Chapter 6

3.2K 315 9
                                        

Tiga tahun silam...

Wina melemparkan tas sekolahnya ke sudut tempat tidur, dan meletakan kantong kertas di atas meja. Gadis itu bahkan tidak repot-repot mengganti pakaian sekolahnya saat membongkar hasil belanjaan setelah dari mall tadi. Sebuah kotak dikeluarkan dari kantong, dan dengan tak sabar merobek pembungkus plastiknya.

Itu adalah headphone. Berwarna merah muda dengan liris putih, dan gadis itu tersenyum lalu duduk di depan meja belajarnya.

Menyalakan laptop dan memasang headphone baru itu, Wina langsung mengklik aplikasi game dan menunggu loading sebentar sebelum senyumnya kembali merekah dengan lebar. Seakan-akan untuk pertama kalinya dia melihat tampilan permainan ini. Warnanya yang cemerlang, karakternya yang cantik--seorang elf perempuan dengan rambut pirang dan gaun putih, di tangannya memegang sebuah busur gading--dan terutama background music yang mengalun langsung ke telinganya.

Gadis itu kemudian mencoba bermain, mendengarkan efek gerakan karakternya dan percakapan-percakapan temannya yang lain yang sebelumnya tak pernah dia dengar. Selama ini, bahkan dia selalu mematikan suara laptop agar orang tuanya tidak tahu dia bermain game. Dan ini membuat permainan semakin menyenangkan.

Sayang, Lord Dark Iron belum online.

Setelah nyaris selama enam jam penuh Wina berselancar di dalam game, dan mengalami perasaan naik turun yang menguras emosi, akhirnya gadis itu benar-benar harus menelan kekecewaan. Pasalnya, Lord Dark Iron yang dia tunggu-tunggu tak kunjung online juga. Bukannya tanpa pemuda itu permainan jadi tidak menyenangkan, Wina senang dia bahkan sudah mencapai level 23 sekarang, dan sudah memiliki sayap pelangi yang menambah kecepatannya. Tapi tanpa Lord Dark Iron, dia jadi tidak bisa pamer headset barunya.

Melirik jam di sudut ujung laptop yang menunjukan nyaris pukul sebelas, Wina putuskan untuk mengakhiri game-nya. Sebelum ibunya tahu bahwa jam segini dia masih juga belum tidur. Helaan nafas panjang keluar dari bibirnya, saat dia mengarahkan kursor pada tombol penyimpanan data.

Namun, sebelum dia sempat mengklik mouse-nya, tiba-tiba kotak pemberitahuan permintaan percakapan pribadi muncul di layarnya. Seketika itu juga senyum Wina mengembang, itu dari Lord Dark Iron. Tanpa pikir panjang, dia menekan tombol terima.

"Wina Austria?" Suara itu pelan, terdengar ragu. Dengan sedikit aksen daerah yang samar-samar, membungkus telinga Wina seakan hanya sekilas untuk membelai.

Wina tersenyum, meski dia tak punya alasan untuk melakukan itu. "Hai, Lordie."

***

Masa kini...

Wina berbaring di atas tempat tidur, sementara tangannya menggenggam ponsel lama yang nyaris dua tahun ini tak pernah lagi dia gunakan. Bersyukur ponsel itu masih bisa berfungsi.

Cahaya suram dari layar ponselnya menerangi wajah Wina yang terpaku pada pesan-pesan singkat yang berhasil dia temukan setelah mencari dengan susah payah. Dengan helaan nafas ringan, gadis itupun menjatuhkan tangan, menjauhkan ponsel dari wajahnya dan menutupi mata dengan lengan satunya. Dia menggigit bibir, kejadian siang tadi menghantui bagai mimpi buruk.

Bagaimana bisa ketua BEM nya adalah Lordie? Dan sialnya, dia sempat menyukainya!

"Gue udah gila kali ya!" Mendesah pelan, Wina kembali mengulang kejadian siang tadi. Seandainya saat itu Riko tidak menghampiri mereka, apa yang akan Axel lakukan? Apakah dia masih membenci Wina? Apakah dia ingin balas dendam? Wina menggigil memikirkan kemungkinan itu! Pantas saja sejak pertama bertemu Axel tak bersikap mudah padanya. Masihkah pemuda itu menyimpan dendam?

Clockwork MemoryWhere stories live. Discover now