Bab 27. Hukuman

3.9K 666 54
                                    

Yuhuuuuuuu ... Apakah ada yang menunggu bab baru cerita ini? Maaf yak luama bener updatenya. #LapIngus

Dan sepertinya updatean kali ini agak2 gelap. Hahaha XD

.

.

.

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 27. Hukuman

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Feng Mian memucat saat melihat Lan Hua berjalan ke kursi hukuman untuk menerima dua puluh cambukan milik Feng Mian. "Kalian akan mati jika berani melayangkan satu pukulan terhadap Lan Hua!" Ia mengatakannya dengan marah. Tatapan pria itu tertuju lurus kepada hakim yang duduk di kursinya untuk mengawasi jalannya hukuman.

"Hakim Ma, ini hukumanku. Aku yang harus mendapatkan cambukan itu, bukan istriku!"

Sang hakim tidak langsung menjawab. Ia menjaga ekspresi datarnya dengan tenang. Kepalanya digelengkan pelan, seolah merasa bersalah karena tidak bisa memenuhi perintah Putra Mahkota saat ini. "Hamba hanya menjalankan perintah." Ia akhirnya bicara tanpa bisa menatap wajah Feng Mian.

"Lan Hua tidak akan bisa menerima hukuman itu!" Feng Mian bicara dengan nada memohon kali ini. "Aku akan menerima semua hukuman itu—"

"Omong kosong!" potong Lan Hua, tajam. Kepala wanita itu diangkat dengan gerakan anggun. "Aku bisa menahan dua puluh cambukan itu."

Ia menjeda, melirik singkat ke arah suaminya yang melotot. Feng Mian marah, marah terhadap dirinya sendiri yang tidak mampu melindungi orang-orang yang disayanginya.

Lan Hua melirik kursi tempatnya harus berbarin untuk mendapatkna hukuman. "Aku tidak akan berbaring," tegasnya. "Kalian bisa mencambukku sekarang."

"Kenapa kau melakukan ini?" Feng Mian terdengar putus asa. Kedua tangan pria itu dikepalkan erat. Nada bicaranya terdengar sangat aneh, bahkan untuk indra pendengarannya sendiri.

"Kita suami istri," jawab Lan Hua. "Kita akan memikul beban bersama."

"Aku tidak mau berbagi beban denganmu."

Lan Hua tersenyum, dengan lembut dia menjawab, "Baik, selanjutnya kita hanya akan berbagi kebahagiaan."

.

.

.

Malam sudah sangat larut, rembulan bersembunyi dibalik awan gelap. Di dalam sebuah rumah pejabat, terdengar denting cawan arak. Mereka bersulang, merayakan sebuah kemenangan kecil hasi konspirasi yang disusun rapi, sempurna.

"Cerdas, rencana yang disusun Selir Kedua benar-benar sangat cerdas." Seorang pria bicara dengan nada mabuk. Mukanya semerah tomat. Dengkusan napas pria itu berbau alkohol, begitu menyengat. "Putri Lan Hua, dia sangat bodoh!" Pria itu melanjutkan dengan nada jijik.

Denting cawan arak kembali terdengar. Meja yang mereka tempati terlihat kacau. Makanan tercecer, botol arak kosong diletakkan sembarangan, beberapa orang bahkan nyaris pingsan karena mabuk.

TAMAT - Princess Lan HuaWhere stories live. Discover now