Edward memperhatikan Lauren dengan lamat – lamat. Kini, wanita itu terlihat lebih segar dan lebih hidup dibandingkan beberapa hari yang lalu. Meski wanita itu masih sangat jarang membuka mulutnya untuk berbicara kepada Edward, namun Edward tak terlalu mempermasalahkan hal itu.
Edward memperhatikan Lauren yang tengah berusaha dengan keras untuk memotong daging steak yang ada di atas piringnya. Tangan wanita itu bergetar hebat ketika dirinya memegang kuat gagang pisau yang ada diggenggamannya. Edward tau, itu semua pasti karena luka wanita itu yang belum mengering
"Sini, berikan padaku..." ucap Edward pada Lauren
Wanita itu mengangkat wajahnya dan menatap Edward. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi, Edward menarik piring itu dan menukarkannya dengan piringnya, di atas piring Edward itu terdapat daging steak yang telah dipotong kecil – kecil
"Thank's" ucap Lauren lirih sembari kembali menundukkan kepalanya
Edward bisa merasakan aura keseganan yang luar biasa menguar dari dalam diri Lauren
"Apa kau masih takut padaku?" tanya Edward pelan pelan.
Diamnya Lauren akan pertanyaan Edward tersebut membuat Edward dapat menarik satu kesimpulan di dalam hatinya. Istrinya itu masih takut kepadanya.
Edward menghela nafasnya dengan kasar.
Seharusnya ia sudah bisa menebak hal semudah ini. Wanita mana di dunia ini yang tak akan trauma jika dirinya dikurung di ruangan gelap dengan kalung rantai yang menghiasi lehernya? Belum lagi, wanita tersebut memiliki riwayat penyakit mental di masa lalu
Drrrt.... Drrrt... Drrrt...
Suara getaran ponselnya menyentak Edward dari lamunanya. Pria itu menatap layar ponselnya yang saat ini sedang menampilkan nama sekretaris pribadinya sendiri.
"Halo? Ada apa?" tanya Edward saat dirinya menjawab panggilan tersebut
"Gawat tuan!" ucap sekretaris pribadi Edward tersebut dengan nada was – was yang sangat luar biasa
Edward mengernyit binggung. Entah kenapa, hati kecil Edward menyuruh pria itu untuk menjauh dari Lauren.
Tak ingin membiarkan sekretaris pribadinya itu menunggu lebih lama, Edward kemudian bangkit dari tempat duduknya dan melangkah sejauh mungkin dari Lauren.
"Ada apa? Apa yang terjadi?"
"Berita tentang perselingkuhan anda dan nona Carmen semakin menggila, tuan"
Rahang Edward langsung mengeras. Bagaimana bisa berita tak berbobot itu kembali menjadi topik hangat? Setau Edward, beberapa hari belakangan ini, berita mengenai dirinya dan Claudia tak lagi dipublikasikan. Edward kira, public sudah bosan dan lupa dengan berita itu
"Shit! Hal gila apa yang sedang kau katakan? Bukannya beberapa hari belakangan ini, media tak lagi mempublikasikan berita itu?" tanya Edward sembari mengeram marah
"Seharusnya media tak akan mempublikasikan berita itu lagi jika saja nona Carmen tidak mengunjungi dokter kandungan, tuan" jelas sekretaris pribadi Edward yang diakhiri dengan sebuah ringisan
Kedua mata Edward langsung membulat terkejut.
"Dokter kandungan?!? Apa dia gila?!? Apa yang dilakukannya disana?!?" tanya Edward terkejut
Tiba – tiba kepala pria itu seperti dihantam oleh bola besi yang sangat berat. Kepala pria itu mendadak berkunang – kunang.
"Saya tidak tau apa yang dilakukan nona Carmen disana. Namun, media sempat melihatnya dan memotretnya. Selain mengatakan nona Carmen mengandung... eumh... mereka juga mengatakan bahwa anda adalah pria yang tak bertanggung jawab karena membiarkan nona Carmen mengunjungi dokter kandungan sendirian"
Fuck!
Ada apa dengan semua media ini? Kenapa mereka sangat ingin melihat Edward hancur dengan berita perselingkuhannya? Apa mereka mengira bahwa Edward adalah public figure yang akan kehilangan semua jobnya karena berita perselingkuhan?
"Tuan apa anda baik – baik saja?" tanya sekretaris pribadi Edward
"Apa menurutmu, setelah semua ini aku akan baik – baik saja?!? Dimana otakmu itu, hah?!?" tanya Edward emosi sembari memijit – mijit pelan keningnya yang terasa berdenyut – denyut
"Maaf tuan, sebenarnya masih ada berita lagi yang ingin saya sampaikan..." ucap sekretaris pribadi Edward takut – takut
Shit! Hal gila apa lagi yang akan dikatakan oleh sekretaris pribadinya ini pada dirinya?
"Cepat katakan!" sentak Edward. Meskipun Edward tak ingin mendengar berita yang pastinya akan menambah beban pikirannya itu, namun Edward tak memiliki pilihan lain.
Mencoba menutup telinga dan matanya dari semua kejadian yang sedang terjadi saat ini, bukankah hanya akan menambah masalah saja?
"Beberapa perusahaan yang dulunya bekerja dengan perusahaan Carmen sudah mengajukan pemutusan kontrak. Jika mereka melakukan pemutusan kontrak, maka kondisi keungan perusahaan akan goyah. Menurut perkiraan ketua Divisi keuangan, dengan keadaan seperti itu, perusahaan hanya bisa bertahan selama 1 bulan" terang sekretaris priabdi
Edward menutup matanya dalam – dalam. Semua masalah ini terjadi di saat yang berdekatan dan tak terduga – duga, tentu saja hal itu membuat Edward merasa sangat stress
"Lalu... apa yang harus kulakukan?" tanya Edward pasrah
Saat ini, pria itu tak memiliki tenaga untuk mencari tau mengenai solusi dari semua masalah yang menimpanya saat ini
"Menurut saya, akan lebih baik jika kita bisa menempuh jalur hukum untuk melakukan pembersihan nama baik. Namun, tentu saja kita akan kalah. Bukti – bukti yang didapatkan oleh media serta kebungkaman nona Carmen akan memperparah semuanya" ucap sekretaris pribadi Edward hati – hati
Sial!
Jika tau akan seperti ini, seharusnya pada malam itu, Edward tak perlu repot – repot menolong Claudia. Lebih baik ia membiarkan Claudia dan sekretaris pribadinya itu terdampar di jalanan kota Livorno. Lebih baik mereka menderita satu hari daripada menyebabkan penderitaan yang tak ada habis – habisnya ini kepada Edward
"Apa sampai saat ini kau belum bisa menghubungi Claudia?"
"Ya, tuan. Sepertinya, nona Carmen menutup semua akses komunikasinya tak hanya nona Carmen saja namun, perusahaan Carmen juga menutup semua akses komunikasinya. Bahkan e-mail perusahaan Carmen tak beroperasi lagi sampai sekarang"
Apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh wanita itu? Apa ia ingin memperparah keadaan? Dengan bersikap seperti ini, wanita itu malah semakin membuat media menjadi haus dan lapar mengenai berita miringnya.
"Bagaimana dengan rumahnya? Kau sudah mengunjunginya?"
"Sudah tuan... tapi saat aku mengetuk pintunya, tak ada yang menjawab"
Rasa sakit di dalam kepala Edward semakin menggila.
"Shit! Jika seperti ini, apa lagi yang harus kita lakukan?!?"
"Sepertinya, harus anda sendiri yang mendatangi nona Carmen dan meminta nona Carmen untuk membuat klarifikasi mengenai berita miring ini, tuan. Karena disaat ini, media hanya percaya pada pihak nona Carmen"
Edward menghela nafasnya dengan berat.
Mata pria itu tanpa sengaja menatap Lauren yang tengah menikmati makan malamnya dengan khusyuk. Baru beberapa hari dirinya menjalani kehidupan rumah tangga yang lumayan normal dengan Lauren, namun kini... dirinya harus kembali berhadapan dengan wanita yang hampir saja menjadi penyebab keretakan rumah tangga mereka? Sungguh kejutan yang luar biasa!
"Aku tak bisa melakukan itu. Aku tak bisa meninggalkan Lauren sendirian, saat ini... Lauren lebih membutuhkan diriku" ucap Edward sendu
"Tapi, tuan... jika anda bisa menemui nona Carmen dan meluruskan semua masalah ini, keadaan akan membaik. Media akan bungkam, perusahaan – perusahaan yang mengancam akan melakukan pemutusan kontrak akan bungkam. Saat keadaan sudah membaik seperti itu, bukankah hubungan anda dan nyonya Dominguez yang akan berdampak positif? Anda bisa menikmati waktu anda dengan tenang bersama nyonya Dominguez tidak sepert---
"Just shut the fuck up! Kau hanyalah sekretaris pribadiku, kenapa kau bertindak – tindak seolah olah kau adalah ayahku yang selalu mengatur hidupku?!?" ucap Edward dengan emosinya yang kembali meletup - letup.
"Maafkan saya atas kelancangan saya, tuan. Saya tak bermaksud untuk mengatur hidup anda" ucap sekretaris pribadi Edward dengan penuh penyesalan
Edward kembali menghela nafasnya dengan kasar. Edward sadar, emosi hanya akan menambah kerusakan.
"Ya... maaf jika aku sudah melukai perasaanmu. Saat ini keadaanku sedang kacau, nanti malam, kita akan kembali berunding lagi"
"Baik tuan"
Tut.
Panggilan diputus oleh Edward secara sepihak.
Dengan gerakan tak bersemangat, pria itu kembali melangkahkan kakinya menuju ke meja makan yang hanya dihuni oleh Lauren itu.
Pria itu menarik kursi yang tadi didudukinya dan menghempaskan bokongnya disana. Kini, pria itu kehilangan nafsu makannya.
Pria itu menatap wanita dihadapannya yang sedari tadi menunduk. Apa wanita itu takut karena mendengar seruan emosi Edward tadi?
Oh, Edward... kau memang biang dari semua masalah yang ada.
"Lauren... apa aku boleh menggenggam tanganmu?" tanya Edward sembari menatap Lauren dengan tatapan sendunya
Mendengar pertanyaan Edward tersebut, Lauren mengangkat wajahnya. Lauren bisa mendapati raut wajah lelah dan stress yang terpampang nyata di wajah suaminya itu. Lauren tak tau apa yang sedang terjadi, namun sepertinya, keadaan perusahaan GueZ sedang tidak baik saat ini.
Lauren menatap tangan kekar pria itu yang terbuka dihadapannya.
Tap.
Tanpa ragu – ragu, Lauren meletakkan tangan dinginnya di atas tangan hangat itu. Lauren tau, saat ini pria itu membutuhkan dukungan emosional
"Terimakasih" ucap Edward sembari tersenyum dan menggenggam erat tangan itu
Tangan Lauren yang terasa dingin itu bagaikan oase bagi Edward yang sedang terdampar di gurun yang sangat panas. Bebannya sedikit terangkat ketika tangannya dapat kembali menggengam tangan itu
Cup.
Edward mendaratkan kecupannya di atas punggung tangan wanita itu yang terasa sangat lembut meskipun pungung tangan itu dihiasi oleh goresan – goresan luka yang sudah mengering
"Terimakasih karena kau tetap berada disisiku hingga saat ini. Kuharap, apapun yang terjadi nanti, aku masih tetap bisa menggenggam tanganmu seperti ini. Apapun yang terjadi nanti, tolong jangan tinggalkan aku"
.
.
Jangan lupa tinggalin jejak, ya? Owghey?