Bab 35. Memeluk Bulan. 1

3.5K 416 34
                                    

Dilarang menyalin, menjiplak atau mempublikasikan cerita tanpa izin penulis.

Mohon maaf apabila ada beberapa bagian cerita yang loncat-loncat. Versi lengkap dapat dibaca di versi cetak/ebook.

Happy reading!

.

.

.

Waktu hampir dini hari saat pesta usai. Suara erangan terdengar dimana-mana. Tubuh tanpa busana menjadi pemandangan umum malam itu. Dengan ekspresi muak Lan Hua meninggalkan tempat pesta sementara sebagian besar tamu undangan serta anggota kerajaan tengah pesta seks di sana.

Di luar, suasana berbanding terbalik dengan keadaan di dalam ruang pesta. Suara binatang malam menemani setiap langkah He Hua saat berjalan menuju paviliun yang sudah disiapkan tuan rumah. Keempat pengawal Lan Hua berbisik, mengatakan jika mereka diawasi. Lan Hua masih diam. Emosinya yang tidak stabil membuat wanita itu tidak punya waktu untuk menanggapi.

"Nona Yueyi?" Suara Er Huang membuat Lan Hua menoleh singkat. Tanpa menunjukkan emosi wanita itu berhasil memberi salam. Rambut hitam legam yang lebih tua terurai, terlihat lembut saat terkena cahaya bulan.

Sekuat tenaga Lan Hua mengendalikan emosi saat pandangan keduanya bertemu, sementara Er Huang menatap sang adik dengan perasaan rindu yang tidak bisa disembunyikan.

"Apa yang Anda lakukan di sini?" Lan Hua sengaja bertanya dengan nada sinis. Wanita itu mendongak, menaikkan satu alis tinggi lalu menunjuk ke bangunan megah di belakangnya. "Tidak ikut berpesta?"

Er Huang menggelengkan kepala. "Tidak tertarik," jawabnya memancing pandangan kaku Lan Hua terhadapnya. Kekehan Er Huang terdengar halus setelahnya. "Bukan karena aku tidak tertarik kepada wanita, hanya saja—tidak. Aku tidak tertarik untuk pesta seks bersama mereka," terangnya. Er Huang bahkan tidak repot menyembunyikan rasa jijik saat mengatakan hal itu.

Untuk beberapa saat keduanya terdiam. Ekspresi dingin dan suram Yueyi membuat Er Huang kembali bertanya di dalam hati, benarkah dia Lan Hua?

Ada perasaan tidak yakin, tapi entah kenapa Er Huang merasa jika wanita yang tengah berjalan di sampingnya ini benar adiknya—Lan Hua bukan Yueyi sang utusan dari Suku Ho.

"Kenapa Anda tiba-tiba mengajakku bicara?"

"Tidak boleh?" Er Huang balik bertanya dengan nada tenang dan hangat. Pandangannya lembut, begitu perhatian hingga empat orang pengawal Lan Hua merasa aneh. "Maaf jika aku mengganggumu! Hanya ingin berteman." Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Er Huang tersenyum kaku.

Lan hua tersenyum dingin dan bicara, "Aku tidak tertarik untuk berteman!" Yang lebih muda memberi salam untuk terakhir kali, sebelum meninggalkan Er Huang yang tetap berdiri di sana dengan ekspresi rumit. Emosinya campur aduk saat batin dan logikanya mulai berperang. Keduanya sibuk dalam pikiran masing-masing hingga tidak menyadari ada dua pasang mata yang mengamati sedari awal keduanya bicara.

Diantara dua pasang mata itu ada sepasang mata yang menatap sendu, menatap penuh rindu sekaligus ragu.

Andai saja Feng Mian bisa, tentu dia akan berseru kepada sang pemilik wajah serupa istrinya, bertanya apakah dia benar wanita yang selalu dirindukannya siang dan malam?

Feng Mian ingin sekali merengkuh. Namun, batas tak kasat mata itu menghentikannya. Menghentikan dirinya dari kegilaan rasa rindu yang nyaris meledak berkali-kali sejak pertemuan mereka di pelataran istana siang tadi.

.

.

.

Hujan turun membasahi tanah Kerajaan Ye Lu keesokan harinya. Saat para tamu kerajaan dan keluarga istana masih bergelung di balik selimut masing-masing, Lan Hua sudah berada di luar istana dengan berpakaian rapi. Ia berdiri di bawah payung bercorak bunga anggrek, berlindung dari tetesan air hujan yang terus turun dari langit.

TAMAT - Princess Lan HuaWhere stories live. Discover now