Don't Call Me Angel

By verradres

602K 35.6K 31.1K

Angelica Falkner adalah putri dari seorang Menteri Pertahanan Amerika Serikat yang mempunyai dua jati diri ya... More

Prologue
Chapter 1 : Miss A
Chapter 2 : Bodyguard
Chapter 3 : Party
Chapter 4 : Desire
Chapter 5 : Bet Us
Chapter 6 : Give Me A Kiss
Chapter 7 : Hello, My Hero
Chapter 8 : Midnight Memories
Chapter 9 : Don't Touch Her
Chapter 10 : I Care About You
Chapter 11 : Hi Brother
Chapter 12 : Who Is She?
Chapter 13 : The Same Man
Chapter 14 : Broken Angel
Chapter 15 : Angels Don't Cry
Chapter 16 : Bad Karma
Chapter 17 : Angel Effects
Chapter 18 : The Tragedy
Chapter 19 : Just A Game
Chapter 20 : Adore You
Chapter 21 : So Embarrassing
Chapter 22 : Protect Angel
Chapter 23 : Refrain
Chapter 24 : Oh My Angel
Chapter 25 : Dinner Problem
Chapter 26 : Sorry Not Sorry
Chapter 27 : Pervert Boyfriend
Chapter 28 : Falling
Chapter 29 : Other Side
Chapter 30 : Our Breakfast
Chapter 31 : Steal My Girl
Chapter 32 : Boxing Ring
Chapter 33 : Intimate
Chapter 34 : Bad Stage
Chapter 35 : Fashion Show
Chapter 36 : Lipstick Stain
Chapter 37 : A Shot
Chapter 38 : Miss You
Chapter 39 : Struggle
Chapter 40 : Tell A Lie
Chapter 41 : Find Out
Chapter 42 : Dating Ideas
Chapter 43 : I Love You
Chapter 44 : Secret Emotions
Chapter 45 : Call You Mom
Chapter 46 : Lonely
Chapter 47 : Disappointment
Chapter 48 : Us and Rain
Chapter 49 : The Proof
Chapter 50 : Hangover
Chapter 51 : Accidental
Chapter 52 : The Solution
Chapter 53 : Start Up
Chapter 54 : Caught
Chapter 55 : He's Scared
Chapter 56 : Irresistible
Chapter 57 : Unexpected
Chapter 58 : The Sooner
Chapter 59 : Important Dinner
Chapter 60 : The Ring
Chapter 61 : Envelope
Chapter 62 : In Bristol
Chapter 63 : Graduate
Chapter 64 : Restless
Chapter 65 : Not Okay
Chapter 66 : Only Human
Chapter 67 : Complicated
SWEET OF BLACKNESS
Chapter 69 : The Future
Chapter 70 : My Everything (END)
Epilogue
BOOK II (SEQUEL)

Chapter 68 : Stay With Me

7.8K 453 881
By verradres

Playlist : Stay With Me - Sam Smith

Hi, karena fast update lg aku harap vomments chapter ini lebih antusias lg dari sebelumnya

Kalian baca ini sambil ngapain?

Happy reading❤️

Axel Alterio & Angelica Falkner

***

Beberapa kali Angel mengerjap, menatap langit-langit kamar dengan nuasa putih. Terasa sangat asing. Ketika menoleh ke samping, dia menemukan Teddie—sahabatnya. Mengenakam jas putih khas dokter dengan sebuah stetoskop yang menggantung di lehernya. Angel kembali memejamkan mata. Tunggu. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Angel, kau sudah sadar?" Tanya Teddie menyentuh lengan Angel. "Apa yang kau rasakan?"

"Lemas. Pusing. Mual." Keluhnya. Saat itu pula Angel ingat bahwa dia jatuh pingsan setelah meninggalkan kantin rumah sakit. "Kau yang menolongku?"

"Bukan." Teddie melirik ke belakang. Pada seorang perempuan yang sedang menundukan kepala di dekat pintu. "Liliana menemukanmu jatuh pingsan di koridor rumah sakit. Dia yang menolongmu."

Menyadari kehadiran perempuan itu, Angel langsung membuang muka. Malas. Dia masih enggan menatap orang yang dicap sebagai pengkhiatan itu

"Well, Selamat, Angel. Tetap jaga kondisimu agar tidak drop seperti ini. Karena itu sangat membahayakanmu dan juga janin di dalam perutmu."

Angel melongo dengan jantung yang berdebar kencang. Mencerna kalimat Teddie dengan hati-hati. Selamat? Janin? Astaga! "Apa aku hamil, Teddie?"

"Ya. Usia kandunganmu hampir mencapai tiga minggu." Teddie tersenyum hangat, berbanding terbalik dengan Angel yang masih belum bisa berkata-kata. Semuanya seperti mimpi. "Pria yang hampir membunuhku itu sangat beruntung. Dia Ayah dari janin yang kau kandung kan?"

"Axel." Kata Angel, masih tidak menyangka. Perlahan-lahan bibirnya mulai membentuk lengkungan, bersamaan dengan tangannya yang bergerak untuk menghusap perut. "Ya Tuhan. Aku dan Axel akan memiliki seorang anak."

"Ya, Axel, pacarmu. Aku masih mengingatnya. Oh, beruntungnya dia bisa memiliki seutuhnya! Padahal jika kau ingin dengar kejujuran, aku masih menyukaimu sampai detik ini."

Teddie terkekeh, mencoba membuat Angel lebih rileks walau kenyataannya gagal. "Lupakan saja! Yang terpenting tetap jaga kondisimu. Terutama soal makanan. Tidak ada diet ketat lagi seperti saat remaja karena kau akan menjadi calon Ibu."

Setelah itu Dokter Teddie pamit karena ada panggilan dari pasien lainnya, meninggalkan Angel bersama Liliana di dalam ruangan sunyi tersebut. Liliana memberanikan diri mendekati Angel. Duduk pada kursi yang ada di dekat tempat tidur Angel.

"Selamat, Angel. Aku yakin kau dan Axel akan menjadi orang tua yang baik." Ujarnya, begitu hati-hati. Sama seperti ketakutan yang nampak di wajahnya. "Aku tahu kau membenciku. Aku bukan sahabat yang baik. Aku sudah berkhiatan. Ampuni aku. Aku sangat menyesal. Maaf, Angel. Maaf."

"Katakan apa alasanmu melakukan semua itu padaku, Lili." Pinta Angel, tegas.

Liliana terkejut. Tidak menyangka Angel memberinya ruang untuk berbicara alih-alih mengusirnya.

"Aku diancam oleh Darrel. Dia bilang tidak akan meluluskanku jika aku tidak memberikan bukti bahwa kau adalah Miss A. Darrel bilang, dia mengetahui identitas lainmu dari sepupunya yang juga pernah menjadi klien Miss A. Samuel Winston, namanya. Hanya saja Darrel tidak punya cukup bukti untuk membenarkan. Maka dari itu dia mengancamku tepat dihari sidang penentu kelulusan. Aku tidak punya pilihan lain. Selama ini nilaiku tidak cukup bagus dan aku bukan orang tajir yang bisa membeli kelulusan dengan uang. Aku hanya tidak ingin mengecewakan kedua orang tuaku yang sudah berusaha membiayai kuliahku dengan maksud agar aku punya masa depan yang lebih baik dari mereka. Seharusnya aku berpikir dua kali sebelum bertidak. Aku benar-benar bodoh!"

Liliana menunduk, membiarkan tangisannya pecah. Rasa bersalah menggerogotinya begitu dalam.

"Aku tahu tidak seharusnya aku menukar persahabatan kita dengan cara seperti ini, membongkar aib sahabat yang selama ini sudah sangat baik padaku. Kau berhak marah dan membenciku, aku tidak pantas di—"

"Lili." Angel mengulurkan tangan, menarik Liliana yang terisak hebat ke dalam pelukannya. "Aku mengerti. Kau memang salah dan aku sangat marah padamu. Sama seperti orang-orang baik yang mau mengampuni kesalahanku, aku juga tidak mungkin membencimu selamanya. Kau sudah tersiksa akibat rasa bersalah dan aku rasa itu sudah cukup. Aku memaafkanmu."

Pelukan Liliana terasa semakin erat. Bahkan tangisannya juga tak kunjung reda. Angel menghusap punggung Liliana mencoba untuk menenangkannya.

"Sahabatku tidak boleh menangis. Besok aku belikan tas Hermes keluaran terbaru. Mau?" Tawarnya seperti menggoda anak kecil yang akan berhenti menangis jika dibelikan balon atau permen.

Liliana menghusap air matanya lalu terkekeh akibat candaan Angel. "Terimakasih masih sudi mamanggilku sahabat. Aku menyayangimu, Angel!"

***

Langkah terburu-buru Axel harus terhenti saat dia bertemu dengan Bryan di koridor rumah sakit yang nampak sepi. Waktu menunjukan hampir tengah malam dan Axel datang untuk mencari Angel.

"Bryan, dimana Angel?"

Bryan tidak mejawab. Dia malah menempelkan punggungnya di dinding dengan tangan terlipat di depan dada. Tampak diam dengan kerutan di dahinya, mengartikan jika dia sedang memikirkan sesuatu. Axel berjalan lebih dekat namun sebuah tinjuan berhasil mendarat pada wajahnya.

"Kau apa-apaan, Bryan?!" Tanya Axel tidak terima. Dia menyeka darah di sudut bibirnya yang sobek.

"Itu pukulan karena kau sudah menghamili adikku sebelum menikahinya."

"Kau bicara apa?" Axel benar-benar tidak mengerti apa yang Bryan bicarakan. Awalnya dia sempat berpikir jika Bryan mabuk tapi melihat keseriusan dimatanya, Axel jadi ragu. Hamil. Adiknya. Menikahinya. Axel mencerna ulang apa yang Bryan katakan hingga otaknya menemukan titik terang. "Maksudmu Angel hamil?"

"Dan kau bahkan tidak tahu jika dia hamil? Oh, sialan! Seharusnya sejak awal aku tidak memberikan kepercayaan lebih padamu."

"Dimana Angel sekarang?" Axel meremas kerah jaket kulit Bryan. "Katakan dimana, Bryan!"

"Kamar Violet. Nomer dua puluh lima."

Dengan itu Axel langsung berlari, mencari-cari kamar yang Bryan maksud sampai harus menabrak beberapa perawat yang sedang melakukan jaga malam. Ketika Axel menemukan kamar tersebut, dia langsung masuk tanpa permisi. Dilihatnya seorang gadis cantik dengan wajah sedikit pucat sedang menonton langit penuh bintang melalui jendela yang sengaja dibuka.

"Angel." Panggilnya. Gadis itu menoleh, sedikit terkejut. Apalagi saat Axel langsung memeluknya erat. Tanpa ijin, membuatnya sedikit sesak. "Katakan jika ini bukan sekedar mimpi. Kau benar-benar sedang mengandung anakku?"

Axel melepaskan pelukannya. Menangkup wajah Angel dengan telapak tangannya. Gadis itu menganggukan kepala. Berbanding terbalik dengan perasaannya yang bahagia, Angel tampak tidak seantusias itu. Apa dia tidak menginginkan ini?

"Kenapa?" Axel mengulurkan tangan, menghusap perut Angel yang masih rata. "Apa kau tidak menyukai kehadirannya?"

Angel memalingkan tatapannya dari Axel. "Kenapa aku harus mengetahui kehadirannya disaat Papanya sedang bersama perempuan lain?"

Tanpa reaksi, tubuh Axel menegang di tempat. Udara di sekitarnya terasa menipis saat melihat raut kecewa dan sedih Angel.

"Setelah Mama Haida mengetahui siapa aku sebenarnya. Dia pasti lebih menyukai Kansa yang notabenenya adalah perempuan baik-baik."

Tidak. Pemikiran Angel sangat salah. Pada awalnya, Axel juga berpikir demikian. Namun faktanya, kejadian beberapa saat lalu—di apartemen Axel, jelas membuktikan jika dugaan itu salah.

"Ma, apa kau melihat ponselku?" Tanya Axel kembali masuk ke unit apartemennya. Sejenak meninggalkan Kansa di dalam mobil.

"Ini." Haida mengulurkan benda pipih itu kepada Axel. "Tadi Angel menelponmu. Aku mengangkatnya, tapi sepertinya aku salah bicara. Aku tidak sengaja mengatakan jika kita usai makan malam bersama Kansa. Ya Tuhan! Angel pasti salah paham."

Pun Axel mencari kontak Angel dan mencoba menghubunginya, namun nomer tersebut malah tidak aktif. Dia mulai cemas.

"Aku harus bertemu Angel."

"Sebelumnya tetap antar Kansa pulang. Bagaimana pun dia sudah banyak menolongmu. Kau juga harus membalas kebaikannya, Axel."

Detik itu juga Haida langsung mendapat delikan tajam dari Axel. Tatapan tidak suka.

"Bukan, kau jangan salah paham. Aku tidak sedang membandingkan Kansa dengan Angel. Kansa sahabatmu dan Angel calon istrimu, mereka dua posisi yang berbeda. Aku hanya memintamu untuk bertanggung jawab atas keselamatan Kansa sampai dia tiba di rumah. Setelah itu kau temui Angel dan jelaskan semuanya. Aku merasa sangat bersalah padanya. Kemarin aku sudah bersikap ketus dan sekarang aku sudah membuatnya salah paham."

"Kau tidak membenci Angel?"

"Kecewa bukan berarti membenci, Axel." Haida menepuk pipi putranya. Perlahan-lahan wajah tampan itu melunak. "Dia masih menjadi calon menantu favoritku walau pun dia tidak bisa memasak seperti Kansa. Aku tidak peduli karena aku terlanjur menyayanginya. Bawa dia kemari ya, Mama ingin meminta maaf."

"Axel," Panggilan dari Angel membuat Axel kembali tersadar. Gadis itu tidak merubah ekspresinya. Masih datar dan tidak bersemangat. "Aku memintamu untuk meninggalkanku sendiri. Kau tidak dengar?"

"Tidak, Angel. Mana mungkin aku—"

"Ini keinginanku dan dia. Keinginan kami." Angel menghusap perutnya, "Aku butuh istirahat. Teddie bilang aku tidak boleh drop jika tidak ingin membahayakan janin di dalam kandunganku."

"Setidaknya katakan jika kau tidak menyesal telah memilikinya."

"Aku tidak pernah menyesal. Dia adalah anugrah." Angel menepis tangan Axel yang hendak menyentuh kembali perutnya. "Aku mohon. Kita lanjutkan pembicaraan ini besok."

Axel mengangguk. Pengakuan Angel sudah cukup melegakan baginya. Senyum kecil itu kembali terulas walau sudut bibirnya masih berkedut sakit akibat tinjuan Bryan. Ringisan itu menarik sedikit perhatian Angel. Apalagi saat Axel berdiri dan hendak keluar dengan pasrah, tanpa bantahan.

"Ada apa dengan bibirmu, Axel?"

Pertanyaan itu sukses menghentikan langkah kaki Axel. Senyumnya mengembang lebih lebar dari sebelumnya. Bahkan dalam kondisi ngambek pun, Angel masih sangat memperdulikannya.

"Tidak apa-apa. Hanya ulah iseng calon kakak iparku."

"Maksudmu Bryan?" Angel mendelik tidak percaya. "Mengapa dia melakukan itu padamu?"

Bukannya menjawab, Axel malah kembali melangkah menuju Angel. Mengulurkan tangan untuk menghusap surai hitam gadisnya. Axel menatapnya dalam beberapa saat, walau mata indah itu berusaha berpaling darinya. Ditariknya dagu Angel dan dikecupnya bibir pucat itu. Angel tidak menolak namun tidak juga membalas.

Walau bukan itu yang Axel harapkan, dia tetap berusaha tersenyum di depan Angel. Berusaha untuk tetap baik-baik saja. Lantas, dia memberanikan diri menghusap perut Angel yang kali ini diberi ijin.

"Mommy sedang marah pada Daddy." Bisiknya, berbicara dengan dia di dalam perut Angel. Bersikap seolah-olah Angel tidak bisa mendengarnya. "Tapi itu tidak akan lama. Daddy akan datang membawa kejutan. Sekarang, kau dan Mommy harus istirahat. Daddy akan menunggu kalian di luar."

Mommy? Daddy? Ya Tuhan. Medengar itu, ada perasaan bersalah menyelimuti hati Angel. Apalagi saat Axel memutar tubuh tanpa berbicara apa-apa. Seakan dia tidak ingin membuat pertengkaran itu menjadi lebih besar. Persetan dengan Kansa! Axel hanya miliknya. Hanya dia dan calon buah hati mereka.

"Axel, stay with me." Pintanya cepat. "Maksudku, jangan tidur di luar. Disini ada sofa. Kau bisa menggunakannya."

"Tidak jadi memintaku pergi dari sini?"

"Jangan membuatku berubah pikiran lagi!" Sahutnya ketus. Kembali membaringkan tubuh dan menarik tinggi selimutnya.

"Terimakasih, sayang. Selamat tidur." Walau terdengar seperti suara bisikan rendah, namun Angel masih bisa menangkap kalimat itu dengan jelas. Hatinya berubah hangat. Ketakutan dan rasa cemburunya terhadap Kansa seolah tak berarti apa-apa lagi sekarang.

Angel sedikit memiringkan posisi tubuhnya, memunggungi Axel yang sudah berbaring di sofa. Sebelum memejamkan mata, Angel tersenyum sembari menghusap-husap perutnya. "Selamat tidur, Daddy. Selamat tidur, My Son."

***

Kepulangan Menteri Pertahanan Amerika Serikat dari rumah sakit disambut baik oleh banyak kalangan. Mobil pribadi milik Abraham melaju dengan beberapa mobil dinas di sekelilingnya, membunyikan sirine sebagai bentuk pengawalan.

Angel duduk dengan tidak nyaman. Abraham memang menyukai hal semacam ini. Menjadi pusat perhatian. Namun tidak dengan Angel, dia malah merasa risih. Terlebih lagi dia sedang berpikir keras, bagaimana cara menjelaskan prihal kehamilannya tanpa membuat Abraham marah.

"Apa kau tidak nyaman dengan ini, sayang?" Abraham angkat suara lebih dulu padahal Angel baru hendak membuka pembicaraan. "Sebentar lagi kita akan sampai di rumah. Semua akan berakhir."

"Papa." Angel memejamkan kedua matanya, takut. Tanpa sadar tangannya memeluk perutnya sendiri. "Aku ingin bicara soal—"

"Sebentar lagi aku akan menjadi seorang kakek. Itu yang ingin kau bicarakan?"

Angel menegak susah salivanya. Dadanya bergemuruh. Berbanding terbalik dengan kemarahan yang dia bayangkan, Abraham malah terlihat santai. Wajahnya tidak nampak kusut, malah berseri-seri. Bagaimana bisa?

Setelah itu mereka tiba di kediaman mewah keluarga Falkner. Lagi-lagi Angel dikejutkan dengan banyaknya wartawan yang memenuhi jalan masuk. Dia melirik Abraham sekali lagi. Masih sama seperti sebelumnya, Abraham tampak tidak terganggu dengan kebrutalan awak media yang sampai harus mengetuk-ngetuk jendela mobil untuk dapat meliput dengan jelas.

Angel menggandeng lengan Abraham saat masuk ke dalam, berusaha abai dengan keriuhan yang terjadi di luar sana. Ketika sampai pada ruang tamu, Angel mengerjap tidak percaya. Tristan, Haida, Axel dan juga Bryan duduk memenuhi sofa berwarna nude tersebut.

Ada apa ini sebenarnya?

"Mr.Falkner, aku senang mendengar kabar kepulanganmu. Bagaimana keadaanmu hari ini?" Tristan langsung bangkit menyadari kehadiran Abraham dan Angel disana.

"Sangat baik, Mr.Alterio. Maaf membuat kalian menunggu lama. Mari duduk kembali." Sahut Abraham, membuat semuanya mengambil posisi duduk masing-masing.

"Tunggu. Ada apa ini?" Tanya Angel. Orang yang pertama kali dia tatap adalah Axel, tatapan penuh tuntutan. Bukannya memberi penjelasan, Axel malah tersenyum. Dan sialnya itu membuatnya menjadi tambah tampan.

"Jadi Axel, Angel..," Tristan angkat suara. "Aku, Haida, Abraham dan juga Bryan sudah mendiskusikan tentang pernikahan kalian. Berhubung Angel sudah mengandung, maka kami sepakat untuk tidak menunda pernikahan kalian lebih lama lagi. Acara pernikahan akan digelar tiga hari lagi. Jadi Angel, bagaimana konsep pernikahan impianmu? Apa kau ingin membuat The Royal Wedding seperti pernikahan kerajaan Inggris?"

Terkejut bukan main. Itu yang Angel rasakan. Semuanya diluar dugaan. Angel masih ingat saat terkahir kali bertemu Haida semalam. Tatapan wanita itu penuh dengankebencian namun tidak dengan hari ini. Semua tampak normal seperti sebelumnya. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Seperti mimpi indahnya semalam saat dia berbaring diranjang rumah sakit ditemani oleh Axel yang tertidur di sofa—walau saat Angel bangun pria itu sudah tidak ada. Jadi ini kejutan yang Axel maksud? Alih-alih menjelaskan tentang mengapa dia bisa makan malam bersama Kansa, Axel memilih untuk memikirkan rencana pernikahan mereka. Oh astaga, pria itu benar-benar diluar dugaan.

"Untuk konsep pernikahan, aku akan menyerahkan seluruhnya kepada Axel. Aku akan menerima konsep apapun yang menjadi pilihannya. Tapi, aku punya konsep gaun impian yang memang ingin aku kenakan saat hari pernikahan. Aku yang akan menentukan sendiri desainnya. Bagaimana, Axel?"

Axel bangkit dari sofa untuk mengisi tempat duduk di sebelah Angel. Dia merangkulnya sebelum mengecup pundak Angel dan berbisik. "Anything for you, Mrs.Alterio."

Tanpa sadar pipi Angel memerah dibuatnya. Malu.

"Baiklah. Jika semua pihak sudah setuju, maka kita harus umumkan berita baik ini ke media. Mereka sudah menunggu di luar sana. Kita gemparkam dunia dengan bersatunya keluarga Falkner dan keluarga Alterio." Ucap Abraham, antusias.

Dengan itu Axel mengamit jemari Angel. Mengeratkannya seolah tak ada yang bisa memisahkan mereka lagi. Lantas mereka berjalan keluar, dengan para pers yang sudah diijinkan masuk oleh para ajudan Abraham. Siap menyambut berita baik yang akan menghebohkan dunia politik sekaligus dunia bisnis. Atau beberapa orang akan dibuat patah hati ketika mendengarnya.

***

Yang kemarin nebak Angel hamil, selamat kalian benar! Hiya, kira2 ini udah happy ending belum ya?

Nasib Kansa gimana?

Hidup Darrel & Keluarga Winston gimana?

Oke, teka teki akan terjawab dipart berikutnya, sampai bertemu lagi dinext chapter tapi sebelumnua penuhi dulu 80+ VOTES & 850 KOMEN. Bisa ngga nih? Semangat!😘

Oya btw mau nanya pendapat, book baru bagusnya dipost sebelum DCMA tamat atau sesudah DCMA tamat? Komen ya.

Thanks💕 - V

Continue Reading

You'll Also Like

2M 30.6K 46
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
358K 17.5K 35
Sequel Dark Obsession:)
5.3K 321 46
DARK ROMANCE WARNING 21+ *** Skylar Kennedy adalah pengusaha sukses di benua Amerika yang terkenal karena keluarganya terbunuh secara misterius. Akib...
4.1M 171K 42
Aku terlanjur mencintai nya. Mencintai pria brengsek yang sering merusak wanita. Semua yang kuinginkan dalam diri suamiku kelak ada padanya, kecuali...