Don't Call Me Angel

Por verradres

602K 35.6K 31.1K

Angelica Falkner adalah putri dari seorang Menteri Pertahanan Amerika Serikat yang mempunyai dua jati diri ya... Más

Prologue
Chapter 1 : Miss A
Chapter 2 : Bodyguard
Chapter 3 : Party
Chapter 4 : Desire
Chapter 5 : Bet Us
Chapter 6 : Give Me A Kiss
Chapter 7 : Hello, My Hero
Chapter 8 : Midnight Memories
Chapter 9 : Don't Touch Her
Chapter 10 : I Care About You
Chapter 11 : Hi Brother
Chapter 12 : Who Is She?
Chapter 13 : The Same Man
Chapter 14 : Broken Angel
Chapter 15 : Angels Don't Cry
Chapter 16 : Bad Karma
Chapter 17 : Angel Effects
Chapter 18 : The Tragedy
Chapter 19 : Just A Game
Chapter 20 : Adore You
Chapter 21 : So Embarrassing
Chapter 22 : Protect Angel
Chapter 23 : Refrain
Chapter 24 : Oh My Angel
Chapter 25 : Dinner Problem
Chapter 26 : Sorry Not Sorry
Chapter 27 : Pervert Boyfriend
Chapter 28 : Falling
Chapter 29 : Other Side
Chapter 30 : Our Breakfast
Chapter 31 : Steal My Girl
Chapter 32 : Boxing Ring
Chapter 33 : Intimate
Chapter 34 : Bad Stage
Chapter 35 : Fashion Show
Chapter 36 : Lipstick Stain
Chapter 37 : A Shot
Chapter 38 : Miss You
Chapter 39 : Struggle
Chapter 41 : Find Out
Chapter 42 : Dating Ideas
Chapter 43 : I Love You
Chapter 44 : Secret Emotions
Chapter 45 : Call You Mom
Chapter 46 : Lonely
Chapter 47 : Disappointment
Chapter 48 : Us and Rain
Chapter 49 : The Proof
Chapter 50 : Hangover
Chapter 51 : Accidental
Chapter 52 : The Solution
Chapter 53 : Start Up
Chapter 54 : Caught
Chapter 55 : He's Scared
Chapter 56 : Irresistible
Chapter 57 : Unexpected
Chapter 58 : The Sooner
Chapter 59 : Important Dinner
Chapter 60 : The Ring
Chapter 61 : Envelope
Chapter 62 : In Bristol
Chapter 63 : Graduate
Chapter 64 : Restless
Chapter 65 : Not Okay
Chapter 66 : Only Human
Chapter 67 : Complicated
Chapter 68 : Stay With Me
SWEET OF BLACKNESS
Chapter 69 : The Future
Chapter 70 : My Everything (END)
Epilogue
BOOK II (SEQUEL)

Chapter 40 : Tell A Lie

6K 449 424
Por verradres

Duduk berdua bersama seorang Abraham Falkner selalu menjadi hal menegangkan bagi Axel. Teruntuk kali ini, Abraham sedang tidak dalam emosi yang stabil. Pria paruh baya yang masih tampan dan gagah itu masih diam, dengan deru napas keras yang bisa Axel dengar dengan jarak berseberangan.

"Kau benar. Tidak seharusnya aku menampar Angel sebesar apapun kesalahan yang dia perbuat."

Axel merikleskan posisi duduknya setelah Abraham mulai menyadari kesalahannya. "Angel tidak pernah berprilaku diluar batas. Dia gadis yang baik. Sifatnya yang terkadang menjengkelkan hanya bentuk mencari perhatian orang di sekitarnya. Dia ingin diperhatikan, dipedulikan."

"Kau tampak sangat mengenal Putriku. Apa kalian begitu dekat?"

Ya, Putrimu adalah kekasihku. Ingin rasanya Axel menjawab demikian namun dia tahu ini bukanlah waktu yang tepat, kendati Abraham sepertinya tidak menaruh curiga yang besar pada dirinya.

"Kau adalah orang yang membuat kami dekat, Sir. Menjaga Angel hampir setengah tahun tentu membuatku sangat mengenalinya."

"Dan dia mengancam akan membenciku seumur hidup jika aku menyakitimu. Bukankah itu terdengar berlebihan? Dia seperti sedang melindungi pujaan hatinya."

Ya, aku memang pujaan hati Putrimu. Lagi-lagi Axel mengeram saat dia tidak bisa mengatakan hal itu. Dia hanya tersenyum, tidak membantah.

"Apa kau mengijinkan aku mengeluarkan pendapat, Sir?"

"Tentu. Silahkan."

"Jovie bukan pria baik untuk Angel." Ungkapnya. Abraham mengerutkan kening, tampak tertarik dengan ungkapan Axel. "Aku mengatakan ini semua berdasarkan bukti. Jika aku mengatakan Jovie adalah pria bajingan yang gemar bermain perempuan, itu mungkin hal biasa bagimu. Kau juga seorang pria. Tapi berada di dekat Jovie akan membuat Angel terancam. Jovie sudah memiliki tunangan dan dua hari yang lalu tunangannya menyerang Angel dengan sebuah pistol karena maaf—pernyataanmu di media menggiring asumsi publik bahwa Jovie memang memiliki hubungan spesial dengan Angel."

Axel membuka jaketnya, dia menarik kaus pada bagian kerahnya untuk memperlihatkan jahitan di pundak kanannya yang masih belum mengering. "Ini adalah bukti! Jika saja aku terlambat datang, peluru itu akan mengenai Angel."

Abraham menghusap wajahnya, guratan kemarahan kembali terlihat. "Beritahu aku perempuan yang berniat mencekali putriku itu, aku akan memberinya hukuman setimpal!"

"Aku rasa tidak perlu diperpanjang. Hidup Angel akan kembali tenang jika kabar burung itu menghilang. Hanya itu."

"Baik. Aku mempercayakan Angel padamu. Jika kau menuntut upah yang lebih besar karena kau harus menerima luka tembakan itu akibat melindungi Putriku, aku akan memberikan berapa pun untukmu, Axel. Kau yang terbaik sejauh ini."

Axel hanya membalas dengan senyuman. Berbeda dengan dulu, saat ini upah tidaklah penting baginya. Menjaga Angel bukan sekedar tanggung jawab, itu adalah kewajibannya sebagai seorang pria yang akan selalu melindungi gadisnya.

"Dan satu lagi, apa kau tahu siapa pria yang dekat dengan Angel belakangan ini? Dia menolak dijodohkan karena sudah memiliki pilihan. Siapa orang itu?"

Susah payah Axel menelan salivanya akibat pertanyaan Abraham. Bolehkah Axel berteriak bahwa dirinya adalah pria beruntung itu? Sayangnya ada terlalu banyak pertimbangan di kepalanya.

"Ini hal privasi, aku tidak memiliki hak. Lebih baik kau tanyakan langsung kepada Angel."

"Apa kau menyukainya, Axel?"

Pertanyaan itu terdengar seperti sebuah sindirian untuk dirinya. Axel menghela napas. Apa sedari tadi dia sangat kentara menganggumi Angel dengan pujian-pujian kecil yang dia lontarkan? Apa sesungguhnya Abraham tahu namum pura-pura bodoh?

"Aku akan sangat berbohong jika berkata tidak menyukainya. Semua orang menyukainya."

Abraham tersenyum, tatapannya semakin intens kepada Axel. "Tentu saja. Putriku memang gadis yang sempurna dan dia berhak menemukan pendamping yang setara dengan dirinya. Pria dengan wajah tampan dan baik hati itu relatif. Aku ingin Angel menemukan pria yang bisa memenuhi kebutuhan finansialnya karena selama hidupnya, Angel tidak pernah kekurangan apapun, aku selalu memanjakannya. Itulah alasan mengapa aku sangat selektif memilih pria yang akan menjadi pendampingnya."

Perkataan Abraham seolah melempar Axel pada kenyataan yang dia hadapi saat ini. Kenyataan bahwa dirinya tidak masuk dalam kategori pria yang layak bersama Angel membuat Axel tersenyum miris. Abraham tidak salah hanya caranya yang berlebihan. Terkadang seseorang akan dipandang berharga hanya karena memiliki tahta dan harta dan Axel benci pemikiran kolot Abraham yang mirip sekali dengan Papanya.

***

Angel sedang mengutak-atik ponselnya ketika menuruni anak tangga untuk menemukan nomer seseorang yang sedang dia cari pada kontaknya. Senyum Angel merekah ketika menemukannya, untung dia menyimpan nomer Julio Carter, sahabat karib Axel. Disaat seperti ini, keberadaan pria itu sangat penting untuk Angel. Hanya dia satu-satunya kunci untuk mengetahui siapa seorang Axel Addison yang sesungguhnya. Karena Angel sadar, status pacar tidak cukup membuatnya mengenal Axel dengan baik.

"Halo, dengan Julio Carter, pria tampan sedunia tapi masih jomblo. Ada yang bisa dibantu?" Sapanya membuat Angel geleng-geleng kepala. Demi Tuhan. Julio tidak mabuk kan? Apa efek baru bangun tidur membuat otaknya sedikit bergeser?

"Dengan Angelica Falkner disini. Kau sehat walafiat kan?"

"Kau menganggu tidur...—Wait, What? Angel?!" Nada suaranya meninggi. Pria itu seolah baru sadar dengan siapa dirinya sedang berbicara. Angel bisa membayangkan kedua mata biru Julio langsung terbuka lebar dan mulutnya menganga. "Oh maaf, Angel. Aku baru bangun tidur, aku sedikit mengingau tadi. Ada apa kau menghubungiku? Pagi-pagi pula. Tidak biasanya."

Ketika Angel sudah menapaki kakinya di lantai dasar—tempat dimana Abraham dan Tisha sedang sarapan bersama—langkah kakinya mendadak terhenti. Dia menjauhkan ponselnya tanpa berniat mematikan sambungan teleponnya bersama Julio. Untuk beberapa saat dia tersenyum miris melihat Abraham bisa berperilaku manis pada wanita sialan itu disaat kemarin malam dia hampir menampar Angel, putrinya sendiri. Dasar Papa durhaka!

"Selamat pagi, Angel. Duduklah, kita sarapan bersama. Kami rindu kehadiranmu di meja makan." Tisha menyapanya terlebih dahulu saat melihat kehadiran Angel. Dan Angel tahu kebaikannya hanya omong kosong. Semuanya palsu!

"Aku tidak mau makam racun hanya untuk menghargai orang yang bahkan tidak bisa menghargai kehadiranku di rumah ini." Sindirinya, dia melirik pada Abraham yang kini ikut menoleh padanya. "Tanpa menghilangkan rasa hormatku kepada orang tua yang sangat aku segani, aku ijin berangkat terlebih dahulu."

"ANGEL!" Panggil Abraham sedikit berteriak. Angel menghentikan langkah kakinya tanpa berniat menoleh kebelakang. Angel masih marah pada Abraham. Dan jika Abraham berniat mencari masalah lagi pagi ini, dia tidak akan tinggal diam.

"Kau tidak berhak bicara seperti ini. Minta maaf pada Mamamu!"

Angel memutar tubuhnya, matanya menyiratkan kebencian mendalam. "Bagaimana jika aku tidak mau? Kau berniat menamparku lagi? Silahkan! Kau boleh menjatuhkan harga diriku, Pa. Tapi aku tidak akan pernah menjatuhkan harga diriku pada wanita sialan ini. Dia sudah membuatmu banyak berubah!"

"Sudahlah, Abraham. Aku tidak apa-apa. Jangan marahi Angel."

Sial. Angel gemas sekali ingin menjambak rambut pendek wanita itu. Bisakah dia tunjukan saja bagaimana sikap aslinya di depan Abraham? Selama ini Abraham terlalu buta untuk menilai betapa liciknya Tisha.

"Sebelum perutku semakin mual melihat akting istrimu yang pantas menerima piala oscar ini, lebih baik aku berangkat ke kampus. Selamat pagi!"

Angel melangkahkan kakinya menuju teras tanpa memperdulikan teriakan Abraham berikutnya. Masa bodoh, sesekali mereka memang perlu digertak agar tidak seenaknya. Kembali tersadar setelah melihat ponselnya masih menyala, Angel pun menempelkan benda itu pada daun telinga.

"Maaf atas apa yang baru saja kau dengar, aku ada sedikit masalah."

"Aku mengerti. Aku juga tidak berniat membongkar aib keluarga Falkner setelah apa yang baru saja aku dengar." Julio terkekeh pelan. "Jadi apa ada yang bisa aku bantu?"

"Ya, kau sangat peka, Jul! Apa kita bisa bertemu malam ini? Aku ingin menanyakan beberapa hal padamu mengenai Axel."

"Aku tidak bisa malam ini. Aku memiliki jadwal pertandingan."

"Siang ini? Please. Kau tidak mungkin tega menolak gadis cantik sepertiku kan."

"Oke. Siang ini setelah lathianku selesai. Kau bisa datang ke gedung, aku ada disana nanti."

"Yes, thanks, Jul! Ah ya satu lagi, tolong jangan beritahu Axel ya. Dia tidak boleh tahu aku diam-diam menemuimu di belakangnya."

"Kita bukan kekasih gelap, Angel. Tenang saja, aku juga masih sayang nyawa. Jadi Axel tidak akan mengetahuinya, hanya kita berdua."

"Shit! Orangnya datang. Jul, aku tutup..—"

"Siapa?" Tanya Axel bersamaan dengan Angel yang langsung menekan tombol merah dan memasukan ponselnya ke dalam tas. Axel menghampirinya di teras setelah beberapa saat menunggu Angel di dalam mobil namun dia tidak kunjung masuk dan memilih berdiri dengan ponsel menempel di telinganya. "Siapa yang kau telepon baru saja, Angel?"

"Anu..—itu temanku. Teman sekalasku." Angel mengumpat di dalam hati. Ketika dia sedang gugup dan memikirkan sebuah alasan, dia selalu menyebut kata anu, tapi semoga saja Axel tidak menyadarinya.

"Ada keperluan apa pagi-pagi begini?"

Apa ya? Alasan apa lagi dong? Ah, ayo berpikir, Angel!

"Oh anu..—Tentang bimbingan. Dia menanyakan siapa dosen pembimbingnya karena saat pembagian dosen pembimbing skripsi dia tidak masuk."

Axel tidak bereaksi, dia hanya menatap Angel yang sedang memasang senyum aneh. Padahal perempuan itu sedang berdoa di dalam hati agar Axel tidak bisa membaca kebohongannya. Ayo, percaya dong, Xel! Sembari menggumamkan kalimat itu, Angel menutup jaraknya bersama Axel, dia mengalungkan tangannya di balik leher Axel.

"Pacarku kalau sedang cemburu lucu ya. Jadi ingin cium." Angel memiringkan kepalanya namun Axel mendorongnya dengan halus. Axel memberi kode dengan melirikan mata ke sekitar dimana Angel langsung merutuki diri ketika dia hampir lupa jika sedang berdiri di depan teras rumahnya—kawasan anti mesra-mesraan. "Aku lupa. Sorry. Di dalam mobil saja yuk?"

Dengan antusias, Angel menarik pergelangan tangan Axel menuju mobil. Namun Angel tidak mengijinkan Axel masuk ke kursi kemudi, dia mendorong Axel masuk ke kursi penumpang belakang setelah dirasa tidak ada petugas keamanan yang memperhatikan mereka. Angel duduk di atas pangkuan Axel, mendorong lagi tubuh Axel hingga kepalanya membentur jendela di belakangnya.

"Oh shit, kepalaku!" Axel mendengkus sakit namun Angel buru-buru menghusapnya. "Kau kerasukan setan apa pagi-pagi sudah agresif begini?"

"Salah siapa kemarin malam tidak menyelinap masuk ke kamarku setelah bicara dengan Papa? Padahal aku masih membuka jendela balkon kamarku untukmu."

"Sutuasi dan kondisi tidak memungkinkan..—"

"Diam! Aku mau cium." Angel mengacungkan telunjuknya di depan bibir Axel. Setelah pria itu diam, Angel langsung melumat bibir Axel dengan penuh. Tangan Axel pun meraba ke samping, berusaha menemukan tombol yang membuat kaca mobil menggelap secara otomatis. Jika biasanya itu dimanfaatkan untuk mencegah pembobolan mobil maka kali ini mereka memanfaatkannya untuk mencegah ketahuan make out di dalam mobil. Gila memang, dua insan yang sedang jatuh cinta memang tidak memiliki akal sehat.

"Kau tidak mungkin memintanya disini kan?" Tanya Axel saat Angel memberinya celah untuk kembali angkat suara. Kendati pertanyaan Axel terdengar seperti penolakan halus namun dia tahu kilatan gairah di mata Axel begitu membara, terlebih lagi tangan Axel yang menyelinap masuk ke dalam roknya tidak berhenti meremas-remas bokong padatnya. Bahkan jemari-jemarinya mencuri celah untuk masuk ke dalam celana dalamnya dan menggoda isinya di baliknya.

Angel menyeringai. "Tapi tangamu berkhianat, sayang."

Axel tersenyum, dia ketahuan. Tapi untuk saat ini, logikanya masih mengambil kendali. Abraham masih ada di dalam, akan bahaya jika kegiatan mereka dilanjutkan dan Axel akan ketahuan sedang bercinta dengan Putrinya. Axel mengeluarkan tangannya dari rok Angel dan itu membuat kening Angel langsung mengerut. Axel tahu dia sedang memustukan sensasi nikmat yang Angel rasakan.

"Kenapa masih digunakan?"

"Digunakan? Apanya?"

"Rokmu. Aku sudah melarangmu memakai rok sependek ini ke kampus. Kenapa masih digunakan? Kau senang menggoda Asisten Dosen sialan itu ya?"

Angel menghela napas, dia membenarkan roknya sebelum duduk tegap. "Aku tidak harus kehilangan mode pakaianku hanya karena mata sialan Mr.Darrel kan? Ck. Menyebalkan!"

"Hari ini aku ampuni, besok tidak lagi. Persetan dengan mode pakaian, kau masih bisa berpenampilan seksi di depanku, Angel!"

"Oke, aku akan menurutimu. Tidak usah diperpanjang lagi."

Axel mengecup bibir Angel sebelum membuka pintu dan beralih naik ke kursi kemudi. Angel menghela napas sambil melompat pelan untuk pindah duduk ke kursi kemudi depan, di sebelah Axel. Tidak ada sex pagi ini? It's okay. Kurang nurut apalagi Angel pada Axel. Dasar bucin!

Tiba-tiba Axel mengulurkan sebuah benda berbentuk persegi yang dia yakini adalah kotak makan. Angel menerimanya dengan tatapan aneh. "Apa ini?"

"Kotak makan."

"Anak TK juga tahu ini kotak makan, sayang." Angel mendengkus. Tanpa berniat menanyakan lebih lanjut, Angel pun membuka tutup kotak tersebut dengan hati-hati. Matanya langsung berbinar ketika melihat isi di dalamnya. Pipinya mengembung menahan senyum. Yaampun, lucu sekali!

"Aku tau kau akan mogok sarapan di rumah setelah kejadian semalam." Axel melirik Angel yang masih tidak bisa berkata-kata. "Dan kau pernah bilang jika sandwich buatanku enak. Ada tambahan buah dan telur rebus, semoga kau suka."

Angel menoleh pada Axel sebelum memberi kecupan panjang di pipi pacar kesayangannya itu. Di terlalu gembira dan antusias setelah bertahun-tahun tidak pernah mendapatkan kejutan lucu semacam ini. Demi Tuhan, apapun yang akan terjadi pada hubungan mereka ke depannya, Angel tidak mau meninggalkan Axel.

"Terimakasih, sayang. Aku suka! Bahkan aku tidak ingin memakannya, aku ingin menyimpannya di museum dengan judul Sejarah makanan terlucu Axel untuk Angel."

"Dan aku marah besar jika kau tidak memakannya."

Angel mengulum senyumnya ketika Axel sudah mulai melajukan mobil. Ditatapnya lagi sandwich berbentuk anjing buatan Axel sebelum Angel menutup kotak makan tersebut dan menyimpannya ke dalam tas.

"Axel, aku jadi ragu ingin cepat-cepat punya anak."

"Kenapa?"

"Aku tidak mau jadi saingan anakku sendiri. Kau bisa memasakan makanan lucu untuknya setiap hari, kau bisa memanjakannya ketika dia menangis karena rewel, kau akan menciumnya sepanjang malam dan mengabaikanku. Aku belum siap!"

Axel terkekeh mendengar gerutuan menggemaskan dari Angel. Satu tangannya terulur untuk menghusap rambut Angel. "Yang penting Papanya masih bisa membuat Mamanya menjerit kenikmatan setiap malam. Ya kan?"

"Ish, Axel! Mesum ya." Wajah Angel mendadak merah padam akibat candaan Axel yang sialnya benar. Dia hanya bisa diam ketika Axel tertawa terbahak-bahak. Menyebalkan!

Ketika mobil sudah sampai di area parkir Daffodil University, Angel pun menyampirkan tasnya di bahu saat Axel sudah membukakan pintu mobil untuknya. Otak Angel kembali bekerja, memikirkan alasan apa yang bisa membuat Axel yakin untuk tidak menjemputnya sepulang kuliah.

"Sayang, nanti siang kau tidak perlu menjemputku ya. Aku anu..—" Angel meremas roknya gugup. Aduh. Apa ya?

"Kau apa?"

"Aku ada janji dengan Liliana." Angel tersenyum bangga. Nah iya, pinter.

"Menemui Bryan di rumah rehabilitasi? Aku bisa mengantar kalian berdua."

"Bukan." Sargah Angel cepat. "Anu..—Aku dan Liliana, kami berdua mau jalan-jalan. Shopping di mall, ke salon, ya urusan perempuan lah. Kau tidak mungkin membuntuti kami kan? Kakimu bisa pegal-pegal nanti."

"Oke. Kalian boleh pergi tapi jangan lupa kabari aku jika sudah selesai."

Yes. Axel percaya kan? Oh, Thanks God. Angel mengangguk kemudian mengulurkan tangannya untuk menghusap wajah Axel yang sialnya semakin tampan saja di bawah paparan sinar matahari pagi. Kalau bukan karena ingin memata-matai latar belakang keluarga Axel, Angel pasti lebih memilih tidur bareng Axel di apartemen sepulang kuliah.

"Selamat belajar, sayang." Axel memberikan kecupan di dahi Angel sebelum gadis itu melangkah menuju kelasnya.

Sial! Belum apa-apa saja Angel sudah takut kalau Axel mengatahui dirinya berbohong. Ah, semoga saja semuanya aman.

***

Axel Addison

Angelica Falkner

Abraham Falkner

Julio Carter


Say hi to Julio, akhirnya nongol lagi ya lo Jul, pasti banyak yang kangen nih👋🏻

Om Abraham knp minta dihujat mulu ya🥺

Eh itu Axel Angel knp makin uwu aja pake dibuatin sarapan segala, padahal lagi banyak masalah, keep strong🥰

Yuk tambahin lagi komen kalian disini tentang part ini!

NEXT? 110+ VOTES & 450 KOMEN!
Maaf pasang target lagi kalo gak, sidernya semakin banyak, aku jadi sedih pdhl nulis kan butuh tenaga dan waktu🥺

Thanks💕 - V

Seguir leyendo

También te gustarán

474K 49K 44
Padahal Erland ingat betul kalau beberapa hari ini, merupakan hari yang paling membahagiakan untukny Mendapatkan banyak uang dari pekerjaan yang seda...
1.1M 4.9K 15
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
1.4M 75.7K 50
📢 CERITA INI HANYA BERSIFAT FIKTIF BELAKA YANG DITULIS BERDASARKAN IMAJINASI PENULIS SEMATA!!! *** Cherry Aldann Emanuele, tak menyangka kepergianny...
725K 46.5K 48
#1 in Boss [15 Juni 2021-...] [Boss projects 2] Gara-gara Bebek yang melintas ke tengah jalan dengan nggak nyantainya,Renata harus rela menjadi Asist...