak ada yang melihatnya kini.

"Apa yang sudah aku perbuat?" Dia menjatuhkan diri, berlutut di sisi ranjang sambil menggenggam erat tangan Angel. Dan disanalah Axel tidak bisa menahan air matanya lagi. "Cukup Mama yang marah padaku, kau jangan, Angel. Aku mohon maafkan aku."

***

Pemandangan yang Angel dapati ketika dia baru saja membuka mata adalah Axel yang tertidur di atas tangannya. Dia tidak bisa langsung mengingat apa yang menimpanya, dia masih mengumpulan kesadaran. Hingga dia tahu dimana dia sedang tertidur. Apartemen milik Axel.

Dengan hati-hati, Angel menarik tangannya tanpa berniat mengganggu tidur lelap Axel. Dia pikir Axel menjaganya semalaman dan mungkin saja dia ketiduran dalam posisi yang tidak nyaman itu, alih-alih tidur bersama Angel di atas ranjang.

Axel memang selalu membuat Angel yakin namun terkadang pria itu juga bisa menghancurkan keyakinannya.

Angel turun dari atas ranjang, sangat menjaga pergerakannya agar Axel tidak sedikit pun terusik. Dia melangkah keluar, melihat Haida yang sedang duduk di meja makan sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. Kening Angel mengerut, ini bahkan masih pukul lima pagi. Apa yang dilakukan Haida?

"Mama."

"Angel." Haida langsung menurunkan tangannya sehingga Angel bisa melihat raut kusut di balik wajah cantik wanita ini. Dia melangkah menuju Angel sambil merangkul pundaknya. "Bagaimana keadaanmu? Mengapa kau bangun dari tempat tidur? Apa ada yang kau butuhkan?"

"Aku hanya sedikit haus."

"Kalau begitu duduklah, aku akan ambilkan air putih."

Angel mengangguk dan mendudukan diri. Tak lama kemudian Haida datang, membawa segelas air putih hangat untuk Angel minum. Lantas, ditengaknya dengan cepat.

"Terimakasih, Ma." Kata Angel namun Haida tidak menjawab. Tidak sulit untuk Angel menebak jika saat ini Haida sedang memikirkan sesuatu. "Ada apa? Kau tidak seperti biasanya."

"Tidak ada apa-apa. Lebih baik kau kembali ke kamar dan beristirahat, aku akan..—"

"Mama, ada apa?"

Haida diam dalam beberapa saat, dia menatap Angel dengan mata sendu. Kesedihan itu terbaca jelas oleh Angel sehingga dia yakin ada sesuatu yang tidak beres. Tiba-tiba Haida memeluknya erat. Angel cukup terkejut namun dia berusaha untuk mengimbanginya.

"Aku menyasali ucapanku semalam. Aku memikirkannya sehingga sulit tidur. Tidak seharusnya aku mengungkit hal yang membuat Axel kembali terluka. Aku merasa bersalah, Angel." Ujarnya, terisak di bahu Angel. "Dia pasti membenciku seperti dia membenci Tristan."

Tidak tahu harus berbuat apa selain menenangkan Hiada dengan menghusap punggungnya. Angel tahu sudah banyak hal yang dia lewati ketika tidak sadarkan diri, dia cukup menyesali itu. Dan apa lagi sekarang, Haida dan Axel memiliki konflik? Itu tidak bisa dibiarkan!

"Aku hanya marah karena dia tidak mau berkata jujur padaku. Menganai perempuan berambut pirang yang kemarin datang kemari, tentang kau yang dalam keadaan pingsan ketika datang kemari, dan tentang seseorang yang Axel sebut namanya saat menemanimu kemarin...—Ah ya, Darrel. Itu namanya. Apa kau mengenalnya?"

Tubuh Angel mendadak tegang. Refleks dia melepaskan pelukan Haida. Tidak, semuanya tidak boleh terbongkar dengan cara seperti ini. Harus ada sesuatu yang Angel lakukan alih-alih Axel yang seharusnya berani mengambil keputusan.

"Kapan aku bisa bertemu Papa Tristan?"

"Kau belum menjawabku, Angel."

"Aku akan menjelaskan semuanya di depan Papa dan Mama. Semua masalah akan terselesaikan. Jadi kapan Papa Tristan akan datang?"

"Hari ini. Malam ini." Jawaban Haida seketika membuat ketegangan yang Angel rasakan menurun secara perlahan. Mungkin ini memang waktu yang tepat. "Mengingat kau yang sedang sakit maka akan lebih baik jika kita berbicara disini saja dan aku akan memesankan menu favorit untuk makan malam."

"Papa Tristan mungkin tidak akan nyaman jika kita berbicara disini. Aku sudah sembuh, jangan khawatir, aku bisa..—"

"Tidak, Angel!" Potongnya cepat. "Kau masih pucat dan butuh pemulihan. Mulai sekarang tolong jangan hanya perlihatkan keceriaanmu di depanku, aku juga ingin kau membagi keluh kesah. Cepat atau lambat aku akan menjadi Mamamu. Kau paham?"

Tanpa sadar Angel mengulum senyum. Tipikal senyum bahagia dan haru. Dia sangat senang bisa mendapatkan perhatian sebesar ini lagi. "Terimakasih sudah mau menyanyangiku, Ma."

***

Tersadar dari tidur lelapnya, Axel langsung panik karena tidak menemukan keberadaan Angel di atas ranjang. Bersamaan dengan itu, ponsel Angel yang sedang diisi daya berbunyi di atas nakas. Axel meraihnya dan menemukan nama Darrel disana. Dia menghela napas. Baru bangun kesabarannya sudah diuji. Sabar, Axel.

Tanpa berniat mengusik privasi Angel—walau sebenarnya dia ingin—Axel berjalan menyusuri tiap ruangan untuk mencari keberadaan gadisnya yang kemungkinan masih berada di dalam apartemen. Benar saja, aroma lezat yang tercium ketika dia membuka pintu berasal dari Angel yang sedang melakukan sesuatu di dapur.

Tanpa menimbulkan suara, Axel melangkah kemudian memeluk pinggang gadisnya dari arah belakang. Dimana hal itu membuat Angel nyaris menjatuhkan spatula ditangannya.

"Apa yang kau lakukan, Axel?" Tanyanya sedikit memprotes.

"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan disini? Kau sedang sakit, seharusnya kau berbaring di atas tempat tidur."

"Kau pikir apa yang bisa aku lakukan ketika perutku sudah meminta untuk diisi?"

Axel mendengkus, dia meraih tangan Angel untuk mengambil spatulanya kemudian menggantinya dengan ponsel milik Angel yang sudah berhenti berbunyi. "Biar aku yang lanjutkan, kau bisa duduk sembari menunggu. Dan soal ponselmu, kau mendapat panggilan masuk dari Darrel. Mungkin itu penting?"

Bersamaan dengan itu, ponsel Angel kembali berbunyi. Tanpa meminta persetujuan dari Axel, Angel melangkah keluar dari dapur untuk mengangkat telepon. Alih-alih menghentikannya, Axel malah berada di dapur, melanjutkan kegiatan Angel yang sedang memasak omelet telur. Dia hanya sedang tidak ingin ada perdebatan mengingat kondisi Angel yang masih belum pulih sepenuhnya.

Setelah matang, Axel berjalan menuju meja makan dengan sebuah piring di tangannya. Ketika dia tiba, Angel langsung menutup teleponnya dan sedikit melemparnya ke atas meja.

"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?"

"Dia bertanya aku sedang dimana dan aku tidak memberinya jawaban. Aku pikir dia datang ke puncak untuk menjemputku."

Axel mengambil ponsel Angel di atas meja lalu mematikannya. Hal itu tentu membuat Angel melayangkan tatapan protes padanya. "Kembalikan ponselku!"

"Tidak akan. Dokter bilang kau tidak boleh stres." Lantas, Axel mendorong piring omelet itu ke arah Angel. "Habiskan makananmu, minum obat dan beristirahatlah. Soal Abraham dan Darrel, aku yakin Roy dan Bryan bisa mengatasinya. Jadi tidak perlu terlalu dipikirkan. Kau mengerti?"

Angel mengangguk pasrah kemudian menusuk omeletnya menggunakan garpu dan memakannya. Beberapa kali dia bertemu tatap dengan Axel namun keduanya kembali diam. Angel bisa merasakan tatapan Axel yang berbeda, tatapan yang persis dia temukan saat melihat Haida pagi tadi.

"Apa kau mencari Mama Haida?" Tanya Angel membuat Axel mendongak cepat. Angel seolah bisa membaca pikirannya saat ini. "Dia bilang pergi sebentar, katanya ada sedikit urusan. Kalian baik-baik saja kan?"

"Tentu. Memangnya apa yang perlu dikhawatirkan?" Axel tersenyum, tapi Angel bisa membaca kebohongan dari sorot matanya. Mereka tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Setelah menghabiskan omeletnya dan meminum beberapa tablet obat, Angel hendak melangkah menuju kamar. Namun sebelum hal itu terjadi, Axel menarik keras pergelangan tangannya sehingga Angel jatuh di atas pangkuannya akibat tidak seimbang. Manik mereka kembali bertemu, menganggumi dalam diam.

"Apa kau masih marah padaku?" Tanya Axel, hati-hati.

"Aku tidak marah."

"Mengenai Kansa, aku..—" Angel hendak memberontak, ingin bangkit namun Axel menahannya dengan melingkarkan tangan lebih erat lagi. Membuat kedua hidung mereka bergesekan saat Angel menoleh ke samping. "Dengarkan aku dulu, Angel! Aku mohon."

Angel menghela napas sambil memutar bola matanya malas. "Oke. Lanjutkan!"

"Kansa datang ke apartemenku karena dia berhasil menguntitku. Saat dia ada disini, Mama juga ada. Aku membawanya pergi karena tidak ingin membiarkannya bertemu Mama lebih lama lagi. Itulah alasan mengapa aku berada satu mobil dengannya saat kau sedang menjalankan sandiwara di depan Darrel."

"Jadi Kansa sudah tahu siapa kau sebenarnya?"

Axel menggeleng. "Tidak. Yang dia tahu, aku bukan seorang yatim piatu. Dia tidak tahu aku seorang Alterio."

"Cepat atau lambat dia pasti akan mengetahui semuanya. Dan obsesinya padamu akan bertambah besar." Ujar Angel ketus, mengerahkan tenaga untuk bisa bangkit dari pangkuan Axel namun dia tetap gagal. "Aku ingin istiharat, Axel."

"Kau masih cemburu padanya?" Tanya Axel tersenyum miring, mencoba menggoda Angel.

"Tidak!" Bantahnya cepat. "Aku tahu yang kemarin kau lakukan hanya untuk melancarkan sandiwara kita di depan Darrel. Mengapa aku harus cemburu?"

"Lalu, apa ada yang ingin kau jelaskan padaku?" Axel menunduk menatap buku-buku tangannya yang semalam terluka akibat memukul batang pohon yang cukup keras.

Angel tertegun. Dengan tangannya bergetar, dia memberanikan diri meraih tangan Axel. Dia tidak bodoh untuk mengetahui apa alasan dibalik itu semua. "Apa Bryan memberitahumu soal pertunangan?"

Axel menganggukan kepala.

"Lakukan sesuatu untuk membatalkan seluruh rencana Papa dan Tisha. Aku hanya ingin denganmu, aku tidak ingin pria lain, Axel!"

Gadis itu langsung memeluk leher Axel dan menumpahkan tangisannya. Angelnya sedang terluka dan hal itu tentu saja membuatnya sangat marah. Dia mendekap Angel lebih erat, suara isakan gadis itu membuat hatinya semakin teriris, sakit. Semua ini karena ulah Abraham, pria itu bahkan tidak bisa dikatakan layak menjadi seorang Ayah. Axel tidak bisa membiarkan ini lebih lama lagi.

"Aku tidak akan tinggal diam lagi. Mama benar, kita harus segera menikah, aku akan menyetujui permintaan Mama."

Angel menarik diri sejenak. "Tristan akan datang malam ini."

Ekspresi wajah Axel kembali berubah. Sorot matanya lebih tajam dari sebelumnya ketika mendengar Angel menyebut nama itu. "Apa kau sudah mengambil langkah lebih dulu, Angel?"

"Maaf." Tangan Angel menangkup rahang Axel yang mengeras. "Aku pikir hanya itu jalan keluar kita satu-satunya."

Awalnya Angel mengira Axel akan meledak, namun nyatanya pria itu menganggukan kepala. Nampak pasrah. Sesuatu mengganggu pikirannya. Angel pikir Axel belum siap menghadapi ini terlebih lagi hubungannya bersama Tristan belum membaik.

"Apa kau pikir kita akan berhasil?"

"Tentu. Jika dia belum bisa memaafkanmu maka aku akan mengambil hatinya. Tristan tidak akan bisa menolakku, Axel. Kau tidak perlu takut. Okay?"

Axel mengulas senyum tipis, dia mempercayai Angel diatas segalanya dan dia harap jalan keluar ini akan berhasil. Dia berharap Tristan benar-benar bisa menjadi dewa penolongnya.

"Apa lagi yang kau pikirkan?"

"Tidak ada." Sahut Axel mendongak pada Angel yang tidak melepaskan sedikit pun tatapannya. Axel menghusap pipi Angel, suhu tubuh gadis itu sudah kembali normal. Tatapannya beralih pada bibir pucat Angel, dia menatapnya penuh harap. "Aku ingin menciummu. Boleh, sayang?"

Angel tidak menjawab melainkan langsung menempelkan bibirnya di atas bibir Axel. Mereka saling melumat lembut. Axel tidak agresif namun tetap manis. Perlakuannya menunjukan bahwa dia tidak ingin menyakiti Angel yang belum pulih. Dia sangat berhati-hati, membuat Angel menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar ciumannya.

TING. TONG.

Bunyi bel apartemen yang terus berulang-ulang seolah tidak dapat menghentikan candu mereka. Keduanya tetap mengabaikan hingga semakin lama orang tersebut menekannya secara tidak sabaran. Angel menyudahinya lebih dulu dengan raut kesal. Ketika Axel hendak menurunkan Angel dari pangkuannya, gadis itu bangkit berdiri lebih dulu.

"Apa mungkin Tristan datang lebih cepat?"

Angel mengangkat kedua bahunya. "Biar aku yang membukanya."

Melangkah tak sabaran, Angel langsung menarik gagas pintu untuk membukanya. Matanya membulat serta pecutan alisnya yang keras mulai timbul. Mau apa lagi Kansa datang kemari? Sial. Apa dia tidak memiliki rasa kapok sedikit pun?

Sama seperti dirinya, ekspresi wajah Kansa juga tidak jauh berbeda. Dia mengamati Angel dari atas hingga bawah secara berulang. "Aku ingin bertemu Axel. Dia ada di dalam?"

"Ada keperluan apa?"

"Aku ingin memberikan ini." Sahutnya, mengangkat sebuah kartu yang ada di tangan kanannya. Ck. Apa lagi itu?

Tanpa ingin mendengar balasan Angel, Kansa masuk dengan sedikit menubruk bahu Angel yang menghalangi pintu. Dia berhenti sejenak, kembali menoleh pada Angel. "Aku rasa sebagai mantan kekasih kau sudah tidak berhak barada disini."

Mantan kekasih katanya? Ck. Tidak tahu saja dia.

***

Axel Addison

Angelica Falkner


Hai, akhirnya bisa update lagi. Ada yang kangen kah? Aku banget😊

Fyi, mungkin book ini akan selesai disekitar part 65-an & tahun baru nanti (setelah DCMA selesai) aku bakal publish story baru dengan genre yang masih aku rahasiain. Pokoknya jangan bosen2 ikutin DCMA dan tunggu new story dari aku ya hehe

VOMMENTS yg banyak yuk guys!
thankyou - V💕💕💕💕💕

Continue Reading

You'll Also Like

359K 9.5K 48
|Warning! Jangan heran apalagi kaget kalo tiap naik bab akan nambah pula tiap katanya. Note: part pertama sedikit dan part terakhir paling banyak| ⚠C...
271K 8.3K 62
[COMPLETED] "Kamu tidak akan pernah aku lepaskan Anjani, tidak akan pernah." Gumam Daniel yang masih terdengar jelas ditelinga Anjani. "Dan.. pelan-p...
724K 46.5K 48
#1 in Boss [15 Juni 2021-...] [Boss projects 2] Gara-gara Bebek yang melintas ke tengah jalan dengan nggak nyantainya,Renata harus rela menjadi Asist...
4.1M 171K 42
Aku terlanjur mencintai nya. Mencintai pria brengsek yang sering merusak wanita. Semua yang kuinginkan dalam diri suamiku kelak ada padanya, kecuali...