Chapter 13

3.3K 336 33
                                        

"Cahaya di ufuk timur, lambangkan pengetahuan yang abadi.
Universitas Danurwangsa, adalah Universitas kita.
Cinta dalam bakat yang membara.
Pengetahuan yang tak akan habis.
Universitas Danurwangsa, adalah Universitas kita..."

Wina bukanlah penyanyi yang baik, dia juga tidak benar-benar memiliki suara yang bagus, karena itulah gadis berambut panjang itu menggertakan giginya setiap kali dia mengucapkan bait dari lirik-lirik hymne Universitasnya. Pasalnya, selain karena dia tidak dengan sukarela bernyanyi, tempat dimana dia disuruh bernyanyi adalah di depan pintu fakultas, yang setiap orang pasti akan meliriknya sekali kalau tidak berkali-kali sambil meyakinkan perbuatannya yang tak masuk akal.

Di dalam hati, gadis itu mengutuk setengah mati.

Semua ini berawal dari setengah jam yang lalu. Wina tengah membaca pesan di ponselnya, mencari Rifka yang katanya tengah menahan sakit akibat disminorhae. Membawa paracetamol yang baru dibelinya di apotek, gadis itu jelas tak memperhatikan sekelilingnya. Jadi bagaimana bisa dia meluangkan waktu untuk berhenti dan memperhatikan setiap orang yang dia lewati. Jadi pada saat itulah kejadian ini bermula.

Wina yang panik melewati Mika yang sensitif. Gadis itu menggenggam sebungkus parasetamol sementara satu tangannya yang lain berusaha mengetik pesan kepada Rifka yang terus mengeluh dan bertanya keberadaan obatnya. Mengetik dengan satu tangan itu sulit, jadi ketika dia menabrak bahu Mika, Wina masih berusaha berkonsentrasi pada ponselnya. Dia panik, takut Rifka tiba-tiba pingsan. Saat itulah Mika tersinggung, padahal sumpah demi Tuhan, Wina sudah mengucapkan kata maafnya.

Jadi, ketika waktu istirahat berakhir dan Rifka telah terselematkan, teguran Mika yang di teriakan di depan aula, di depan seluruh maba dan senior membuat Wina pucat. Beberapa saat kemudian, merekapun berakhir di sini, di depan pintu kaca fakultas, dengan Mika yang mengawasi dari samping dan Wina yang menyanyikan hymne Universitas berulang-ulang selama lima belas menit terakhir.

Dasar senior gila hormat!

Wajah Wina datar, mulutnya masih bernyanyi tapi hatinya penuh dendam. Suaranya sudah mulai serak, namun sepertinya tidak ada tanda-tanda Mika mau menyudahi hukuman. Mending didengerin, Mika malah sibuk dengan ponselnya. Dikira Wina mp3 berjalan apa!

Saat itu, aroma citrus dan rokok yang pekat menyapa Wina terlebih dahulu, sebelum sosok yang beberapa hari ini dia hindari melewatinya. Dengan wajah datar dan tak peduli, Axel Pranata berjalan begitu saja dan masuk kedalam fakultas. Wina malu dan nyaris bersyukur karena pemuda itu tidak memberikan atensi padanya sampai tiba-tiba Axel berhenti dan berbalik. Menatap Wina dengan pandangan tak yakin.

Mereka hanya dipisahkan oleh pintu kaca yang menutup perlahan, Wina di luar dan Axel di dalam. Tak satupun dari mereka mengucapkan sepatah kata, bahkan Wina telah berhenti bernyanyi. Matanya fokus menatap pemuda di depannya. Rasanya malu dan ingin kabur, tapi alih-alih melakukan itu Wina hanya berdiri mematung.

Itu akhirnya membuat Mika berhenti memainkan ponselnya dan beralih menatap Wina. Mengikuti arah pandang gadis itu, Mika bisa menemukan Axel yang menatapnya. Gadis itu terkejut, dan baru saja ingin menyapa saat Axel mengalihkan tatapannya dan kemudian berlalu pergi. Orang bilang, Axel adalah pemuda yang sulit di dekati dan Mika setuju. Tidak mengerti bagaimana sahabatnya Sonia bisa akhirnya berpacaran dengan manusia kutub satu itu.

Ganteng boleh, tapi kalau tak bisa diajak berkomunikasi buat apa?

Kesal karena Axel tak menggubrisnya, Mika akhirnya beralih kepada Wina dan memutuskan gadis itu untuk menjadi pelampiasannya. Lagipula junior ini sejak awal sudah banyak bikin masalah, sekarang sepertinya dia juga tertarik dengan pacar sahabatnya, mana bisa Mika melepaskannya. "Kenapa diam?! Lanjut!"

Clockwork MemoryWhere stories live. Discover now