First Time, First Sight 📍

20.5K 1K 54
                                    

I try to open my eyes.

White room. Itulah yang ku lihat saat ini.

Sejenak aku terdiam, lalu baru aku menyadari bahwa aku berada di ruang kesehatan.

Wait! What happened with me? Sambil memijat pelipisku yang berdenyut, aku mencoba mengingat beberapa hal sebelum ini.

Upacara, terik sinar matahari, pandanganku kabur, semuanya menjadi putih, lalu kemudian gelap.

That's it. Sekarang aku tahu kenapa aku bisa berada disini.

Aku mencoba untuk duduk. Rasa pusing sudah tidak terasa lagi memang. Yang ada hanya rasa lemas karena aku belum sarapan tadi pagi.

I think, kembali ke kelas dan mengajak teman temanku pergi ke kantin adalah ide yang bagus.

Baru saja aku akan menyingkap tirai yang di samping ranjang ku, tirai itu sudah lebih dulu di buka oleh seseorang.

Oops, I think I'm alone here, but there is someone else.

A boy and so damn handsome.

Who is he?

Kira kira seperti itu aku bertanya tanya di dalam hati. Hei, aku belum pernah bertemu dengannya sebelum ini.

Tanpa sadar aku terus menatap matanya yang berwarna coklat gelap dan cukup mencolok. Dalam dan kelam, seolah menarik diriku untuk masuk lebih dalam.

Sampai pada di detik entah keberapa, dia mengalihkan tatapannya. Baru kusadari raut muka dinginnya sedari tadi. Tanpa senyum, tanpa ekspresi. Sayangnya hal itu tak mengurangi ketampanannya sama sekali.

Tak ingin terlihat bodoh dengan terang terangan terkagum dengan ketampanan yang dimilikinya, aku berdeham mencairkan suasana sementara dia masih menatap lurus ke depan.

"I'm sorry. I don't know you were here."

Tidak ada jawaban, dia hanya diam.

"Emm.. Sejak kapan kau ada disini?" Aku kembali mencoba berbasa basi.

"...."

"Apa sudah lama?"

Dia masih membiarkanku bicara pada angin. Bodoh, anggap saja aku seperti itu. Ketika dia hanya diam tak merespon, bukannya berhenti berbicara, aku justru kembali menanyakan kalimat kalimat lain yang terlintas di pikiran ku.

"Apa kau juga sakit? Aku lihat..." aku sengaja menggantung kalimat ku sambil mengamatinya dengan intens. "Kau sama sekali tidak pucat dan tidak lemas." Sambung ku.

Dia menoleh ke arahku lagi. Benakku berteriak senang sekarang. Ya.. Setidaknya aku tidak lagi diabaikan.

"Are you okay?" Tanyaku sekali lagi. Dia hanya menatapku tanpa berniat untuk menjawabnya.

Perlahan tubuhnya beranjak turun dari ranjang sambil terus menatapku lekat, membuatku seperti terhipnotis dan tanpa aku sadari dia sudah berdiri di depanku.

Tangannya terulur merapikan helaian rambutku ke balik telinga.

Jangan kehilangan akal mu, Magika. Setidaknya seperti itulah aku berkata dalam hati.

Keep breathe.

Saliva ku tertelan begitu saja. My heart beat so fast. Aku merasa lulutku melemas. Sedikit bersyukur karena aku sedang dalam posisi duduk saat ini. Karena jika aku berdiri, I'l pretty sure I'll fall.

"Beautiful."

Mengerjap, aku mencoba mencerna satu kata yang dia bisikkan lalu meninggalkanku begitu saja. Oh, God.. I'm sure I looks like stupid girl now.

Tak bisa aku pungkiri, pipiku terasa memanas. Disatu sisi aku bersyukur dia pergi dan tidak melihatku merona saat ini meski disisi lain aku merasa kecewa karena dia meninggalkanku.

"Megg!!!" Suara melengking dari Alisha membuatku tertarik ke sisi dunia ku setelah tadi aku ditenggelamkan di dunianya yang penuh pesona.

"Kau sudah baikan?" Crystal menimpali.

"Pipimu  merah. Kenapa? Aah.. Panas ya? Kau pasti kepanasan." Felin, satu lagi temanku menimpali.

Aku hanya menggeleng dan tersenyum menanggapi mereka bertiga.

"Let's back to class, girls."

Aku beranjak turun dibantu Felin dan Alisha sedangkan Crystal membantu memakaikan sepatuku.

Bukan. Bukan sebagai bentuk pelayan yang membantu tuannya. Ini lebih ke seorang teman yang membantu temannya yang kesusahan.

Kami berempat memang tidak akan pernah ragu untuk melakukan hal apapun untuk menolong. Bahkan memakaikan sepatu tidak akan dianggap rendah jika itu untuk membantu teman.

°°°°°°°°

Afraid.

Itu yang aku rasakan sekarang.

Sialnya, Felin sudah lebih dulu berjalan ke parkiran meninggalkan ku yang mengambil buku sejarah yang tertinggal di kelas sendirian.

Why I'm afraid now?

His eyes.

So dark, so sharp, but so seductive in the same time.

He look at me, I'm absolutely sure about it.

There he is. Diseberang koridor sana, diantara sekumpulan teman temannya yang sedang tertawa. Dia menatapku seolah olah aku adalah mangsanya.

Who is he?

Satu pertanyaan itu kembali berputar di benakku.

Dia tampan, aku sangat setuju itu. Bahkan mungkin dia yang paling tampan disekolah ini.

Tetapi melalui sorot mata dan ketegasan ekspresinya, dia terlihat begitu berbahaya. Seolah ada sesuatu yang tersulut di dalam dirinya. Membara dan seperti memanggil manggil untuk ditaklukkan.

Itu yang membuatku takut. Takut pada dirinya yang looks dangerous.

Beautiful.

Langkah ku spontan terhenti ketika kata katanya tadi terlintas di pikiranku. Aku bisa merasakan sebuah tanda bahaya berdengung di benakku.

And when I try to dare to turn my head towards him... Oh, God! He walking towards me.

Aku membeku, sungguh.

Run, Magika! Run!!

Setidaknya itu yang diperintahkan otakku kepada seluruh sel dan otot tubuh ku. Namun seolah menolak untuk diperintah, tubuhku justru membeku.

Eskpresinya tidak terbaca. Aku tidak tau apa makna dari ekspresinya itu. Hanya tatapan matanya yang terus menusuk dan tak beralih sedikitpun dariku.

"Megg!! Why do you taking so long?"

Bersamaan dengan suara Felin yang terdengar, langkahnya juga terhenti. Aku pun seolah kembali bisa bergerak setelah tadi hanya mampu berdiri di tempat seperti sebuah patung.

"Ayo pulang, Meg. Kau sudah selesai?"

"Uh-hmm.. Ayo pulang."

Felin menarik tanganku untuk pulang. Sebelum aku benar benar menghilang di balik belokan koridor, aku menyempatkan untuk menatapnya sekali lagi.

And ya, he still looking at me.

°°°°°°°°

Hi, guys..

I hope you all enjoy my story.

Jangan lupa vote dan comment yups :)

DARK Eyes Prince [END]Where stories live. Discover now