Bab 8

8.5K 983 48
                                    

Mau promo dulu. Yang suka fantasy dengan cerita nyesek2 jebret bisa baca ini:

 Yang suka fantasy dengan cerita nyesek2 jebret bisa baca ini:

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Prolognya sudah saya publish.

.

.

.

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 8

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 08

.

.

.

Lan Hua tidak bisa menyembunyikan kebenciannya saat melihat Feng Mian melangkah masuk ke dalam ruang pribadi wanita itu. Lewat ujung mata, dia menatap lekat Feng Mian. Seketika udara di dalam ruangan terasa memberat. Di sisi kanan ruangan, setelah memberi salam hormat kepada putra mahkota, Dayang Ning segera menggusur paksa Xin Luo keluar dari dalam ruangan itu.

"Berani sekali kau datang menemuiku!" Kedua tangan Lan Hua terkepal erat. Keningnya dihiasi urat-urat tipis yang terlihat jelas. Amarah dan kebencian membaur menjadi satu. Membuat Lan Hua nyaris tidak bisa menahan diri. Ingin rasanya wanita itu mencabik-cabik tubuh pria yang tengah berdiri, begitu tenang di hadapannya dengan ekspresi tidak terbaca.

Di sisi lain, Feng Mian menanggapi sikap istrinya dengan kepala dingin. Benar, salahnya yang sudah memaksa Lan Hua untuk berhubungan intim dengannya. Lebih tepat jika ia memerkosa istrinya, tadi malam. Perasaan bersalah itu ada, hingga Feng Mian nyaris tidak bisa berkata-kata. Rasa cemburu membutakan akal sehatnya. Seharusnya ia menunggu hingga Feng Mian siap menerimanya. Ah, tapi apa yang harus disesalinya? Semuanya sudah terjadi.

Namun, seperti biasa, pria itu tidak akan pernah memperlihatkan penyesalannya. "Seharusnya kau bersyukur karena kau sudha berhasil memikatku untuk tidur bersamamu," kata Feng Mian, menjengkelkan. Ia menunjuk hadiah yang dikirim raja dan ratu untuk Lan Hua dengan dagunya. "Lihat hadiah-hadiah itu. Kau sudah diakui sekarang."

"Kau pikir aku peduli?" cicit Lan Hua, geram. "Aku merasa sangat kotor."

Feng Mian terdiam. Ia menghitung di dalam hati sebelum bicara untuk memastikan nada bicaranya terdengar biasa. "Apa kau baik-baik saja?" Pertanyaan itu semakin menyulut kemarahan Lan Hua. Ia berdiri dalam satu gerakan, sementara tangan kanannya menyambar sebuah teko teh yang langsung dilemparnya ke wajah Feng Mian. Beruntung suaminya bisa menangkis teko berisi teh panas itu, walau dia tidak bisa menghindar dari air panas yang menyiram punggung tangan kanannya.

TAMAT - Princess Lan HuaWhere stories live. Discover now