With Him, Love Him

3.7K 313 2
                                    

Keesokan harinya, aku mendapat sorakan kemenangan dari teman teman ku dan teman teman Xavier saat di meja kantin.

Tak ku sangka ternyata teman teman Xavier melihat adegan dimana aku mendorong Lyra hingga dia jatuh ke lantai bawah. Mereka sedang akan membolos bersama waktu itu. Dan kebetulan mereka mendapati adegan terakhir ku dengan Lyra di tangga.

"Queen, really? Kau mendorong Lyra dari tangga? God.. Ku kira Lyra yang akan melukaimu." Tylor yang bersorak paling keras dari yang lainnya. Dia ingin saingan dengan Alisha.

"Tylor, apa kau pikir Megg itu lemah? Lihat saja dulu gurunya.." Alisha bersorak bangga sambil menepuk nepuk dadanya, menyombongkan diri.

"Aku tidak percaya jika kau gurunya. Megg berkelahi dengan cara yang elegan. Jika kau gurunnya maka mereka akan bertarung seperti kucing liar. Saling menarik rambut, juga mencakar hingga--"

"Shut up, Ty!" Alisha membungkam mulut Taylor dengan tangannya, mengundang tawa kecil dari yang lain.

Suara tawa kami terhenti saat bel masuk berbunyi. Satu persatu orang mulai meninggalkan meja dan masuk ke kelas masing masing. Felin dan Crystal kembali ke kelas terlebih dahulu, sedangkan Alisha diantar oleh Tylor. Oops, aku lupa mengatakan jika Alisha dan Tylor memang dekat akhir akhir ini, entah bagaimana ceritanya. Aku dan Xavier menjadi yang paling akhir meninggalkan meja.

Di tengah koridor, Xavier tiba tiba mendorong ku hingga menabrak dinding. Aku baru menyadari jika suasana koridor sudah sangat sepi saat ini.

"X.. Ada apa?" Tanyaku saat dia mengurung tubuhku dengan kedua tangannya. Tubuh besarnya menjulang membayangiku. Aroma khas miliknya yang berbau seperti hutan liar dan akar akaran yang menenangkan mengusik indera penciumanku, memporak porandakan sisi liar dalam diriku yang haus akan sentuhannya.

"Baby, wanna go with me?"

Suara berat nan maskulin darinya benar benar meresahkan. Ditambah lagi dengan dia yang mulai mengendusi leher ku, membuatku seketika mulai merasa pening dan hilang kendali.

"Where.. Go.. You and me..?" Aku bahkan kesulitan menyusun kata kata saat dia mulai menjadi semakin liar. Dia menekan tubuhku untuk semakin merapat padanya, sedangkan tangan ku bermain di rambutnya, menekan kepalanya agar semakin leluasa mengakses leher ku.

Kejadian berlalu begitu cepat saat dia membuka pintu yang berada di sebelahku, pintu ruang kesehatan. Dia terus mendorong ku hingga ke ranjang dan beralih mencium bibir ku dengan menggebu. Keras, dalam, dan memabukkan.

Memunguti kembali kesadaranku yang tercecer, aku mendorong Xavier hingga tautan kami terlepas. Napas kami sama sama terengah. Tatapan Xavier berubah sayu seolah ingin menerkam diriku saat ini juga.

"Tidak di sekolahan, X." Pipiku merona saat mengatakannya. Xavier tersenyum dan mencium pipi ku karena gemas.

"Pipimu merah." Sialan. Dia berniat menggodaku.

Aku mendengus kesal. "Mungkin karena udaranya yang panas."

"The air or my kiss?"

"X!!" Aku memukul dadanya karena kesal dan dia hanya tersenyum geli.

"So, baby.. I have two options for you." Xavier memainkan rambut ku.

"What options?"

Dia mengecup bibir ku sekilas sebelum menjawab. "First option, kiss me and after that I'll take you go." Dia memagut bibirku sejenak, namun sebelum aku sempat membalas pangutan bibirnya dia sudah melepaskannya. Sengaja ingin mempermainkan ku.

"Or second option, stay here and I'll kiss you till die."

"Third option, please."

DARK Eyes Prince [END]Where stories live. Discover now