Angin lembut masuk melalui jendela sebuah aula di lantai dua, menerbangkan beberapa anak rambut dalam sentuhan pagi. Meski waktu baru menunjukan pukul delapan, matahari sudah sangat menyengat. Tapi katanya, matahari jam delapan masih baik untuk tubuh. Itu vitamin E? C? Atau D? Sesuatu yang bagus untuk kulit. Jadi meski panas, itu bisa dimaafkan.
Di sebelah jendela, seorang gadis dengan rok lipit hitam dan kemeja putih memandang kosong podium jauh di depannya. Beberapa orang dengan seragam almamater biru berbicara tiada henti. Mengucapkan sambutan dan perkenalan. Sesekali dia menyelipkan helaian rambut panjangnya yang tergerai kebalik telinganya, hanya untuk dimainkan angin dan kembali menghalangi pandangan. Dia, Wina. Namanya diambil dari ibu kota Austria dan di tulis dengan cara eja internasional. Vienna.
Ini hari pertama Wina menjalani kehidupannya sebagai seorang mahasiswi, dan dia cukup bersemangat. Bahkan jika dia harus menjalani masa orientasi klasik selama tujuh hari kedepan. Wina bertekad untuk menciptakan sebanyak mungkin teman, dan membuat relasi baik dengan kakak-kakak kelasnya. Karena katanya, ikatan persaudaraan di fakultas ini terkenal.
"Gila, cakep banget!" Seorang gadis berambut pendek di sebelah Wina tiba-tiba berseru pelan, gadis lainnya yang duduk di depannya reflek menoleh hanya untuk memberikan persetujuan.
Wina mengerti reaksi mereka, dan tidak bisa tidak setuju. Bahkan bisik-bisik yang mulai terdengar bisa ditebak isinya apa. Karena pada saat itu, seorang pemuda masuk ke dalam ruangan. Berdiri di depan podium dengan almamater biru yang sama dengan para senior di tubuhnya. Posturnya tinggi, dan ketika dia menyapukan pandangan di depannya dalam pose beristirahat ada ketegasan dan intimidasi yang tak bisa dibantah. Auranya dingin, tapi itu mempertegas wajahnya yang tampan.
Bagaimana dia tidak jadi bahan perbincangan.
"Semuanya, diam!" Seorang senior perempuan di sebelah pangeran beralmamater itu membentak dengan keras. Membungkam bisik-bisik yang sempat terdengar. Beberapa mungkin terdiam karena takut, tapi sebagian besar lagi lebih karena kaget. "Gak ada yang berbicara, perhatian ke depan!"
Ada jeda beberapa detik, dan sang pengeran memandang tajam ke seluruh ruangan. Seakan-akan menantang seseorang untuk berani berbicara setelah adanya larangan. Tapi para mahasiswa baru di depannya bergeming, patuh terhadap perintah.
"Perkenalkan, saya Axel Pranata. Ketua BEM sekaligus ketua panitia ospek." Suara pemuda itu tenang, dia tak berteriak tapi entah kenapa terdengar lantang dan bisa menjangkau hingga barisan belakang ruangan itu. "Tanpa banyak membuang waktu, dengan ini saya menyatakan masa orientasi fakultas ilmu sosial dan ilmu budaya Universitas Danurweda resmi di mulai. Saya harap, kita bisa saling mengenal dan menjalin keakraban antara kami para senior, dan kalian mahasiswa baru. Mari kita bersenang-senang bersama."
Wina terpana, dan secara klise berpikir telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
YOU ARE READING
Clockwork Memory
RomanceNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
