Bab 25. Merajut Mimpi Bag 2

5.6K 666 44
                                    

Yuhuuuuuuu ... maaf updateannya masih bagian bab kemaren sebenernya ini, cuma sayanya keburu mager. Hehehe.

.

.

.

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 25. Merajut Mimpi Bag 2

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Dalam pandangan Feng Mian, Lan Hua selalu luar biasa. Pernikahan mereka memang tidak didasari oleh cinta, bahkan karena terpaksa. Namun, Feng Mian tidak bisa membohongi diri sendiri jika dia jatuh cinta pada pandangan pertama saat menatap mempelainya untuk pertama kali.

Feng Mian tidak munafik, dia menginginkan perasaan yang sama dari Lan Hua untuknya. Kebencian yang menari-nari dikedua mata istrinya terkadang membuat Feng Mian gemas, ingin tahu dan melenyapkan pria lain yang mengisi hati istrinya itu.

"Kenapa menatapku seperti itu?" Lan Hua bertanya dengan nada lembut. Keduanya tengah menyantap makan malam saat ini. Di atas meja, tersaji hidangan sederhana, tapi sangat cukup untuk mengenyangkan perut.

Lan Hua menyumpit sebutir telur puyuh kukus lalu meletakkannya di atas mangkuk nasi Feng Mian. "Makan yang banyak!" ucapnya, saat melihat Putra Mahkota masih belum menyentuh makan malamnya.

"Aku masih kenyang."

Lan Hua tidak langsung bicara. Ia mengunyah pelan makanan di mulutnya lalu menelannya. "Tapi kita membutuhkan banyak energi malam ini."

Kening Putra Mahkota ditekuk dalam. Tatapan keduanya bertemu. "Tolong jangan membunuh pikiran indahku tentang maksud ucapanmu," ujarnya setelah terdiam beberapa saat.

"Kau tidak mau?"

Feng Mian bergerak canggung di kursinya. Ia menatap Lan Hua dengan ekspresi serius. "Kau tidak bisa menarik ucapanmu!" tegasnya sembari menyambar sumpit dan mangkuk nasinya. Putra Mahkota makan dengan lahap.

"Akan sangat menyenangkan jika berlangsung hingga fajar datang."

Terbatuk. Feng Mian terbatuk hebat mendengar penuturan istrinya. Wajahnya memerah, seperti kepiting rebus. Dia tidak menyangka jika Lan Hua akan bicara setenang itu, karena selama ini selalu Feng Mian yang memaksakan istrinya untuk menunaikan kewajiban di atas ranjang.

"Apa kau serius?" Feng Mian bertanya setelah meneguk habis air teh di dalam cawan hingga tandas.

"Semakin cepat kau selesai makan, semakin cepat kita bisa memulai," jawab Lan Hua menantang.

.

.

.

Sudah lewat tengah malam saat Feng Mian menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka. Ia tersenyum melihat Lan Hua menyandarkan kepala dengan nyaman di dadanya. Tatapan Feng Mian menerawang jauh, menatap langit-langit kamarnya yang gelap. Suasana kamar begitu tenang, hanya deru napas pelan Lan Hua yang terdengar.

"Kau sudah tidur?"

Lan Hua tidak menjawab. Tubuhnya lengket, matanya berat, energinya nyaris habis. Dewa, suaminya seperti seekor banteng, hingga ia merasa nyaris pingsan saat melayaninya.

TAMAT - Princess Lan HuaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz