Bab 1

11.6K 1.1K 30
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 01

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Malam pengantin? Feng Mian menyembunyikan senyum dibalik cawan araknya. Putra mahkota berada di dalam kamar pribadinya di Istana Barat, menikmati malam bulan purnama dengan ditemani seguci arak, makanan enak serta sahabat setianya–Jenderal Wang Shu.

"Hampir larut malam, Pangeran Feng Mian," kata Wang Shu, memecah keheningan diantara mereka. "Sudah saatnya Anda pergi ke kamar pengantin," sambungnya, masih dengan nada dan ekspresi tenang yang sama. Berbeda dengan kesehariannya yang selalu mengenakan pakaian zirah saat bertugas di istana, sang jenderal mengenakan pakaian sutera terbaik khas bangsawan saat ini. "Putri mahkota pasti sudah menunggu Anda."

Feng Mian terkekeh. "Bukankah dia sangat kasihan?"

Wang Shu tidak menjawab. Ekspresi sang jenderal tidak terbaca.

Feng Mian mengetuk-ngetukkan cawan arak ke atas meja. Ia menjilat bibir bawahnya, menghapus rasa arak yang masih tertinggal di sana. "Wanita itu datang hanya untuk mengisi istana kosong yang sepi." Embusan napasnya terdengar keras. Feng Mian berdiri, bergerak pelan menuju jendela lalu membukanya lebar-lebar. Angin malam berembus, menyapu wajah tampan sang putra mahkota. "Wajah cantiknya hanya akan menghiasi sisi utara istanaku."

"Suatu hari nanti dia akan melahirkan calon penerus Anda." Wang Shu kembali bicara dengan nada yang sama. Ujung mata sang jenderal mengikuti arah pandang putra mahkota. "Istana ini memerlukan penerus."

"Bagaimana bisa aku menidurinya jika aku tidak memiliki perasaan apa pun terhadapnya?"

Wang Shu tidak menjawab. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Keduanya sama sekali tidak tahu jika sang mempelai wanita tengah berkeliaran di luar istana saat ini.

.

.

.

Xin Luo tentu saja mendukung keputusan tuannya untuk keluar istana, malam ini. Keduanya berhasil keluar dengan membawa sebuah tanda pengenal khusus yang diberikan raja kepada Lan Hua. Sungguh, dia tidak menyangka jika raja akan dengan mudahnya mengabulkan permintaan Lan Hua sebagai salah satu hadiah dari pernikahan.

"Tuan Putri, Anda sangat hebat."

Lan Hua menoleh, mulutnya sibuk mengunyah permen.

"Maksud hamba, bagaimana bisa Anda meminta izin khusu untuk keluar istana kepada raja sebagai hadiah pernikahan Anda?" kata Xin Luo tanpa bisa menyembunyikan kekagumannya. Wanita berusia tujuh belas tahun itu memiliki rambut dan bola mata sehitam arang. Kedua matanya selalu berbinar saat berbicara dengan Lan Hua. Tinggi badannya hanya sebahu dari sang putri.

Lan Hua tidak langsung menjawab. Keduanya berpenampilan seperti laki-laki saat ini. Netranya menyisir sisi kanan dan kiri pasar malam yang ramai. Lampion berwarna-warni tergantung, menyemarakkan suasana. "Aku juga tidak menyangka jika beliau akan langsung mengabulkan permohonanku," jawab Lan Hua setelah menelan permen di dalam mulutnya.

Mata Xin Luo mengikuti pergerakan Lan Hua saat melapkan telapak tangan yang berkeringat ke celana sutra.

Lan Hua menjeda, membawa kedua tangan di belakang punggung. Ekspresinya terlihat sangat serius saat berkata, "Yang lebih mengejutkan, beliau terlihat sangat senang saat bicara denganku." Kedua mata wanita itu disipitkan. Lan Hua lalu menoleh ke arah Xin Luo yang mendengarkan penuturannya dengan saksama. "Apa mungkin raja terpesona akan kecantikanku?"

TAMAT - Princess Lan HuaWhere stories live. Discover now