Backstreet Of Badboy (COMPLET...

By sithaiteaaa

360K 17.8K 21.9K

[BEBERAPA PART DIPRIVAT FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Akibat masa lalunya yang kelam membuat cewek dingin, cantik... More

Chapter 1
T O K O H
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43 [REVISI]
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47 [REVISI]
Chapter 48 [REVISI]
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51 [REVISI]
Chapter 52 [REVISI]
Chapter 53 [REVISI]
Chapter 54 [REVISI]
Chapter 55 [REVISI]
Chapter 56
Chapter 57 [REVISI]
Chapter 58 [END]
EXTRA PART
EXTRA PART II
EXTRA PART III

Chapter 19

4.8K 250 659
By sithaiteaaa

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian (◕‿◕✿)


Happy Reading...

Ada pelangi setelah badai•

Matahari terbit dari ufuk timur siap menerangi dunia, burung berkicau menemani kesunyian pagi, udara dingin membuat seseorang tidak ingin meninggalkan kasur nya. Jarum jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh tetapi orang itu terhanyut dalam mimpinya.

Kejadian semalam selalu berputar di otaknya.

Rena mengeleng-gelengkan kepala melihat wajah polos anaknya tidur dengan nyeyak. Sepertinya sifat susah bangun Nathan menurun kepada anaknya.

"Mel, ayo bangun udah jam berapa ini?!" Rena menarik selimut yang menutupi wajah anaknya.

Amel bergumam kecil lalu membelakangi tubuh bundanya.

"Kamu mau bangun sekarang atau bunda siram!?" dari nada nya Amel bisa menyimpulkan jika yang dibicarakan Rena tidak main-main.

Mau tak mau Amel membuka matanya dengan susah payah. Entahlah, seperti ada lem di matanya, hihi. Dengan langkah gontai Amel menjalankan kakinya menuju kamar mandi.

"CEPAT MANDINYA! BUNDA TUNGGU KAMU DIBAWAH!" teriak Rena.

"Iya, bun" jawab Amel dengan suara parau.

Sekitar lima belas bersiap-siap, cewek itu menuruni tangga dari sana ia melihat semuanya sudah berkumpul di meja makan. Sedari tadi Varo terus menggeruntu karna cacing diperutnya sudah meneriaki meminta jatah.

"Ck, mana sih! Ini anak belum nongol juga," gumam Varo kesal.

"Sabar, Var. Paling bentar lagi adik kamu dateng" ucap Rena.

"Nah tuh dia!" sontak semuanya menoleh kearah yang di maksud Amel.

"Lama banget sih lo?!" kesel Varo saat Amel duduk di sampingnya.

Amel menyatukan alisnya. "Apaan sih lo!"

"Lo tau gak? Cacing di perut gue udah meronta-ronta" cerocos Varo alay.

"Udah, Varo, Amel. Ayo! Kita sarapan" ajak Rena seraya mengoleskan selai coklat kesukaan Amel.

"Makasih, Bun"

Hening. Semuanya sibuk dengan makanannya masing-masing, Amel tersenyum mengingat kejadian kemarin melekat di otak nya. Amel tidak pernah bayangkan mendapat kejutan seperti itu. Devan memang romantis, meskipun sederhana membuatnya bahagia.

Devan Aditama

Aku enggak bisa jemput, by. Maaf.

Amel mengerucutkan bibirnya, padahal ia ingin menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Entah apa membuat Devan membatalkan ini mendadak.

Oh, yaudah gpp aku ngerti kok

Makasih sayang, i miss you so bad❤

Amel tidak membalas, entah mengapa mood nya berubah drastis. Tetapi ia tidak boleh negatif thingking dahulu bisa saja yang dikatakan kekasihnya benar jika ia memang sedang ada urusan. 

"Ngapa lo mukanya di tekuk gitu! Udah jelek makin jelek!" ejek Varo.

Amel refleks memukul kepala Varo sedikit keras. "Diem lo!"

"Galak lo kaya Bonnie"ucap Varo seraya mengusap lenganya.

Bonnie anjing tetangga mereka yang terkenal galak dan liar. Waktu pulang dari kampus Varo pernah menjahilinya, ia melempari kandangnya dengan batu alhasil anjing itu mengonggong dan mengejar sang pelaku. Ternyata nasib buruk menimpah Varo, gerbang rumah itu tidak dikunci rapat Varo berlari ketakuatan. Varo nekat memanjat pohon mangga untuk menghindar, namun anjing itu terus mengikutinya sampai akhirnya ranting pohon itu patah dirinya jatuh tepat didepan anjing itu. Varo berteriak meminta tolong dan tak ada satu pun yang menolong dirinya, alhasil ia terkena luka dibagian kakinya.

Amel tertawa terbahak-bahak ketika mengingat kejadian itu. "Untung aja lo rabies" 

Varo mendengus kesal, harga dirinya sebagai seorang playboy terinjak-injak. Malu ketika ia mengingat akan hal itu. "Puas?!"

"Amel, udah kamu jangan godain kakak kamu terus kasian tuh mukanya udah merah" goda Nathan.

Varo menatap jengkel keduanya. Nathan bercanda seperti ini, menurut Amel Nathan bukan sekedar ayah untuknya tetapi menjadi teman ngobrol yang baik.

"Makanya bang jangan suka jahil, nanti kena batunya" tutur Nathan.

"Ish, ayah bukanya belain abang" 

"Wah, Mah! Ada yang minta dibelain tuh" seru Nathan.

Rena menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Nathan dan Varo yang seperti adik dan kakak. Sifat ABG dalam diri Nathan belum hilang rupanya.

"O iya! Bulan depan Ayah dan Bunda ada rencana buat liburan ke bali" ucap Nathan 

Mata Amel berbinar-binar mendengar ucapan sang ayah, dari dulu Amel excited yang berhubungan dengan pantai. Ia memang sangat suka dengan pantai.

"Duh! Kenapa gak keluar negeri aja sih?!" gerutu Varo.

"Sayang, bunda sama ayah enggak ada waktu buat kesana" ucap Rena memberi pengertian pada anak sulung nya.

"Tahun depan kita kesana ya" ucapan Nathan membuat mata Varo membulat sempurna.

"Beneran, yah?" tanya Varo senang.

"Iya, beneran" jawab Nathan.

"Alah! Lo seneng kan, bisa liat bule yang pake baju bikini di sana" ucap Amel frontal.

Varo menjitak kepala Amel cukup keras membuat si empunya meringis.

"Lo tuh kalo ngomong suka bener" setelah mengucapkan itu Varo tertawa terbahak-bahak. Nathan, Rena dan Amel saling menatap satu sama lain. Benar-benar sudah gila Varo ini.

"Bun, kayanya bang Varo kehabisan obat" kikik Amel.

"Hust! Kamu nih" tegur Rena.

Suara Varo terhenti saat mereka mendengar klakson. Amel menyerngit bingung, bukan kah Devan tidak bisa mengantarnya pagi ini?

"Sayang, kamu buka ya. Siapa tau Devan" ucap Rena yang diangguki Amel.

"Amel sekalian berangkat ya, Bun" Amel mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Var, kapan kamu bawa calon istri kesini" tanya Nathan. Ralat, lebih tepatnya menggoda Varo.

Varo mendengus. "Ayah tenang aja, Varo udah bikin sayembara di kampus" ucap Varo sepenuhnya jujur.

"Sayembara?"

"Jadi, nanti pemenangnya jadi pacar Varo selama sebulan. Dan....kalo dalam waktu sebulan 'dia' bikin Varo jatuh hati sama 'dia' maka waktunya akan di perpanjang"

Ada yang ngerti dengan penjelasan Varo? Ah! Sepertinya tidak.

"Kamu tuh ya! Ada-ada aja tau gak" Rena mengacak-acak rambut Varo dengan gemas.

"Ayah, memang minta kamu bawa calon istri kamu kesini. Tapi bukan itu caranya, "

Varo terdiam sejenak kembali berbicara. "Banyak sih cewek yang mau sama Varo. Tapi..... Gak ada yang tertarik di hati Varo"

"Coba kamu fokus sama satu cewek. Yang menurut kamu unik dan beda dari yang lain. Var, ayah yakin kalo kamu cuma fokus sama cewek itu. Sttt...inget jangan pernah di mainin ya."

"Ayah curhat?"

Nathan memukul lengan Varo agak keras. "Kamu ini! Ayah kasih tau yang bener, malah kaya gini"

"Kanapa jadi berantem gini sih?!"

~~BOB~~

Amel menyergit bingung kala melihat mang Maman berbicara dengan seorang pengendara bermotor. Bukankah Devan tidak bisa mengantarnya, pikir Amel. Tak mau ambil pusing ia pun mendekat ke arah keduanya.

"Devan!"

Tubuh cowok itu sedikit terhanyut saat tubuh mungil Amel menerjang tubuhnya. Ia tersenyum sambil mengelus punggung gadisnya dengan sayang.

"Aku kira kamu beneran gak dateng" Amel memasang wajah cemberut.

Devan mencubit pipi Amel gemas. "Mana mungkin aku ingkarr janji"

"Terus, kenapa kamu chat kaya tadi"

Devan terkekeh. "Kamu sedih aku ingkar janji ya"

Amel menangguk sambil mempererat pelukannya. Devan mengencup pucuk kepala gadisnya, sikap manja Amel membuatnya rasa sayangnya tidak menyurut.

"Aku lebih suka kamu seperti ini, Mel"

"Maksud kamu?"

"Kamu lebih manja..." bisiknya.

Amel menyembunyikan wajahnya di dada bidang Devan. Ia yakin pipinya memanas saat ini. Devan selalu bisa membuat pipinya memerah, entah bagaimana caranya.

"Kamu tetap cantik walaupun blushing gini"

Melihat keromantisan remaja didepannya mang Maman permisi untuk melanjutkan pekerjaanya yang tertunda. Tangannya terulur merapikan jambul kekasihnya yang sedikit berantakan setelah itu Devan melajukan motornya kecepatan tinggi, karna waktu semakin berjalan sebenarnya ia tidak masalah jika telat, tetapi tidak untuk Amel.

Semua murid mengalihkan perhatian pada motor yang baru saja memasuki halaman sekolah. Ya, siapa lagi kalau Devan ditambah kehadiran seorang cewek dibelakang nya.

Amel merasa risih dengan padangan sinis mereka kepadanya. Seolah tidak suka dengan kehadiran nya. Devan? Cowok itu terlihat biasa bahkan bisa dikatakan se-santai mungkin.

Terdengar helaan nafas bukan Devan, melainkan Amel. Ia merasa seorang menggengam tangannya dengan erat dan itu cukup ampuh untuknya.

Dasar gak tau diri!

Sok cantik! Semua cowok di dekatin

Dasar cewek penganggu

Cewek murahan!

Pergi lo! Gak pantes lo sekolah disini!

Devan gk pentes punya cewek kaya lo!

Begitulah hinaan yang ditujukan mereka pada dirinya. Ia sendiri bingung mengapa semua orang membenci dirinya tanpa alasan.

"Don't listen to their words, baby"

Amel tersenyum tipis, gengaman tangan Devan semakin mengeratkan seolah tidak akan ia lepaskan sampai kapanpun. Sesampainya depan kelas gadisnya, Devan mengecup keningnya lama lalu merangkup wajah gadisnya.

"Semuanya akan baik-baik saja"

"... aku gak akan biarkan mereka semua nyakitin kamu"

Amel tersenyum kecil lalu berkata, "Makasih, Dev"

"Sttt...ini semua udah kewajiban aku buat jagain kamu" Devan membelai pipi Amel dengan lembut.

Air mata gadis itu jatuh, ia tidak menyangka mendapatkan lelaki sebaik Devan. Lelaki yang selalu menyayanginya, salalu menjaganya, selalu mencintainya sampai kapanpun.

'Ya tuhan, terimakasih untuk semuanya'

Devan menghapus air mata yang membasahi pipi mulus gadisnya. Devan tidak sanggup melihat gadis yang ia cintai mengeluarkan air mata. Lalu mengecup kelopak mata gadisnya dengan sayang.

"Aku ke kelas ya" Amel mengangguk.

Amel memberhentikan langkahnya saat seorang memanggil namanya. "Kenapa?" ia menoleh.

Farah menarik nafasnya lalu berkata, "Itu....anu..."

"Apaan sih?!"

"Mading"

Amel mengernyit. "Mading?"

Cewek itu tidak menjawab, ia menarik tangan Amel untuk mengikutinya. Keduanya menerobos kerumunan siswa berdiri di depan mading. Tatapan rendah mereka kepada Amel. Matanya membulat sempurna, ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Air matanya menetes dengan kasar merobek semua foto yang terpasang di mading. Foto yang membuat luka menganga lebar, kejadian malam itu kembali berputar di kepalanya.

"Argh!!!!!!!!" Amel memegangi kepalanya yang terasa sakit.

Kejadian beberapa tahun lalu kini kembali berputar di otaknya layaknya kaset rusak. Sudah bertahun-tahun dirinya mencoba melupakan itu semua Dan sekarang kembali terekam kembali.

Semua murid yang berada di sana menatap Amel aneh. Bingung? Tentu saja.

Citra menarik lengan Farah sedikit menjauh. "Lo kenapa bawa Amel kesini hah!?"

Farah tidak menjawab, melihat Amel yang memengangi kepalanya dan sesekali cewek itu berteriak kesakitan. "Dia pentes dapetin itu"

'Karna dia udah ngerebut Devan dari gue'

Citra mengernyit bingung. "Maksud lo! Apaan!?"

Farah tersenyum sinis lalu melenggang pergi meninggalkan Citra tanpa mengatakan apapun.

"Devan!"

Cowok itu melirik Alan sekilas. "Apaan?"

"Anu...." Alan menggaruk tengkuknya. Ia bingung bagaimana menyampaikan ini.

"Bisa gak langsung ke intinya aja" Devan menatap Alan kesal. Menurutnya, Alan terlalu bertele-tele.

"Itu di mading ad—"

"Devan!! Amel,"

Sontak keduanya menoleh, menatap siswa seumuran dengan mereka. Wajah siswa itu terlihat panik membuat Devan ikut panik.

"A-amel, dia deket madi—"

"Argh!!!!"

Devan mengenali suara itu.

Amel?

Cowok itu berlari kearah sumber suara. Dari jauh melihat semua siswa mengerumuni gadisnya. Ia memeluk Amel sangat erat, sangat-sangat erat. Devan menatap tajam siswa masih berdiri tanpa melakukan apapun. Mendapatkan tatapan seperti itu mereka semua mengurungkan diri.

"Dev..."

"Hmm?"

"F-foto itu—"

"Stt...aku gak mau kamu bahas tentang ini" Devan merangkup wajah gadisnya.

Amel menatap Devan sendu. "A-aku gak tau harus gimana....mereka udah liat foto itu. A-aku....malu, Dev" lirihnya.

Devan menggeleng. "Gak ada yang harus di salahkan dari diri kamu. Ini semua kelakuan cowok brengsek itu!"

'Aku janji akan buat dia merasakan apa yang kamu rasakan'

Devan mengepalkan tanganya. Ia bersumpah menghabisi seorang yang menyebarkan foto itu. Devan tidak akan membiarkan orang itu menggangu hubunganya dengan gadisnya. Terutama gadisnya.

"Hei! Jangan pejamkan mata kamu. Look at me, please!" Devan menepuk pipi Amel yang ingin memejamkan matanya.

"Kepala aku rasanya sakit sekali"

Devan membopong tubuh mungil gadisnya dan membawa ke UKS. Amel butuh istirahat untuk menghilangkan traumanya. Devan meletakan tubuh gadisnya dengan hati-hati, ia meminta bu Nindy selaku kepala UKS untuk menjaga Amel setidaknya sampai ia kembali. Setelah mendapat persetujuan bu Nindy, Devan berjalan dengan tergesa-gesa. Saat ini ia sedang berada di ruang CCTV sekolah, kebetulan mading itu berada di dekat ruang kepala sekolah jadi memudahkanya untuk mendapatkan bukti. Rahang nya mengeras saat melihat kejadian demi kejadian yang terulang di rekaman CCTV itu. Apalagi orang itu yang sangat ia kenali. 

Bugh!!

Prang!!

Nafasnya terengah-engah, darah mengalir dari jari-jari tanganya. Cowok itu memukul kaca hingga hancur berkeping-keping. Petugas menatapnya takut lantaran kejadian barusan diluar dugaanya. Devan berubah menjadi dingin saat ia marah dan tatapan intimidasi membuat siapapun dibuat takut olehnya. 

"Demi apapun dia harus bertanggung jawab semua ini"

Setelah mengatakan itu, Devan melenggang pergi. Petugas disana bisa bernafas lega, setidaknya mereka tidak menjadi bahan untuk melampiaskan emosinya.

"Devan terlihat marah sekali" ucap salah satu dari mereka.

"Harusnya kita bersyukur, masih dalam keadaan tidak terluka"

"Sudahlah, lebih baik kita bersihkan serpihan kaca itu"

~~BOB~~

"Kira-kira siapa yang menyebarkan foto itu?" tanya Farah.

Ardan berada disampinya hanya terdiam. Tentu saja ia tahu pelakunya, tetapi ia lebih memilih untuk diam. Karna ia punya rencana lain untuk mendapatkan Amel, jujur saja melihat cewek itu tersiksa seperti tadi. Ardan sebagai sahabat terdekat Devan tentu saja tahu apa yang terjadi dimasa lalu. Ia tidak pantas untuk membukanya, biarlah waktu yang menjawab semuanya.

Takdir tidak ada yang tahu, bukan?

Kita sebagai manusia hanya bisa melakukan yang terbaik dan kita tidak bisa melawan apalagi menentang ketentuan takdir. 

"Kok lo diam sih?" Farah menatap Ardan kesal.

Terdengar helahan nafas dari cowok itu. Ia mengusap wajahnya kasar lalu menatap Farah.

"Kita udahin semuanya, Far"

"Gak bisa gini! Kita udah mulai sampai sejauh ini!"

"Harusnya dari awal gue gak ikut semua rencana lo, Far"

"Gue gak mau tau. Apapun yang terjadi nanti,gue gak peduli!" Setelah mengatakan itu, Farah melenggang pergi. Ia marah, sangat marah Farah tidak ingin menyiayiakan kesempatan didepan matanya.

'Apa yang harus gue lakuin'

Citra berjalan santai melewati koridor dengan earphone di telinganya. Keadaan koridor cukup sepi mungkin karna semua siswa sedang berada dikelasnya. Saat berbelok kiri, seseorang mengagetkan dirinya. Citra mengusap dadanya dan menatap kesal orang itu. 

"Lo tuh ya!" Citra memukul kepala Alan mengunakan buku yang ia pegang.

"Aw! Galak banget sih lo"

"Bodo" Citra memalingkan wajahnya.

"Yaelah, gitu aja ngambek. Dasar baperan" cibir Alan

Citra melotot "Apa lo bilang?!"

"Lo cantik..." bisik Alan.

Citra merasakan pipinya mamanas, entah sejak kapan ia merasakan seperti ini.

"Cie, bullshing" Alan menoel-noel pipi Citra.

Refleks, Citra memengangi kedua pipinya. Ia merasa malu karna ketahuan oleh Alan, berjalan cepat meninggalkan Alan yang tersenyum geli.

"Gue tunggu lo di parkiran" teriak Alan.

'Lucu juga kalo lagi bullshing'

Seorang gadis bersenandung ria, senyum merkah terpancar di bibir manisnya. Sepertinya, hari ini ialah hari yang paling membahagiakan untuknya. Ia belum pernah sebahagia ini sebelumnya, kejadian masa lalu meskipun saat itu dirinya tidak berada di indonesia tetapi ia mempunyai berapa orang kepercayaan yang memberitahunya tentang kejadian apa saja yang ada di masa lalu.

Melupakan? Tentu saja tidak, ia masih mencintai Devan sampai saat ini.

Tiba-tiba seseorang mengcengkram lengannya kasar, rintihan yang keluar dari mulut cewek itu tidak ia dengarkan.

"Aw! S..akit!"

Devan mendorong tubuhnya dengan kasar. "Apa yang lo lakuin!?" tanyanya dingin.

"M-maksud kamu?"

Cowok itu tertawa remeh. "Masih nanya, kesalahan lo apa hah?"

Melihat tatapan Devan menjadi dingin, seketika nyalinya menciut. Ia takut, sungguh takut.

"A-aku....nggak ngerti"

Devan berdecih lalu mencengkeram lehernya membuat sulit bernafas. "Lo 'kan yang nyebarin foto itu?!"

"F-foto? Foto...apa?

"Rencana apa yang lo buat!? Cepat katakan! " bantak Devan.

Mau tidak mau Olivia mulai msnceritakan semuanya. Dengan sangat terpaksa. Jika saja Devan tidak memaksanya, mungkin saat ini dirinya sudah menjalankan rencana Selanjutny. Sial! Devan membuat semuanya menjadi gagal, sepertinya ia harus membuat rencana baru. Yang lebih nekat pastinya.

'Gue pasti-in lo bakal mati di tangan gue'

Mendengar itu tentu saja Devan sangat marah. Tidak ada yang boleh menyakiti gadisnya. Devan bersumpah akan membunuh siapa saja yang berani masuk ke dalam hubungan mereka. Devan paling tidak suka jika ada yang menggangu hubungan nya dengan gadisnya. Sudah cukup masa lalu membuat semuanya menjadi kacau. Dan tidak boleh terulang di masa depan.

"Enggak ada yang boleh menyakiti Amel!"

"....kecuali lo udah bosen hidup!"

"Emang kamu berani?" ucap Olivia dengan nada menantang.

Devan mengeratkan cengkraman di leher cewek itu. Bekas bertanda merah terlihat di bagian lehernya. Ia tidak boleh takut dengan gertakan semata. Menurutnya, semua hanyalah omong kosong. Selama ini Devan belum terkena reputasi buruk soal pasangan. Devan selalu memperlakukan mereka layaknya tuan putri. Sama sepertinya....tapi....itu dulu.

"Kali ini gue gak main-main dengan ucapan gue"

"Lo udah mengusik kehidupan Amel, gue enggak segan-segan habisi lo dengan tangan gue sendiri!"

"Dan gue pasti-in lo bakal jatuh ke tangan gue lagi" balas Olivia lantang.

"Jangan bermimpi! Itu tidak akan terjadi! "

"O iya! Kita lihat nanti" Olivia melenggang pergi meninggalkan Devan yang terdiam dengan seribu pertanyaan di benaknya.

'Aku bersumpah! Membunuh orang itu'

~~BOB~~

Sinar fajar sedikit Demi sedikit menghilang di permukaan bumi kini di gantikan oleh terangnya malam. Cahaya bulan dan kerlap-kerlip bintang menemani kesunyian malam. Ruangan gelap hanya sedikit cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui cela-cela jendela.

Sesorang duduk sambil memeluk kedua kakinya, keadaan jauh dari kata baik, matanya sembab, tubuhnya kian mengurus. Sudah 2 hari keadaanya seperti ini. Mengurung diri. Rena, bundanya menangis setiap kali melihat keadaan anak bungsunya.

Doa selalu ia panjatkan demi kesembuhan anaknya. Banyak yang menyarankan membawa Amel kepada psikiater namun Rena menolak keras karna ia yakin Amel bisa sembuh tanpa bantuan psikiater.

Terdengar suara pintu di buka secara perlahan, samar-samar terdengar langkah kaki kian mendekat. Amel diam membisu dengan pandangan kosong, wajahnya pucat pasi. Benar-benar kacau.

Devan menarik tubuh mungil Amel ke dalam pelukannya. Mendengar keadaan kekasihnya Devan tidak pernah meninggalkan nya walaupun hanya sedetik. Devan merasakan sakit yang teramat dalam melihat kondisi Amel seperti sini.

"Dev..."

Devan mengecup pucuk kepala Amel. "Aku di sini, sayang"

Perlahan Amel membalas pelukannya tak kalah erat. Isak tangis pecah dalam pelukan kekasihnya. Devan meneteskan air mata. Sungguh, ia tidak sanggup melihat keadaan gadisnya seperti ini. Devan merasakan ikut apa yang di rasakan gadisnya.

"Jangan seperti ini, sayang. Aku enggak mau kamu berlarut-larut dalam kesedihan" Devan mengelus kepala Amel.

"....kamu harus tunjukkin ke mereka bahwa kamu jauh lebih baik dari pada mereka"

"A-aku...takut kejadian....itu kembali terulang"

Devan menggeleng kuat, "Enggak akan aku biarkan itu terjadi"

Amel mengurai pelukannya. "Kamu janji?" menatap Devan penuh harap.

"Aku janji, sayang" Devan mengecup kening Amel.

"Sekarang kamu makan yaa" ucap Devan yang mendapat gelengan Amel.

"Kenapa hm?" Devan membelai pipi gadisnya lembut.

"Aku enggak—ahhhh" Amel memekik saat tubuhnya di bopong bridel style oleh Devan yang membawanya menuju ruang makan.

•••

•To be continued✨❤

3000++ word panjang gak nih.

Gaje banget ceritanya, fix.

Duh Devan suka banget ya, jahilin Amel wkkw:v

Ada yang kangen sama mereka?

Semoga mereka terus bahagia ya!

Jangan lupa tanda Bintang!!!

Gimana? Next?

Ramaikan comment!!!

See you💛✨

Tbc❤

Melvan

Continue Reading

You'll Also Like

12.9K 1.5K 45
⚠BANYAK MENGANDUNG KATA-KATA KASAR, HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN⚠ Cowok cuek VS Cewek culun, kira-kira siapa yang menang?? SELAMAT MEMBACA!!🤗 Start :...
Angkasa ✔2 By cici

Teen Fiction

37.2K 2.4K 49
Sequel of adkel vs kakel "Arga itu sempurna. Ganteng, Pinter, Populer, Anak orang kaya, sayang orang tua, jagoan lagi! Gimana gue gak jatuh cinta cob...
129K 4.4K 48
ᴡᴀᴊɪʙ ꜰᴏʟʟᴏᴡ ꜱᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ ᴛᴇᴇɴꜰɪᴄᴛɪᴏɴ. -- Memiliki prinsip, menikah sekali seumur hidup. Ia akan mempertahankan apa yang berhak ia pertahankan. Namun...
45.8K 1.9K 41
Tuhan, kumohon kembalikan dia ke dalam pelukan ku -Arka Vagerio Smith Tuhan, mengapa ini terjadi padaku? -Geby Kenzya Anatasya PLAGIAT MENJAUH❗ MAAF...