Rasanya tidak tenang!
Wina mencuri-curi pandang pada sekelompok senior yang berkumpul dekat gazebo, diterangi lampu seakan-akan itu merupakan pusat kejadian perkara. Tidak ada Sonia dan Mika, tapi seluruh buku tanda tangan dan surat-surat cinta berserakan di lantai gazebo. Rasanya seperti narapidana yang menunggu keputusan hukuman dari hakim, dengan bukti-bukti yang tengah di selidiki.
Gadis berambut panjang itu bahkan mulai berhalusinasi para senior memanggil namanya, karena akan terlalu indah jika mereka melewatkan buku tanda tangannya yang tak lengkap.
Sejak kejadian siang tadi, nyaris seluruh senior tahu bahwa dia tidak mengumpulkan tanda tangan milik Sonia dan Mika. Sebuah catatan hitam!
"Win!" Rifka mengguncang bahu gadis itu, menyentak Wina dari lamunan yang membingungkannya. "Lu nyariin Kak Axel lagi?"
"Apaan sih! Gue lagi mikir ini, kenapa gue belum dipanggil juga. Buku tanda tangan gue kan gak lengkap, gak mungkin mereka gak tau." Dibawah lampu emergency yang di letakan di depan tenda, Wina dan kelompoknya tengah mengeratkan daun-daun kering guna merangkainya menjadi 'kostum Inggris' ramah lingkungan seperti tema yang ditetapkan untuk fashion show mereka.
"Buku tanda tangan lu gak lengkap, Nat?" Seorang pemuda duduk di samping Wina tiba-tiba, meraih strapless dan daun di depan Wina, ikut-ikutan merekatkannya.
Wina menoleh, begitu juga Ridan yang nyengir lebar.
“Hai.”
“Lama-lama gue mikir kalau lu anggota kelompok gue, Dan.”
“Kalau gitu adopsi gue ke kelompok lu dong, gue gak keberatan kok.” Menaik turunkan alisnya, Ridan masih nyengir lebar.
Wina menghela napas, malas meladeni pemuda itu. Tanpa disadarinya, Rifka sudah duduk semakin dekat dengan Wina dan menyikut-nyikut lengannya yang tak dia tanggapi. Alih-alih menanggapi Rifka ataupun Ridan, Wina berdiri.
“Mau kemana lu?” Tanya Rifka, bingung.
“Nyari daun lagi, stress lama-lama gue gara-gara parno soal buku tanda tangan.”
“Gue ikut.” Ridan buru-buru menimpali, yang dilirik Wina dengan frustasi.
“Lu gak bantuin anggota kelompok lu, apa?”
“Mereka gak butuh bantuan gue, kan yang jadi modelnya gue.”
“Gue juga jadi model, tapi gue gak lepas tangan dan santai-santai kayak lu.” Ujar Wina sewot.
Tapi Ridan menyeringai, memainkan alisnya naik turun. “Karena lu baik, kan lu bidadari yang jatuh dari surga di hadapanku.”
Wina menatapnya dengan tatapan ‘yang benar aja’, karena sumpah itu kalimat paling norak yang pernah dia dengar.
Duduk dibawahnya, Rifka bahkan mengeluarkan tawa tertahan. Tak perlu menyebutkan anggota kelompok mereka yang kini sudah mengalihkan pandangan dan menjadikan Wina dan Ridan sebagai tontonan gratis.
Pada akhirnya Wina hanya berbalik dan menuju pinggiran hutan untuk mengutip daun lagi, tak memperdulikan Ridan yang mengikutinya dengan senyum lebar diwajah, atau tatapan teman-teman sekelompoknya yang berbagai macam. Terhibur, tak acuh, iri bahkan cemburu.
***
Dedaunan yang dibentuk sedemikian rupa oleh teman-teman satu kelompok Wina, kini merekat ditubuh gadis itu. Meski setumpuk daun itu tak bisa dikatan sebagai pakaian yang layak, tapi entah bagaimana itu bisa terlihat seperti gaun yang keindahannya unik. Apalagi dibawah cahaya bulan, menampilkan ilusi seorang peri hutan—kecuali itu dirusak oleh tampang penuh khawatir pemakainya.
BINABASA MO ANG
Clockwork Memory
RomanceNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
