Don't Call Me Angel

By verradres

602K 35.6K 31.1K

Angelica Falkner adalah putri dari seorang Menteri Pertahanan Amerika Serikat yang mempunyai dua jati diri ya... More

Prologue
Chapter 1 : Miss A
Chapter 2 : Bodyguard
Chapter 3 : Party
Chapter 4 : Desire
Chapter 5 : Bet Us
Chapter 6 : Give Me A Kiss
Chapter 7 : Hello, My Hero
Chapter 8 : Midnight Memories
Chapter 9 : Don't Touch Her
Chapter 10 : I Care About You
Chapter 11 : Hi Brother
Chapter 12 : Who Is She?
Chapter 13 : The Same Man
Chapter 14 : Broken Angel
Chapter 15 : Angels Don't Cry
Chapter 16 : Bad Karma
Chapter 17 : Angel Effects
Chapter 18 : The Tragedy
Chapter 19 : Just A Game
Chapter 20 : Adore You
Chapter 21 : So Embarrassing
Chapter 22 : Protect Angel
Chapter 23 : Refrain
Chapter 24 : Oh My Angel
Chapter 25 : Dinner Problem
Chapter 26 : Sorry Not Sorry
Chapter 27 : Pervert Boyfriend
Chapter 28 : Falling
Chapter 29 : Other Side
Chapter 30 : Our Breakfast
Chapter 31 : Steal My Girl
Chapter 32 : Boxing Ring
Chapter 33 : Intimate
Chapter 34 : Bad Stage
Chapter 35 : Fashion Show
Chapter 36 : Lipstick Stain
Chapter 37 : A Shot
Chapter 38 : Miss You
Chapter 39 : Struggle
Chapter 40 : Tell A Lie
Chapter 41 : Find Out
Chapter 42 : Dating Ideas
Chapter 43 : I Love You
Chapter 44 : Secret Emotions
Chapter 45 : Call You Mom
Chapter 46 : Lonely
Chapter 47 : Disappointment
Chapter 48 : Us and Rain
Chapter 49 : The Proof
Chapter 50 : Hangover
Chapter 51 : Accidental
Chapter 52 : The Solution
Chapter 53 : Start Up
Chapter 54 : Caught
Chapter 55 : He's Scared
Chapter 56 : Irresistible
Chapter 57 : Unexpected
Chapter 58 : The Sooner
Chapter 59 : Important Dinner
Chapter 60 : The Ring
Chapter 61 : Envelope
Chapter 63 : Graduate
Chapter 64 : Restless
Chapter 65 : Not Okay
Chapter 66 : Only Human
Chapter 67 : Complicated
Chapter 68 : Stay With Me
SWEET OF BLACKNESS
Chapter 69 : The Future
Chapter 70 : My Everything (END)
Epilogue
BOOK II (SEQUEL)

Chapter 62 : In Bristol

5.9K 409 358
By verradres

"Ah."

Suara desahan Angel memenuhi ruangan asing tersebut. Hasrat mereka menggila semenjak berada dalam penerbangan menuju Bristol. Sesampainya di rumah mewah bak istana kerajaan milik keluarga Alterio, Axel buru-buru menyeret Angel menuju kamar lamanya ketika menyadari pemilik rumah tidak ada di dalam—kata salah seorang asisten rumah tangga, Tristan dan Haida sedang mendatangi sebuah undangan dan kemungkinan kembali di malam hari. Sedangkan kini waktu masih menunjukan pukul setengah enam sore.

"Aku tidak tahan." Bisik Angel bernafas di dekat telinga Axel.

"Sebentar lagi." Balasnya, menuntut agar Angel menunggu pelepasannya yang akan datang sebentar lagi. Kedua mata Axel terpejam kuat, kepalanya sedikit tertarik ke belakang. "Aku datang, sayang."

Tangan Angel mencengkram kuat punggung terbuka Axel yang sedikit basah akibat keringat. Akhirnya mereka berdua menemukan pelepasan diwaktu yang nyaris bersamaan. Namun tak sampai disana, Axel membalikan tubuh Angel di atas kasur kemudian menarik pinggangnya mendekat. Kepalanya Angel menoleh ke belakang dengan kedua mata memicing.

"Apa yang ingin kau lakukan?"

"Mencoba gaya lain."

"Jangan gila! Istirahat sebentar, tenaga...—Ah, Axel! K-kau benar-benar gila."

"Nikmati saja, sayang." Katanya, menyibak rambut Angel dari belakang kemudian menelusuri leher jenjangnya. Sial. Bahkan dalam posisi ini Angel semakin terasa sempit dan itu membuat Axel tidak pernah puas. Dengan harapan lain, dia ingin membuat Axel junior benar-benar hadir kali ini.

"L-lebih cepat!"

"Tadi kau berusaha menolak sekarang kau ingin lebih cepat?"

"Jangan banyak bicara, lakukan lebih cepat. Kau menyiksa..—Ouh!" Axel menggerakan pinggulnya semakin cepat, sesuai perintah Angel. Bahkan suara penyatuan tubuh mereka terdengar menggema di ruangan ini. Untung Axel menyadari kamarnya masih kedap suara.

"Kau menyukainya?"

"B-bagaimana mungkin tidak? Ini..—nikmat sekali."

Angel mempererat kepalan tangannya pada sarung bantal agar tubuhnya tidak ambruk. Namun tak lama kemudian, setelah Axel keluar tampa berkata apapun, tubuh Angel tidak bisa menahannya lagi. Dia terjatuh dengan posisi tengkurap. Axel yang mulai lemas pun ikut terjatuh di sebelahnya.

Dua ronde yang melelahkan. Ini bukan soal siapa yang lemah dan siapa yang kuat. Tapi hey, mereka baru saja melakukan perjalanan panjang. Tubuh mereka tidak fit seperti biasanya. Terutama Angel, dia menyesali kelemahannya dalam permainan kali ini. Biasanya jika Axel meminta lima ronde sekali pun, Angel siap meladeni.

"Thanks, honey." Katanya sembari menyeka peluh yang ada di kening Angel. "Bristol tidak seburuk yang aku kira jika bersamamu."

Ck. Jelas! Baru datang sudah disambut dua ronde.

"Jadi ini kamar lamamu?" Tanya Angel, mengalihkan perhatian Axel setelah Angel menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka. Mata Angel meneliti setiap sudut ruangan yang belum sempat dia teliti akibat menuruti kabut gairah. "Seleramu oke juga."

'Oke' yang Angel maksud adalah konsep kamar yang tampak seperti ruangan berhantu. Semuanya serba hitam. Cat dinding hitam, sprai kasur hitam, lemari hitam, karpet hitam, nyaris tidak ada benda yang memiliki warna lain selain warna hitam. Sebenarnya apa inspirasi Axel membuat kamar begini?

"Kau pasti bertanya-tanya mengapa tidak ada sesuatu yang berwarna di dalam ruangan ini." Ucap Axel, seolah mampu membaca raut kebingungan di wajah Angel.

"Kenapa?"

"Karena aku memang tidak memiliki warna ketika berada di tempat ini. Aku terjebak disini dan tidak bisa menemukan warna lain. Jika aku tidak pergi dari sini, mungkin bukan sosok seperti Axel Addison yang kau temukan di dalam diriku."

Angel mendongak pada Axel yang tersenyum. Bukan tipe senyuman manis, senyum itu mampu menjelaskan betapa pedihnya Axel ketika berada di tempat ini dan mengingat masa-masa kelamnya.

"Angel."

"Ya?"

"Terimakasih sudah hadir dan menghapus gelapku menjadi penuh warna."

Axel bukan tipe pria romantis yang bisa meluluhkan perempuan melalui kata-kata—bahkan nyaris hanya ucapan pedas yang biasa dia keluarkan dari mulutnya—namun, ketika dia bisa mengucapkan kalimat singkat yang mampu membuat jantung Angel berdetak tidak normal, itu adalah hal yang luar biasa bagi Angel.

Tanpa sadar Angel mengulum senyum lebar, dia menarik Axel ke dalam pelukannya. "Kau unik, Axel. Mungkin itu yang membuatku jatuh cinta padamu. Percaya atau tidak, kau adalah cinta pertamaku."

"Dan terakhir?"

"Mungkin?"

"Tidak mungkin tapi harus!" Tegasnya. Keduanya terkekeh dan Axel lagi-lagi mencuri kesempatan untuk mencium Angel. Disaat tenaga mereka yang perlahan sudah mulai terkumpul, Axel berharap ada ronde ketiga. Namun, sepertinya itu tidak akan terjadi karena pintu kamar tersebut diketuk keras dari luar.

"Axel, Angel, kalian berdua sudah sampai? Apa kalian benar-benar ada di dalam?"

Suara itu. Siapa lagi kalau bukan Mama Haida yang selalu menjadi pengganggu disaat mereka ingin menghasilkan cucu untuknya.

***

"Kalian tiba jam berapa? Kenapa tidak mengabari Mama sih?" Tanya Haida ketika Axel dan Angel tiba di meja makan. Bersama Tristan Alterio yang masih bersikap kaku dan dingin, tidak banyak bicara seperti terakhir kali Angel bertemu dengannya di restoran. Apa dia hanya akan bersikap seperti ini di depan Axel?

"Kami tiba jam lima sore. Kalian sibuk, kami tidak ingin menganggu." Sahut Axel. Alasan lain karena kegiatannya bersama Angel juga tidak bisa diganggu siapapun termasuk Mamanya. Untung sudah dapat dua ronde, pikirnya.

"Ayo cicipi hidangan makan malamnya, Angel." Sambut Tristan, baik Axel maupun Haida cukup terkejut mendengar kalimat Tristan yang terlampau akrab untuk orang yang baru dia kenali. Bahkan dia tidak menyambut kedatangan Putranya seramah itu. "Masakan koki di rumahku tidak pernah mengecewakan."

"Y-ya, Om." Angel gugup. Dia mengambil sendok. Tujuan utamanya adalah seafood, makanan favoritnya. Pun dia mulai mencicipi. "Ini enak!"

Tidak ada sesuatu yang mengejutkan setelah itu. Suasana makan malam terlampau hening. Entahlah, Angel merasa suasana keluarga ini tidak jauh beda dengan suasana keluarganya. Tiba-tiba, Tristan meletakan sendoknya di atas piring yang menimbulkan suara cukup keras. Dia berdeham pelan sebelum kembali melemparkan tatapannya pada Angel.

"Kau sudah bicara dengannya?"

Angel gelagapan. Spontan dia menggelengkan kepala. Dia tahu kemana arah pembicaraan Tristan. Ini pasti soal menyuruh Axel berhenti menjadi seorang petinju dan membujuknya untuk terjun ke dunia bisnis.

"Bicara apa? Dengan siapa?" Tanya Axel. Kerutan didahinya jelas membuktikan jika dia tidak baik-baik saja sekarang.

"Angel, kau belum mengatakan apapun padanya?"

"Mengatakan apa?" Axel menoleh pada Angel, dia menyentuh tangan Angel yang menggenggam sendok dengan kuat. "Sayang, bicaralah."

"Jika dia tidak ingin menyampaikan keinginannya, aku yang akan mewakili kalau begitu—"

"Om Tristan."

"—Angel memintamu berhenti menjadi seorang petinju, Axel. Itu syarat mutlak yang dia inginkan sebelum kau benar-benar menikahinya."

Angel memejamkan matanya, tidak sanggup melihat kemarahan Axel ketika menatapnya. Baik. Bunuh Angel sekarang juga, teman-teman!

"Aku rasa itu hal yang wajar, bahkan sangat wajar. Angelica Falkner bukan orang sebarangan, dia Putri Pejabat Negara. Dan aku yakin Abraham tidak akan membiarkan Putrinya hidup susah dengan pria yang dia sebut ugal-ugalan karena tidak memiliki pekerjaan tetap."

Tristan melirik keduanya bergantian. "Aku sebenarnya tidak peduli dengan pekerjaan abal-abalmu itu. Tapi berhubung Abraham sudah mengetahui kau adalah putraku, apa kau pikir aku akan menjatuhkan harga diriku di depannya? Tidak, Axel! Kau sudah cukup banyak mempermalukanku dan kali ini aku tidak akan tinggal diam."

"Kau memang selalu menjadi penuntut, Tristan. Hatimu tidak pernah tulus membantu orang lain." Axel menepuk meja keras. "Dan jangan jadikan Angel sebagai sasaran, aku tahu bagaimana gadisku, dia tidak pernah menun—"

"Papamu benar, Axel. Setidaknya kau harus memiliki nama sebelum menikahiku." Katanya, tegas namun bergetar. "Berhenti menjadi petinju ilegal dan teruskan apa yang seharusnya menjadi milikmu!"

Axel memicingkan matanya mendengar itu. Sulit dipercaya, Angel yang selama ini tidak pernah mempermasalhkan soal harta dan kekuasaan kini mulai angkat bicara.

"Aku tidak bisa mempercayai apa yang baru saja aku dengar, Angel."

"Kita hanya akan menikah jika kau mau menuruti apa yang baru saja aku katakan."

"F*ck!" Teriaknya, begitu pun dengan meja yang lagi-lagi jadi korban kemarahan Axel. "Seharusnya aku memang tidak pernah menyetujui keinginanmu untuk datang kemari, Angel!"

"Axel, kau mau kemana, Nak?" Cegah Haida ketika Axel hendak meninggalkan meja makan. Namun dia dihadiahi dengan tepisan kasar yang membuat siapapun tidak bisa menghalangi kepergian Axel menuju pintu utama. "Angel, tolong jangan biarkan Axel pergi!"

Dengan itu Angel pun berlari kecil untuk menyusul langkah cepat Axel. Dia berhasil menghentikan lengan Axel ketika pria itu hendak menuruni tangga.

"Jika ada suatu masalah, kau tidak bisa terus-terusan kabur seperti ini. Bukan begini cara menyelesaikan masalah, kita bisa bica..—"

"Apa lagi? Kau berbicara seperti ini seolah-olah kau adalah manusia paling sempurna, Angel. Jika seperti ini apa bedanya dirimu dengan Tristan dan Abraham?!"

See? Mulut pedas Axel mulai keluar. Ucapannya yang seperti ini tentu akan membuat Angel sakit hati jika diteruskan dengan emosi.

"Dengarkan aku dulu, Okay?" Angel menghembuskan napas keras, dia bergerak satu langkah mendekat namun Axel malah melangkah mundur. "Aku mengajakmu ke Bristol memang bukan tanpa alasan. Aku ingin kau kembali dan memperbaiki semua yang sudah kau tinggalkan disini. Kau layak bahagia dan—"

"Aku sudah sangat bahagia dengan memilikimu di dalam hidupku. Tapi mengapa kau tidak cukup dengan hanya memiliki diriku? Apa yang sebenarnya kau cari? Harta? Kekuasaan?"

"Tolong, jangan salah paha..—"

"Jika selama ini aku tidak bisa membahagiakanmu dengan apa yang Axel Addison miliki, aku tidak akan memaksamu untuk hidup susah denganku."

"Axel, jangan bicara se—"

"Boxing bukan sekedar hobi atau sumber mata pencaharian untukku. Boxing itu hidupku, Angel. Kau jelas mengetahui semua itu."

Axel mendongak, siratan matanya penuh kekecewaan. "Dan jika kau tidak bisa menerima itu semua, aku tidak akan menahanmu untuk tetap tinggal. Yang aku butuhkan hanyalah seseorang yang mencintaiku dengan tulus dan apa adanya, sebagaimana cara Kansa mencintaiku hingga kini."

Seolah ada puluhan jarum yang menusuk dadanya, Angel mematung di tempat dengan air yang menggenang di sudut mata. Sakit sekali dilayangkan tuduhan seperti itu. Apalagi dibanding-bandingkan dengan perempuan lain.

Setelah itu, Angel tidak lagi menahan kepergian Axel yang entah kemana. Bibirnya kelu untuk mencegah apalagi kedua tangannya.

Seandainya Axel tahu jika Angel melakukan semua ini untuk kebaikannya. Seaindainya Axel tahu jika Tristan masih sangat mencintainya selayaknya putra kandungnya sendiri—walau cara penyampaiannya salah. Semua bergantung pada kata seandainya yang mungkin saja Axel tidak percayai lagi setelah ini.

Axel memang kecewa, tapi Angel tidak kalah kecewa akibat penilaian Axel terhadap dirinya.

***

Bunyi dari ponselnya membuat tidur Angel terusik. Tangannya meraba ke samping. Ketika dia merasa tempat tidur di sebelahnya masih kosong, Angel membuka kedua matanya cepat. Jam dinding hampir menunjukan pukul satu dini hari dan Axel belum juga kembali. Kemana dia?

Tersadar dari lamunannya, bunyi ponsel Angel menuntut untuk segera diangkat. Dia menemukan nama Bryan Falkner disana. Dan mengetahui kakaknya menghubunginya lewat tengah malam begini, Angel yakin ada sesuatu penting yang ini dia sampaikan.

"Halo, Br—"

"Angel, aku memiliki berita bagus!" Bryan berucap antusias.

"Oh ya? Apa itu?"

"Aku baru saja menyelesaikan percakapan panjang dengan Papa melalui telepon. Setelah banyak pertimbangan akhirnya Papa berani memutuskan untuk menceraikan Tisha. Surat-surat perceraian mereka akan diurus secepatnya."

Ini adalah berita yang dinanti-nantikan Angel sejak lama. Berita perceraian Abraham dan medusa sialan itu. Sudut bibir Angel tertarik melengkung. Jika dalam keadaan baik-baik saja mungkin Angel akan berteriak kegirangan dan lompat-lompat di kasur. Namun mengingat dia sedang di Bristol dan baru saja bertengkar dengan Axel, Angel tidak bisa seantusias itu menyambut berita baik ini.

"Good news! Semua rencanaku berjalan sebagaimana mestinya. Lalu, apa keberadaan Tisha sudah di temukan sekarang?"

"Dia bersembunyi bersama selingkuhannya. Mereka berdua mengamankan diri dari serangan awak media."

"Pengecut!"

"Angel."

"Ya?"

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Bryan seolah mampu membaca kalimat tidak bersemangat yang keluar dari bibir Angel. Nyatanya dia adalah seorang kakak laki-laki yang sangat peka. "Bagaimana dengan Bristol? Tidak terjadi sesuatu padamu kan?"

"Aku baik, sangat baik setelah mendengar berita perceraian Papa. Mungkin ini efek dari rasa kantuk, kau menghubungiku pukul satu dini hari." Angel terkekeh pelan, berusaha membuat kakaknya tidak khawatir. "Kita sambung besok ya, aku ingin tidur."

"Kau tidak sedang membohongiku kan?"

"Tidak, Bryan sayang. Aku tutup. I love you, brother."

Bersamaan dengan itu, suara gagang pintu yang di tarik dari luar terdengar. Buru-buru Angel naik ke atas kasur lalu menggulung dirinya dengan selimut. Aroma alkohol tercium pekat di kamar tersebut setelah sang pemilik pulang. Kasur itu sedikit bergoyang kala Axel duduk di tepian dan saling memunggungi satu sama lain.

"Angel, aku minta maaf atas ucapanku tadi." Dia berucap pelan, nyaris tak terdengar jika Angel tidak memasang telinganya baik-baik. "Kali ini aku sudah sangat keterlaluan. Maafkan aku."

Ada jeda yang membentang cukup lama. Dan Angel masih betah pura-pura tidur dari pada menanggapi permintaan maaf dari Axel.

"Aku sudah memutuskan untuk berhenti dari dunia tinju dan mulai bergabung untuk mengurusi perusahaan Tristan yang akan menjadi aset masa depan kita. Aku sudah membicarakan semuanya pada Tristan dan dia menyambut keputusanku dengan baik."

Angel tergelak tidak percaya. Apa ini serius?

"Kau benar, aku harus menata hidupku lebih baik karena ketika kita sudah menikah nanti, aku tidak hanya mementingkan diriku sendiri saja. Kau akan selalu berada di sebelahku, bersama buah hati kita yang menggemaskan. Tidak hanya soal perhatian, tentu aku harus mampu membahagiakan kalian secara finansial."

Terdengar helaan napas berat Axel di seberang sana. "Katakan sesuatu Angel, aku tahu kau belum tidur."

Tangan Angel mencengkram selimutnya semakin kuat. Bagaimana bisa Axel menyadari itu?

"Baiklah, jika kau masih belum mau bicara denganku. Tidak apa-apa. Mungkin kau butuh waktu untuk sendiri." Axel bergerak semakin dekat menuju Angel yang memunggunginya. Tangannya terulur, menghusap kepala Angel. "Selamat tidur, sayang. Semoga besok kau sudah memaafkanku."

Sentuhan Axel mendadak hilang. Buru-buru Angel membuka mata dan menoleh ke belakang. Di lihatnya punggung Axel yang kini sedang berjalan menuju pintu kamar. Namun sebelum itu terjadi, Angel turun dari kasur, berlari menyusul dan memeluk erat tubuhnya dari belakang.

"Jangan pergi lagi, Axel. Aku tidak suka sendirian."

***

Axel Addison & Angelica Falkner😍

iya tau kok lagi banyak foto harry gandengan sama yg lain but aku tutup mata dan telinga deh dengan berita itu, ambil positif aja, no hate✌🏻
#Hendallselaludihati❤️

Maaf late update, awal tahun gini aku udah sibuk aja. Kalian apa kabar?
Oya, DCMA mungkin akan berakhir dichapter 70, ini baru rencana sih. Kalian ada masukan kah? Silahkan dikomen.

Ayo baca new storyku The Lealand bagi yang belum😊

VOMMENTS yang banyak jangan lupa. Thanks💗 - V

Continue Reading

You'll Also Like

290K 11.9K 50
COMPLETEDโœ” 1st book. 2nd book : One-Sided Love โ—DON'T COPY MY STORY, PLEASEโ— Bisa cek di profile ku untuk cerita yang lain ya. - Jika masa lalu harus...
4.1M 171K 42
Aku terlanjur mencintai nya. Mencintai pria brengsek yang sering merusak wanita. Semua yang kuinginkan dalam diri suamiku kelak ada padanya, kecuali...
82.6K 4.6K 63
JUSTIN BIEBER - What does that bitch want from me? -Sneak peek- "jika tidak bisa jangan berlagak superhero di depan anak kecil" sinis Justin tanpa...
2.8M 141K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _๐‡๐ž๐ฅ๐ž๐ง๐š ๐€๐๐ž๐ฅ๐š๐ข๐๐ž