Big Plan, Big War

3.1K 285 2
                                    

Oh, for fuck's sake.

Tubuhku spontan menegang mendengar jawabannya yang sangat jauh dari apa yang aku duga.

Ah, bukannya aku tidak senang. Aku hanya terlalu terkejut.

"Don't you dare to leave me, Meng. You're My Lady. It meant you are mine. Since that time till forever."

Kepalaku menggeleng di saat hatiku berteriak senang dengan apa yang barusan si tampan menyesatkan itu ucapkan.

"No. I'll leave you."

"Don't you dare."

"Tidak ada yang bisa ku dapatkan darimu. Aku akan pergi bersama Grandpa besok dan mulai mencari si brengsek sialan itu. Aku--"

"I'll help you."

What the hell?!

Ingatkan aku untuk mengecek kondisi telingaku ke dokter spesialis besok. Kurasa telingaku bermasalah disini.

"I'll help you."

Once again.

Aku membalikkan tubuhku untuk menghadap dirinya dan meletakkan tanganku di bahu kokohnya.

"Aku tidak butuh omong kosong."

"So, go with me tomorrow after breakfast."

"Where?"

"Kill him."

Tidak mampu lagi menahan rasa senang yang membuncah, aku tidak lagi bisa menahan diri untuk tidak memeluknya. Aku tidak berdaya untuk menolak dirinya. Meski sebesar apapun amarah ku padanya, dia selalu berhasil membuatku kembali jatuh ke pelukannya.

"I love you." Aku tidak peduli apapun lagi. Yang aku inginkan hanya dia mengetahui bahwa aku mencintainya sejak awal. Aku bahkan tidak peduli jika perasan ku bertepuk sebelah tangan.

Aku bisa merasakan tubuh si tampan menyesatkan ini menegang di dalam pelukan ku. Namun tak lama setelah itu dia mengusap pelan punggung ku dengan lembut.

Xavier mencium kening ku. Tidak berhenti sampai disitu, dia terus memberiku kecupan kecupan di sekitar wajah ku sambil menuntun langkah kami untuk masuk ke dalam kamar.

Dia membaringkan ku ke tempat tidur, membaringkan kepalaku di lengannya seperti yang biasa dia lakukan.

And then, he kiss me tender.

Kiss my lips.

He took my first kiss.

Yang aku lakukan hanya mengikuti permainannya. Dia yang memegang kendali, tentu saja.

Xavier semakin merapatkan pelukannya. Kakinya bahkan sudah membelit kaki ku. Dia membuatku berada di dalam rengkuhannya sepenuhnya.

Setelah beberapa saat yang mendebarkan yang sialnya justru ku nikmati, dia melepaskan pangutannya. Memberiku kesempatan untuk menghirup oksigen sebanyak banyaknya.

Oh, aku bersumpah pipi ku pasti sudah memerah sekarang.

"You say that this is for the right one, hmm?" Ibu jarinya mengusap pelan bibir bawah ku.

Jarak kamu yang masih berdekatan membuat hembusan napasnya masih bisa kurasakan saat menerpa wajah ku.

"So, am I the right one?"

Aku ingin menjawab 'Ya'.

Namun seketika terlintas di otak ku untuk sedikit bermain main dengannya.

DARK Eyes Prince [END]Where stories live. Discover now