Have a Nice Dream [Completed]

By alyaranti

3.3M 241K 27.8K

#2 in Teenfiction [29/12/2020] "Lo tau nggak gimana rasanya ditinggal waktu lagi sayang-sayangnya?" "Rasanya... More

PROLOG
[1] First Met
[2] Meet Again
[3] Getting You
[4] Issues
[5] Weird
[6] Pacar?
[7] Hilang
[8] Her Feelings
[9] Curious
[10] Her Eyes
[11] Comfort
[12] Melted
[13] Sweet Question
[14] Terjebak
[15] For You
[16] Another Feelings
[17] Looking at Stars
[18] About Sirius
[19] First Love
[20] Am I Fall in Love?
[21] Am I Wrong?
[22] 180 Degrees
[23] Broken Pieces
[24] Clarity
[25] Hurt Issue
[26] Unpredictable Things
[27] Deep Inside
[28] Big Question
[30] A Mess
[31] Tenang
[32] More Curious
[33] Misi Selanjutnya
[34] Terungkap
[35] Unexpected
[36] Is He Okay?
[37] The Story of a Raindrop
[38] Under the Stars
[39] About Rapunzel
[40] Espresso
[41] Deeply Hurt
[42] Tahu Diri
[43] About Hurt
[44] Last Time
[45] About The Feelings
[46] Lost in Stars
[47] Broken Rain
[48] Bitter Reality
[49] Bittersweet Memories
[50] Letting Go
[51] Last Words
EPILOG
Extra Chapter
Question and Answer
Broken Memories
An Information
Official Trailer Film The Other Side

[29] Indescribable Day

42.7K 3.3K 312
By alyaranti

“Jika aku bisa menghentikan waktu, rasanya aku tak ingin waktu berjalan begitu cepat agar aku bisa terus bersamamu.”

Setelah Shanon dan beberapa temannya pergi, Ara dan Ravin menaiki vespa Ravin dan bergegas pergi meninggalkan koridor SMA Melodi.

Sudah 15 menit berlalu, namun rasanya motor Ravin tidak melaju kearah rumah Ara. Ara menepuk pundak Ravin. “Heh, rumah gue ‘kan arahnya nggak kesana!”

“Lo mau bawa gue kemana?”

Ravin tertawa. “Babang Ravin mau nyulik Ara.”

“Terus Ara disandra.”

“Abis itu Babang Ravin jadi buronan,” jawab Ravin asal.

Ara terkekeh. “Biarin aja, nanti lo digigit sama abang gue. Abis itu lo dimutilasi sama bokap gue!”

Ravin tertawa meremehkan. “Ya enggaklah.”

“Babang Ravin ‘kan udah sekongkol sama Bang Gama, sama Om Revo juga.”

Ara menaikkan satu alisnya. “Sekongkol apa?”

“Sekongkol buat jagain Ara.”

“Sekongkol buat bikin Ara bahagia.”

Entah mantra apa yang membuat tangan Ara mengacak rambut Ravin seraya tertawa. “Kenapa sih lo alay banget jadi manusia?”

Ravin membalas tawa Ara. “Tapi Ara suka, ‘kan?”

Tak lama, motor Ravin berhenti di suatu taman yang tak terlalu ramai, tetapi tak sepi juga. Di ujung sana terdapat beberapa anak-anak yang tengah bermain dengan temannya ataupun dengan orang tuanya. Di taman itu juga ada beberapa penjual makanan dan minuman yang menyusun barang dagangan mereka di dalam mobil yang terbuka. Disana juga ada penjual es krim yang langsung menarik perhatian Ravin.

“Bentar ya, Ra!” ujar Ravin lalu menghampiri tukang es krim itu lalu tak lama Ravin kembali dengan membawa dua es krim cone rasa cokelat dan stroberi.

Setelah itu mereka duduk di bangku taman yang tak terlalu besar. Mata Ravin teralih kearah seorang anak laki-laki berusia 5 tahunan yang tengah berlari dengan begitu bahagia. Lalu dibelakangnya ada wanita paruh baya yang sepertinya adalah ibunya.

“Mama, aku nggak mau makan!”

“Aku maunya main!” Lelaki kecil itu kembali berlari dari ibunya.

“Oke, sekarang kita main lari-larian ya? Kalo adek kalah, adek harus makan!”

Lelaki itu mengangguk cepat. “Mama kejar aku ya!”

Lelaki kecil itu lalu berlari, tak lama ibunya menangkap dan memeluk anak lelaki itu dari belakang seraya tertawa. “Ketangkep!”

“Ayo makan! Kalo nggak makan, nanti nasinya nangis loh!” Wanita itu mengarahkan sendok makanan itu kearah mulut anaknya seolah tengah menerbangkan pesawat. Tak lama, makanan itu sampai di mulut lelaki kecil itu.

Ia tertawa seraya memeluk ibunya. “Aku sayang Mama.”

Dari kejauhan, Ravin tersenyum tipis seraya menghela napas. Betapa bahagianya masa kecil anak lelaki itu. Ia memiliki masa kecil yang selalu Ravin idam-idamkan.

“Vin,” panggil Ara. Namun pandangan Ravin masih membulat kearah anak lelaki kecil dan ibunya. Ara mengikuti arah mata Ravin, ia mengerti. Lelaki itu pasti tengah bersedih walaupun ia begitu hebat menutupi kesedihannya.

“Vin,” panggil Ara lagi sehingga lelaki itu menoleh kearah Ara.

“Iya, Ra?” tanya Ravin seraya mengerjapkan matanya.

“Nggak usah sedih, muka lo jelek tau nggak?” ledek Ara.

Ravin tertawa renyah. “Berarti kalo lagi nggak sedih, Babang Ravin ganteng?”

“Lagi juga, siapa yang sedih sih, Ra?”

“Babang Ravin ‘kan selalu ceria dan bahagia. Buat apa Babang Ravin sedih?” tanya Ravin lalu memakan es krim yang tengah ia pegang.

Mulut Ravin bisa berkata seperti itu. Tetapi yang dikatakan di dalam matanya sungguh berbanding terbalik dari apa yang ia katakan.

“Harusnya juga ‘kan Babang Ravin bahagia karena punya bidadari secantik Ara.”

Ara menatap mata Ravin dalam. “Bohong.”

“Ngapain Babang Ravin bohong? Kalo Babang Ravin bohong nanti idung Babang Ravin panjang kaya Pinokio,” ujar Ravin seraya mengembangkan hidungnya sehingga hidungnya terlihat kembang kempis.

Ara tersenyum tipis seraya menatap Ravin dengan lekat. “Dimanapun nyokap lo, dia pasti bakalan bahagia karena punya anak selucu lo.”

Entah mengapa ucapan Ara seakan menghangatkan perasaannya kembali yang semula tak karuan. Ravin tertawa hangat seraya membalas tatapan Ara.

“Dia juga pasti bahagia karena anaknya punya pacar secantik bidadari.”

Ara tertawa. “Eh iya, tadi Rizky bilang sama gue. Katanya Pak Dhirga mau ngeliat hasil latian kita selama ini.”

“Tapi, latian kita ‘kan belom mateng,” sambung Ara.

Ravin mengangguk seraya berpikir. “Kok kayaknya Rizky akrab sama Ara? Padahal, Ara ‘kan jutek banget.”

Ara terkekeh kecil. “Masa?”

“Iya, Ara inget nggak waktu kita pertama kali ketemu di ruang musik?”

Ara mengangguk. “Inget, waktu ada orang yang ganggu tidur nyenyak gue.”

“Mana ngatain gue Mbak Kunti lagi.”

Ravin tertawa. “Iya ya? Harusnya Babang Ravin sadar, mana ada Mbak Kunti yang cantik kayak Ara?”

“Rizky itu temen TK gue, temen kecil gue juga sebelum gue pindah ke Cambridge.

Ravin mengangguk. “Ara lama di Cambridge, ya? Setau Babang Ravin, waktu Frappucino kebentuk itu Ara pas balik banget dari sana.”

Ara mengangguk seraya memakan es krim stroberi yang dibeli oleh Ravin.

“Terus Ara disana sama siapa? Bukannya Om Revo, Tante Alea, sama Bang Gama udah agak lama di Indonesia?” tanya Ravin.

Ara menatap Ravin, mengapa lelaki itu begitu tahu tentang kehidupannya?

“Kok lo tau banget sih?”

Ravin terkekeh. “Tau dong, Babang Ravin ‘kan ngefans banget sama Ara!”

“Gue disana sama kakek nenek gue dari nyokap. Soalnya mereka emang tinggal disana.”

“Menurut Ara, Cambridge itu gimana?” tanya Ravin seraya menatap langit yang perlahan berubah warna menjadi jingga.

Ara berpikir sejenak. “Cambridge itu nenangin, aesthetic, dan nyaman banget deh disana.”

“Terus kenapa Ara pindah ke Indonesia?” tanya Ravin penasaran.

Ara kembali berpikir lalu kembali menatap Ravin seraya tersenyum.

“Soalnya di Cambridge nggak ada lo.”

Ravin tertawa seraya mengacak gemas rambut Ara. “Ra, Ara nggak boleh alay!”

“Yang boleh alay cuma Babang Ravin!”

“Peraturan darimana emangnya? Hah?” tanya Ara.

Intinya sore itu, mereka begitu bahagia dibawah langit biru yang perlahan-lahan berganti warna menjadi jingga. Jika Ravin bisa menghentikan waktu, rasanya Ravin tak ingin waktu berjalan begitu cepat agar Ravin bisa terus bersama Ara. Karena kehadiran Ara selalu mampu membuatnya kembali tersenyum dan bahagia.

Bahkan mampu membuatnya melupakan kesedihannya sejenak tentang pertanyaan terbesarnya yaitu siapa sosok ibunya selama ini.

Ara merebahkan tubuhnya diatas kasur seraya membuka ponselnya. Entah mengapa notifikasi di aplikasi instagram-nya begitu banyak. Ara mengerutkan dahinya lalu membuka aplikasi tersebut.

Ternyata banyak sekali yang menandai akun instagram Ara di komentar salah satu akun gosip terbesar di Indonesia.

Akun itu terlihat mengunggah foto Ara dan Ravin yang tengah berdua di koridor parkir rumah sakit dan foto-foto dirinya yang tengah bertengkar dengan Chiko kemarin. Di slide foto itu juga ada beberapa chat palsu yang menunjukkan bahwa Ara menjelek-jelekan Frappucino.

Foto itu memiliki keterangan: Aduh, cyin! Nggak inget tuh temen lagi di rumah sakit? Apa situ yang bikin temennya masuk rumah sakit ya? Udah bubar kok bandnya dijelek-jelekin? Pake bawa-bawa manajemen lagi!

Foto tersebut baru diunggah beberapa jam, namun sudah banyak sekali komentar pedas yang menanggapi tentang foto itu.

asemketek: Giliran udah bubar dijelek-jelekin, busuk banget nggak tuh?

anonim26: Kok murah banget sih kayak cabe gocengan?

amelcantik: Emang sengaja kali pengen Boni masuk rumah sakit.
Kesenengan tuh. Terus jelek-jelekin temen lamanya. Kan pengennya hitz sendirian.

dina: Padahal suka banget sama karya-karyanya Ara, apalagi sama suaranya. Tapi kok makin lama makin cari sensasi ya?

test123: Sebenernya Frappucino itu bagus banget. Tapi coba lebih selektif milih vokalis, pasti sampe sekarang masih bertahan. Buat apa suara bagus tapi hati busuk, say?

kecoaterbang: Hah? Gimana gimana?

serviceacmurah: Waduh lagi panas-panasnya nih. Butuh suasana dingin? Hubungi kami ya!

yangaus.id: Mampir ke lapak kita, yuk! Lagi diskon 15% loh. Minumlah, karena bergosip itu butuh tenaga ekstra!

vienadina: Semangat Ara, gue tau lo ga seburuk yang mereka kira. Semangat, gue yakin Frappucino pasti bakalan balik lagi. Miss your voice!

Ara menghela napas berat lalu berpikir. Mengapa gosip-gosip itu seakan sengaja disebarkan? Jika memang iya, siapa yang sengaja menyebarkan gosip itu dan untuk apa?

Ara sama sekali tak ada niatan untuk mencelakai Boni, apalagi berbahagia diatas apa yang dialami Boni. Sesungguhnya Ara masih rindu berada diatas panggung bersama Frappucino, namun Ara sadar itu hanyalah angan-angannya yang tak akan pernah terjadi lagi.

Suara pintu kamar Ara yang terketuk membuyarkan lamunannya. “Ra, ini Mama!”

“Masuk aja, Ma!” teriak Ara dari dalam.

Alea pun memasuki kamar putrinya. Ara menatap Mamanya. “Kenapa, Ma?”

“Kamu dicariin sama Om Reynand di depan,” jawab Alea.

Ara mengerutkan dahinya. “Om Reynand di depan?”

Mamanya mengangguk. “Iya, katanya mau ketemu sama kamu.”

Ara menghela napas sejenak lalu mengangguk dan keluar dari kamarnya untuk menemui Om Reynand—adik papanya yang dahulunya adalah manajer dari Frappucino.

“Om.” Ara mencium punggung tangan pamannya. Namun sorot matanya menatap Ara begitu tajam. Seakan ada emosi dan amarah yang begitu dalam disana.

“Kamu nggak ada cape-capenya bikin masalah ya?” tanya Reynand dengan sorot mata yang masih tajam.

“Mau apalagi sih kamu, Ra?”

“Bisa nggak kalo mau cari sensasi nggak usah bawa-bawa Frappucino?

“Nggak usah jelek-jelekin Frappucino!”

“Apalagi bawa-bawa Boni. Kamu sengaja bikin gosip itu? Atau kamu emang seneng liat Boni kecelakaan?” bentak Reynand.

“Kamu bisa mikir nggak sih kalo yang kena dampaknya itu banyak. Banyak yang jadi nggak percaya sama management saya karena kamu yang selalu cari sensasi!”

“Kamu itu bisa mikir nggak sih?” bentak Reynand lagi. Kepala Ara terasa begitu penuh, mengapa Ara? Mengapa Ara yang harus disalahkan?

“Ara sama sekali nggak pernah bikin gosip apalagi sensasi kayak gitu, Om.”

“Masih mau ngelak kamu?” bentak Reynand seraya berdiri menghampiri Ara.

Namun sosok Papa Ara yang baru saja pulang menatap keributan itu lalu menghampiri adik dan gadis kecilnya.

“Rey, lo apaan sih?”

“Maksud lo apa bentak-bentak anak gue kayak gitu?”

“Rev, gara-gara anak lo banyak yang batalin kerja sama dan kontrak sama manajemen gue!”

Papa Ara menggelengkan kepalanya. “Rey, kita bukan anak kecil lagi kali. Bukan remaja yang apa-apa harus diselesaiin pake otot.”

“Bisa ‘kan diomongin baik-baik?”

“Bisa ‘kan diomongin pake kepala dingin?” tanya Papa Ara yang kini berdiri di samping Ara.

“Lo tuh keseringan manjain dia, Rev. Keseringan belain dia makanya dia nggak pernah bisa ngotak!”

“Kalo kamu mau solo karir ya silahkan solo karir! Tapi nggak usah kebanyakan cari sensasi!”

“Rey,” lerai Papa Ara dengan suara dingin.

Ara menghela napas berat seraya menatap Revo. “Udahlah, Pa. Mau digimanain juga mungkin keliatannya Ara yang salah.”

Ara mengalihkan pandangannya kearah Reynand. “Ara minta maaf, Om kalo misalnya gosip yang beredar ngerugiin Om. Tapi Ara nggak pernah sekalipun ngejelekin Frappucino, jelek-jelekin nama baik manajemen, ataupun sengaja mau ngancurin Frappucino.”

“Ra, Papa percaya sama kamu. Jangan mau disalahin kalo kamu emang nggak salah!”

Ara memejamkan matanya sejenak. “Emang Ara harus apa?”

“Ara capek, Pa.”

Ara bergegas kembali menuju kamarnya. Menyakitkan bukan ketika kau tak pernah didengarkan?

Ketika kau tak salah namun selalu disalahkan?

Ketika tak ada yang percaya lagi dengan apapun yang kau katakan.

Ara mungkin tak pernah terlihat selemah ini sebelumnya. Namun ia sudah lelah dengan semua gosip yang menerpanya.

Siapa yang menyebarkan chat palsu itu dan sengaja ingin menghancurkan Ara dan Frappucino? Lalu apa alasan ia melakukannya?

TBC

Author Note:
Mulut netizen emang suka tajem banget ya? Terus kira-kira yang sengaja nyebarin gosip itu siapa ya? Dan buat apa? Thanks for reading ❤

Alya Ranti

Continue Reading

You'll Also Like

90.1K 2.4K 77
lihat trailer cerita ini ya di part 1 dan part 38. Kisah ini beda dari yg lain, kisah ini bukan hanya tentang cinta dan beberapa konfliknya, namun ju...
3M 255K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
3.4M 291K 60
[TERSEDIA DI TOKO BUKU] 📛WARNING!! BACA CERITA INI BISA MENIMBULKAN KEGESERAN OTAK. SEGALA KETIDAKWARASAN YANG TERJADI DI LUAR TANGGUNG JAWAB AUTHOR...
3.6M 289K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...