Chapter 15

2.8K 274 19
                                        

Tiga tahun silam...

Wina tidak tahu apa yang sebenarnya dilihatnya pada layar lebar di depannya. Pasalnya gadis itu terlalu sibuk dengan degupan jantung yang terasa semakin kencang. Memegang cup minuman dengan kedua tangannya, gadis berambut panjang itu tak henti menyedot cairan di dalamnya. Lama-lama Wina bisa gembung kebanyakan minum.

"Mau Win? Belum gue minum kok."

"Hah?" terkejut, Wina nyaris berjengit pada pemuda di sebelahnya yang tengah menyodorkan sebuah cup minum miliknya sendiri.

Cahaya buram dari layar di depan mereka mampu menerangi wajah pemuda itu yang terlihat agak canggung, ragu-ragu dia tersenyum. "Kayaknya lu haus banget, dan minuman lu kayaknya udah habis. Kalau mau, minum punya gue aja, ini java tea kok." Lanjutnya, berbisik agar tak mengganggu penonton lain di sekitar mereka.

Dengan bodoh Wina menatap cup ditangannya, menggoyang pelan hingga terdengar bunyi es yang beradu. Dia bahkan tak sadar kalau dari tadi dia hanya menyeruput tetesan-tetesan es yang mencair. "Gak usah, nanti lu haus."

Pemuda di sebelahnya, yang tak lain adalah Axel si Lordie, tertawa pelan dan kembali memalingkan wajah. Menatap layar di depan yang tengah menayangkan percakapan antar para protagonis. "Sama, gue juga gugup kok."

"Eh?" Wina menatap Axel sesaat, sebelum buru-buru kembali melihat layar. Apa gue kelihatan banget gugupnya? Eh tunggu bentar, dia juga gugup? Dengan ekor matanya, gadis itu mencuri-curi pandang pada Axel. Mencari tahu, apa benar pemuda itu juga sama gugupnya dengannya?

"Jangan ngelihatin mulu, kalau gak gue bakal gak konsen sama filmnya, Wina Austria."

Wina duduk tegak, pandangannya lurus kepada layar. "Siapa yang ngelihatin! Ge er!" Desisnya, dan merasa bersyukur karena ruangan itu gelap. Cukup untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya.

Di sampingnya, Axel tersenyum. Pemuda itu, jelas sama tegangnya dengan Wina, hanya saja dia cukup terlatih untuk menguasai dirinya.

Film baru berjalan lima belas menit, masih ada satu jam lagi yang tersisa. Semoga setelah itu, baik Wina dan Axel mampu menghadapi kecanggungan mereka.

***

Saat keluar dari bioskop, baik Wina dan Axel hanya memasang tampang bodoh, pada akhirnya, tak satupun dari mereka benar-benar menonton film itu. Saling sibuk menata hati masing-masing. Berjalan dengan linglung, kedua remaja itu tak mengucapkan apapun. Sampai akhirnya, suara perut Wina menyadarkan Axel, dan pemuda itupun tertawa.

Wina memandang Axel dengan penuh permusuhan, memeluk perutnya dengan malu. "Biasa aja sih ketawanya, gue tadi gak sempat sarapan!" ucap Wina kesal.

"Kenapa gak sempat sarapan?" Menggoda adalah salah satu hal yang baru untuk Axel, tapi dengan Wina entah bagaimana rasanya dia terdorong untuk melakukannya.

Wina hanya memasang wajah cemberut, menolak untuk menjawab.

"Ok! Ok! Sorry, yuk makan." Axel menekan tawanya, meski sudut-sudut bibir pemuda itu masih tertarik. "Mau makan dimana?"

Wina menutup mata untuk itu, dan berjalan mendahului Axel. "Gue mau makan ramen." Putusnya.

Di belakang gadis itu, Axel menyeringai sebelum akhirnya dia menyusul Wina dan berjalan di sampingnya. "Oke, ayo makan ramen." Ucapnya, kali ini tak repot-repot menyembunyikan seringai.

Wina tak menjawab, bahkan tak mau menoleh untuk menatap Axel. Karena tanpa pemuda itu tahu, Wina masih cukup gugup karena pernyataan ceroboh Axel kemarin. Bagaimanapun, itu pertama kalinya dia di'tembak' oleh anak laki-laki secara langsung. Meski itu tak seromantis seperti di komik-komik Jepang yang biasa dia baca, tapi tetap saja itu membuatnya senang.

Clockwork MemoryWhere stories live. Discover now