Don't Deserve, Don't Decent

3.8K 332 3
                                    

Xavier mengajak ku untuk makan siang setelah keluar dari toko pakaian. Oh, kami juga sempat menonton film di bioskop, benar benar seperti kencan pada umumnya. Menghabiskan waktu bersama dan melakukan hal hal sederhana yang romantis.

Si tampan menyesatkan itu tak pernah melepaskan genggaman tangannya pada jemari ku semenjak keluar dari bioskop. Seolah kami adalah dua remaja yang sedang dimabuk asmara. Oh, memang seperti itu adanya.

"Baby, apa kau lelah?" Dia bertanya saat kami berhenti di samping motor hitam besar miliknya.

"Not yet. Kau tau? Ini sangat menyenangkan. Aku menghabiskan waktu bersamamu di tempat tempat umum, itu luar biasa. Terimakasih sudah membuat ku merasakan kencan sepasang kekasih yang sesungguhnya." Aku mengecup pipinya sekilas. Thank kiss, begitulah maknanya.

"My pleasure, baby." Xavier membalas dengan senyuman sambil mengaitkan pengaman helm di kepalaku.

"Aku ingin mengajak mu ke suatu tempat. Mungkin kau akan suka. Tapi ini sudah sore. Tak apa jika kita pulang saja. Aku tidak mau kau kelelahan."

Mataku berbinar mendengar perkataannya. Dia masih memiliki destinasi lain untuk kencan ini? Dia sungguh membuat ku tersentuh.

"Kita pergi sekarang, X.." Pintaku padanya

Semilir angin yang dingin menerpa tubuh ku yang sedang berada di boncengan Xavier. Matahari mulai tenggelam dan kegelapan perlahan merayap. Hingar bingar lampu menyala, menerangi jalan sekaligus menambah kesan aesthetic sebagai hiasan.

Jaket Xavier yang membungkus tubuh ku masih belum bisa memberikan kehangatan yang menyeluruh. Aku mulai memeluk Xavier dan merapatkan diri padanya, mencari kehangatan dari tubuhnya yang besar.

Jantung ku berdegup saat Xavier mengusap tangan ku yang berada di atas perutnya. Tangannya begitu kokoh, membuat tangan ku terlihat kecil dan rapuh di genggamannya.

Aku baru menyadari jika jalanan yang kami lewati mulai keluar dari batas kota dan mulai memasuki wilayah pedesaan. Bukit bukit dan ladang yang luas menjadi pemandangan indah di kanan kiri jalan.

Oh, I remember this place.

Suasananya masih sama. Indah, sepi, dan menakjubkan. Tidak ada pengendara lain di jalan ini karena memang ini jalanan pedesaan yang jarang di lalui kendaraan.

Dahulu Xavier pernah mengajakku kesini untuk merasakan kebebasan. Saat diamana dia membuat ku berjanji untuk menjadi berani untuk yang pertama kalinya.

Ingatan itu kembali berputar dengan jelas. Saat dia membawaku berkendara dengan sangat kencang, aku merasakan kebebasan yang dia janjikan. Tanpa beban dan tanpa rasa takut. Hanya ada kebebasan dan kebahagiaan yang terpampang. Kolaborasi antara keindahan alam dan laju kecepatan motor Xavier yang tanpa hambatan benar benar sempurna. Menciptakan sensasi luar biasa yang belum pernah ku rasakan sebelumnya.

Aku juga masih mengingat saat dimana kami berada dibawah guyuran hujan deras dan petir yang menyambar, aku berdiri di atas motor ini dan berteriak pada dunia bahwa aku tidak takut lagi. Masih di jalanan ini, Xavier mengajarkan ku untuk berani melawan rasa takut ku.

"Baby, C'mon. What do you think, hm?"

Oh, God..

Karena terlalu asik bernostalgia, aku tak sadar ternyata Xavier sudah berhenti dan turun dari motornya. Sekali lagi aku mengedarkan pandangan, kami berada di tanah lapang yang luas, sedangkan di depan sana terdapat banyak lampu menyala dan keramaian.

Aku berdeham dan sekali sebelum akhirnya menyambut uluran tangannya dan turun dari motor. Xavier membantuku melepaskan kaitan helem, kemudian merapikan helai rambut ku yang berantakan.

DARK Eyes Prince [END]Where stories live. Discover now