Jangan lupa tinggalkan jejak kalian (◕‿◕✿)
Happy Reading...
Amel terdiam kaku menatap dirinya dari pantulan kaca, menyeka sesuatu keluar dari matanya. Iya dia menangis.
Entahlah.
Mengambil beda selalu ia bawa kemana pu—merapikan dandanya. Tidak mungkin keluar dalam keadaan seperti ini.
Kata-kata itu kembali memutar di kepalanya.
"Senang sekali Angga sudah mengenal Amel." ucap Nathan.
"Iya, semoga saja kita bisa menjadi besan."
"Tentu saja." tatapan Nathan beralih Amel—dengan pandangan sulit diartikan.
"Bagaimana jika kita jodohkan mereka?"
Deg!
"Yah!"
"Kenapa bang? Angga dan keluarganya baik ayah sudah mengenal mereka lebih lama." tegas Nathan, manatap tajam Varo.
"Tapi—"
"Sudahlah bang, urus saja persiapan pernikahan kamu! Urusan ini biar ayah dan bunda yang urus." kemudian menatap Amel yang diam tidak berkutik. "Ayah tidak menerima pembelaan kamu! Ingin seperti abang kmu?"
"Mas!"
Bahu terangkat menarik nafas dan turun saat menghembuskan nafas—tersenyum. "Amel tau ayah ingin yang terbaik buat anaknya, tapi bisa kasih waktu buat Amel ayah?"
"Apa maksudr kamu? Kita ke sini untuk mermbicarakan pertunagan kamu Amel." kini Nathan rmenatap Rena. "Bun?"
Rena menghembuskan nafasnya-mengusap pundak anaknya, ia tidak bisa berbuat apa-apa Nathan sudah merngambil kerputusan-suami keras kepala. "Yah, kita harus kasih waktu mereka untuk lebih dekat,"
"Saya setuju, tidak perlu terburu-buru biarkan mereka tamatin sekolahnya."
Mengecek penampilannya lagi-menghela nafas agar tidak menangis lagi. Sambil memikirkan kata-kata apa yang harus ia ucapkan saat Devan tau nanti, cowok itu akan hancur sama seperti dirinya.
"Sorry sir."
Tubuhnya menabrak dada seorang di depannya, setelah itu Amel berjalan cepat meninggalkannya. Ia menunduk-tangannya terulur mengambil sesuatu, tanpa sadar tercetak senyum-ralat smirk-terus memperhatikan tubuh Amel sudah menghilang di belokan.
~~BOB~~
"Bro, geser dikit nama maruk lo anjing!" sentak Alan kasar, menggeser tubuhnya.
"Sabar setan!" dengus Ardan.
Alan mengupas kulit pisang lalu memakannya,beralih menatap Devan—cowok itu gelisah, iya ia akui temanya ini bucin 7 turunan saat jatuh cinta. HEH NGACA TOLONG!
"Lagi nunggu pengumuman give away lo, tuh mata ga kedip bentar lagi gue colok." sambar Alan.
Ardan menggeplak kepala Alan. "Bisa diam tidak??"
"Titisan monyet diem deh."
"Bangke!"
Devan menghela nafasnya—meletakan ponselnya sedikit kasar. "Kok chat gue gak di bales sih?!"
"Tau gak sih gue nungguin balesan dia."
Mengusap wajahnya frustasi. "Udah tau kangen, "
Alan menyenggol lengan Ardan—menatap Devan horor. "Liat temen lu noh, ngoceh sendiri anjir gue ngeri kemasukan."
"Temen lu juga bego! Kamu teh ngaca Lan bucin gosip bucin, dasar aneh!" ucap Ardan menggunakan logat sunda.
Alan mengangkat bahunya—masa bodolah! "Budeh mie rebus dua mangkok, cabenya 2 biji tambahin bon cabe juga sama telornya. Nanti Ardan yang bayar."
Ardan meliriknya sinis. "Punya temen gak tau diri! Dateng pas ada maunya, anjim."
"Yaelah kali kali napa, kata guru ngaji gue traktir temen nambah pahala berhubung dosa lu banyak sapa tau neraktir gue jadi berkurang."
"Serah lu, serah."
~~BOB~~
Amel melamun—menatap kosong pantai dari balkon kamarnya, pemandangan sungguh indah. Sejak tadi yang dilakukannya hanya makan, tidur, melamun dan balik ke point awal. Jujur ia belum siap bertemu Devan dan mengatakan ini pada cowok itu, tapi tidak bisa menyembunyikan ini terus akan menjadi beban untuknya.
Mengaktifkan ponselnya, ber-ribuan notif masuk dalam hitungan waktu. Citra memberi tahu novel baru beli kemarin, grup kelas dan paling menarik perhatian Devan.
105 panggilan tidak terjawab
150 pesan belum terbaca
Segabut itu kah?
Nafasnya tercekat nama Devan tiba-tiba muncul, cowok itu menghubunginya. Setelah memantapkan hati lalu menggeser tombol hijau itu.
"Ha—"
"YES!"
"Kemana aja?"
Nada khawatir cowok itu membuatnya semakin bersalah.
"Aku abis belanja oleh-oleh, baru pulang."
Maapin Amel ya?
"Jam segini? Gak dingin? Sama siapa?"
Amel terkekeh pelan. "Aku memenin kak Arina."
"Emang ga ada bang Varo ya sampai repotin kamu."
"Apa sih, Dev."
"Lain kali mau pergi tuh bilang, ponsel selalu stand by jadi aku ga kaya orang gila."
Amel tertawa. "Kalo aku gak ada kamu gimana?"
Terdiam. Amel meruntuki dirinya bicara sembarangan.
"Nyusul kamu lah."
"Heh ga gitu,"
Hening. Beberapa saat hanya helaan nafas, Amel tidak berperang pikiran sendiri.
"Kangen,"
"Nado,"
"Vid call aku mau liat muka kamu,"
"Dev, muka aku lagi buluk banget."
Jujur bukan itu alasannya!
"Siapa yang bilang? Sini ngomong sama aku."
"Dev!"
"Kamu cantik Mel, aku nerima kamu bukan karena fisik."
"Cepetan!"
Amel berlari cermin—menata rambut dan matanya agar tidak ketara, naik kasur dan menyelumuti sebagian badannya.
"Nah gini dong, kalo cuman suara gak mempan harus liat wajahnya juga."
Demi apapun! Kupu-kupu berterbangan di perutnya.
"Mel, hari ini aku bolos lagi kamu marah ga?"
"Kenapa bolos?"
"Aku gak bisa fokus, kamu gak bisa dihubungin sama sekali."
"..."
"Aku ngantuk,"
Amel dapat melihat, cowok itu mengangguk.
"Aku temenin, jangan di matiin."
Devan mengambil posisi nyaman—meletakan ponselnya sebelah kanan, memandang wajah gadisnya.
"Kita tidur bareng dalam hitungan 5,"
Amel mengangguk.
"1"
"2"
"3"
"4"
"5"
Tanpa sadar tanganya mengelus layar saat Amel mulai terlelap, senyum kecil terbit.
"Selamat tidur cantik, good night"
"Love u"
Lalu ikut terlelap dalam keadaan ponsel sama-sama menyala.
••••
Aku jomblo, aku diam.
Oke, sebelumnya ingin minta maaf karena aku jarang update akhir-akhir ini, selain tugas sekolah seabrek dan ide gak ada, aku ngerasa kurang cocok sma scene jadi di ganti lagi gitu.
Kalian jangan bosen ya hehe.
BACA JUGA! Karya baru aku RARA STORY ada di work aku, baca dlu chap 1 nya ya kasih komen dan votenya.
Ayo dong, kalian komen kasih apresiasi buat cerita ini biar tambah semangat lagi💕
Nyari cowok modelan Devan dimana??? Gue baper serius.
Suka gak si aku buat part uwu kaya gini?
Kalau kalian di posisi Amel apa yg bakal di lakuin?
Spam next di sini.
Ramaikan comment!!!
TBC❤
Melvan❤