Have a Nice Dream [Completed]

By alyaranti

3.3M 241K 27.8K

#2 in Teenfiction [29/12/2020] "Lo tau nggak gimana rasanya ditinggal waktu lagi sayang-sayangnya?" "Rasanya... More

PROLOG
[1] First Met
[2] Meet Again
[3] Getting You
[4] Issues
[5] Weird
[6] Pacar?
[7] Hilang
[8] Her Feelings
[9] Curious
[10] Her Eyes
[11] Comfort
[12] Melted
[14] Terjebak
[15] For You
[16] Another Feelings
[17] Looking at Stars
[18] About Sirius
[19] First Love
[20] Am I Fall in Love?
[21] Am I Wrong?
[22] 180 Degrees
[23] Broken Pieces
[24] Clarity
[25] Hurt Issue
[26] Unpredictable Things
[27] Deep Inside
[28] Big Question
[29] Indescribable Day
[30] A Mess
[31] Tenang
[32] More Curious
[33] Misi Selanjutnya
[34] Terungkap
[35] Unexpected
[36] Is He Okay?
[37] The Story of a Raindrop
[38] Under the Stars
[39] About Rapunzel
[40] Espresso
[41] Deeply Hurt
[42] Tahu Diri
[43] About Hurt
[44] Last Time
[45] About The Feelings
[46] Lost in Stars
[47] Broken Rain
[48] Bitter Reality
[49] Bittersweet Memories
[50] Letting Go
[51] Last Words
EPILOG
Extra Chapter
Question and Answer
Broken Memories
An Information
Official Trailer Film The Other Side

[13] Sweet Question

54.3K 3.9K 476
By alyaranti

“Yang perhatian aja belom tentu suka. Yang peduli aja belom tentu sayang. Gimana lo yang cuma disenyumin?”

Keesokan harinya, Ara harus menjalani kesehariannya seperti anak kelas dua SMA pada umumnya.

Ara berjalan di depan koridor sekolah dengan headphone yang ia kenakan sehingga ia tak memerhatikan lingkungan sekitarnya. “Ara!”

“Ra, awas!” teriak seseorang dari jauh lalu segera berlari cepat dan berdiri menghadang Ara. Siapa lagi sosok itu jika bukan Ravin? Lelaki paling aneh dan menyebalkan yang pernah Ara temui.

Ara mengerutkan dahinya. Mau apa lagi lelaki itu? Ara melepas headphone-nya lalu mengalihkan pandangannya kearah Ravin.

Pluk.

Bersamaan dengan sosok itu berdiri di depan Ara, sebuah kaleng minuman terlempar tepat mengenai dahi Ravin.

“Aduh!” Ravin mengusap dahinya sendiri yang tampak memerah karena lemparan kaleng tersebut.

Ravin mengamati Ara secara cermat, ia mengamati wajah Ara seakan tengah meneliti sesuatu. “Ra, Ara nggak papa ‘kan?”

“Ara baik-baik aja, ‘kan?”

“Apaan sih lo, lebay deh!”

Ara tetap Ara dengan sikap juteknya yang menggemaskan. Tetapi mengapa kemarin Ara tersenyum hangat pada Ravin? Lalu kini Ara bersikap seperti biasanya lagi.

Sebenarnya, apa yang Ara rasakan untuk Ravin?

“Bukan lebay, Ra. Ini menyangkut keselamatan Ara. Kalo kepala Ara kenapa-napa gimana?”

“Mau gue kena kaleng itu juga gue nggak bakal gila kayak lo!”

Ravin membulatkan matanya kearah sosok yang melemparkan minuman kaleng tersebut. Jika dilihat dari penampilannya, lelaki itu pasti adik kelas. Ia menatap Ravin dengan tatapan takut. “Maaf, Kak.”

“Saya nggak sengaja ngelempar kaleng itu.”

Ravin masih membulatkan matanya seraya mengangkat wajahnya tinggi-tinggi. “Nggak sengaja, nggak sengaja!”

“Mata lo kotok apa ileran sih?”

“Coba aja kalo kaleng itu kena bidadari tak bersayap gue. Lo mau tanggung jawab?” sentak Ravin.

Ia masih menatap Ravin dengan tatapan takut. “Saya beneran nggak sengaja, Kak.”

“Yaudah, kali ini lo gue maafin. Tapi kalo sekali lagi lo hampir nyakitin Ara lagi. Lo cari gara-gara sama gue!”

“Iya maaf, Kak.” Ia mengangguk takut lalu segera pergi meninggalkan koridor itu.

Ravin melipat kedua tangannya di dada seraya menaikkan satu alisnya dengan bangga. “Untung aja kaleng itu nggak kena Ara.”

“Pasti itu karena Babang Ravin yang keren ada disini.”

“Iya nggak, Ra?” tanya Ravin lalu menoleh ke belakang. Tetapi ternyata tak ada Ara di belakangnya, mata Ravin mencari sosok itu. Ternyata kini Ara sudah berjalan di depan kelasnya.

“Ara, jangan kebiasaan ninggalin Babang Ravin dong. Ntar Ara kangen loh!” teriak Ravin lalu bergegas berlari mengejar Ara. Namun tiba-tiba seseorang tertawa menatap Ravin.

“Heh kucrut, masih aja sih lo ngejar-ngejar Ara?”

“Padahal Ara aja nggak pernah nanggepin lo, ‘kan?” tanya Aron seraya tertawa menatap tingkah konyol sohibnya itu.

“Lo tau nggak, Ron? Kemaren Ara senyumin gue. Gila nggak, Ron? Ara senyumin gue, Ron!” jawab Ravin dengan penuh semangat.

“Itu tandanya Ara udah jatuh cinta sama gue!”

Aron menghela napas berat. “Yang perhatian aja belom tentu suka. Yang peduli aja belom tentu sayang. Gimana lo yang cuma disenyumin?”

Ravin menggelengkan kepalanya. “Ron, lo tuh nggak ngerti.”

“Senyuman Ara tuh udah kayak senyumannya Squidward tau nggak? Langka!”

“Udah deh, mendingan sebagai sahabat yang baik lo sekarang temenin gue ke kelas Ara.”

Aron menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Mau ngapain sih lo?”

“Mengejar cinta Ara!”

“Semangat!”

“Hiya!” ujar Ravin seraya menaikan satu tangannya lalu berjalan cepat menuju kelas Ara. Aron menggelengkan kepalanya, ia benar-benar sudah tak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya itu.

Namun sesampainya di kelas Ara, Aron terlebih dahulu masuk ke kelas Ara. Sedangkan Ravin tertahan oleh anak kelas Ara yang menagih hutang di depan sana.

Aron duduk di samping Ara. Ia menatap wajah Ara yang tampak sangat murung. “Heh cumi, kenapa lo? Kusut amat muka lo?”

“Ngapain sih lo disini?” tanya Ara ketus. Dilihat dari wajahnya, Ara memang terlihat sedang tidak baik-baik saja.

Aron mengarahkan matanya kearah pintu di depan kelas Ara, sehingga Ara mengikuti arah mata Aron. “Tuh liat pacar lo!”

“Dia minta temenin gue kesini.”

Ara berdecak kesal. “Sembarangan aja lo ngomong!”

“Ya abisnya, dia tuh suka banget sama lo, Ra. Dia nggak pernah ngejar-ngejar cewek sampe segininya,” timpal Aron.

“Kasian, Ra.”

“Gue takutnya lama-lama itu anak jadi gila beneran!”

“Lagian, kenapa sih lo nggak pernah nanggepin Ravin?” tanya Aron penasaran.

“Ya lo pikir aja sendiri.”

Mata Ara kembali menatap Ravin yang ada di depan sana.

“Heh Ravin, ngapain lo ke kelas gue? Disini nggak bakal ada yang mau ngutangin lo lagi!”

“Tau, bayar utang lo dulu baru lo boleh masuk kelas gue!”

“Ngutang doang lo, giliran ditagih lo nggak bayar!”

Ravin menghela napas. “Ya gimana gue mau bayar kalo lo aja nagihnya pas gue lagi berak terus pintu toilet lo gedor-gedor!”

“Minggir lo! Ada tugas penting nih!”

Akhirnya Ravin berhasil menerobos mereka lalu mengusir Aron yang semula duduk disamping Ara. “Minggir lo!”

“Yaudah, gue balik,” ujar Aron lalu segera bergegas pergi dari kelas Ara. Ada-ada saja Ravin, dia yang meminta Aron untuk menemaninya. Dia juga yang mengusir Aron.

“Halo Ara,” sapa Ravin seraya tersenyum kearah Ara.

“Mau ngapain lagi sih lo? Hah?” tanya Ara.

Ravin mengeluarkan sesuatu dari kantong belakang celananya. “Babang Ravin dapet titipan dari Rizky. Suratnya sih atas nama Pak Dhirga.”

Iya, Rizky adalah ketua OSIS SMA Melodi dan Pak Dhirga adalah pembina OSIS.

“Kenapa Rizky nggak ngasih langsung ke gue?”

“Ya ‘kan semua orang taunya Babang Ravin pacar Ara,” jawab Ravin seraya mengedipkan satu matanya.

Ara mengambil surat itu dari Ravin lalu membacanya.

Surat itu berisi tentang permohonan sekolah agar Frappucino bersedia untuk mengisi acara pentas sekolah tahun ini.

Ara menghela napas berat lalu meletakkan surat itu diatas meja. “Gue nggak bisa.”

Frappucino udah bubar.”

Iya, Frappucino sudah bubar. Itulah sebabnya mengapa Ara kembali tampak bersedih. Padahal semalam ia sudah tidak memikirkan tentang itu lagi. Namun pesan Galang yang menyebalkan itu benar-benar merusak semuanya.

Galang: Management udah ngelepas kita.

Galang: Frappucino bubar.

Galang: Puas lo, Ra? Puas ngancurin Frappucino?

“Bubar, Ra?”

“Kenapa?” tanya Ravin penasaran.

“Kenapa sih lo peduli banget? Bukan urusan lo, ‘kan?”

Ravin menggelengkan kepalanya. “Ra, berapa kali sih gue bilang kalo urusan lo itu urusan gue juga?”

Ravin menatap Ara dengan tatapan teduhnya. Tatapan Ravin begitu lekat seakan ia tak ingin melepaskan Ara dari tatapannya. “Gue sayang sama lo, Ra. Makanya gue peduli sama lo.”

“Gue ‘kan udah bilang sama lo. Sebanyak apapun orang yang ninggalin lo, gue bakalan tetep disini.”

“Buat lo,” ujar Ravin dengan masih menunjukkan senyuman hangat miliknya itu.

I love you, Ra.

“Would you say the same?” tanya Ravin seraya melekatkan tatapannya kearah Ara sehingga membuat Ara terdiam.

Nada bicara Ravin terdengar sangat serius, tatapan Ravin juga tak menunjukkan jika lelaki itu tengah bercanda. Ia tetap menatap Ara dengan tatapan lekatnya dan menunggu jawaban dari gadis yang ada di depannya.

Apa yang akan Ara katakan? Apakah Ara akan menerima Ravin untuk menjadi pacarnya?

TBC

Author Note:
Kira-kira, Ara bakal bilang apa ya sama Ravin? Oh iya kalo kalian jadi Ara, kalian bakal jawab apa? Thanks for reading

Alya Ranti

Continue Reading

You'll Also Like

117K 6.3K 54
Pengalaman adalah guru yang paling baik. Tentu saja Alena tahu itu. Gadis yang sangat menyukai biola ini pernah gagal dalam menjalin cinta dengan Dam...
6.4M 403K 50
#1-Remaja out of 179K Stories. 28-12-19 "Jika aku mampu mengagumi mu dalam senyap, bisakah kamu membalasnya dalam gaduh?" Awalnya aku sama dengan me...
1.8M 109K 59
[NEW VERSION] Ini kisah tentang mereka Cinta, keluarga, pertemanan, pertikaian sampai menuju kehancuran. Saling berteman semenjak memasuki awal seko...
775K 36.7K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...