Jam satu siang. Satu demi satu, para mahasiswa baru kembali berjalan menuju aula. Namun, Amanda berserta ketiga belas adik-adik bimbingannya terlihat cukup gelisah. Sepanjang jalan mereka berbisik-bisik, bahkan bisik-bisik itu tak berhenti meski mereka sudah duduk rapi di aula.
Bagaimana tidak, dua bangku kosong di kelompok mereka menegaskan ketidak beresan.
Sepuluh menit yang lalu, ketua BEM mendatangi Amanda. Dibelakangnya ada Rifka dan Wina yang tertunduk, wajah Rifka bahkan nyaris pucat. Amanda tahu, pasti terjadi sesuatu. Tapi Axel hanya mengatakan satu kalimat.
"Gue bawa mereka buat kedisiplinan."
Begitu saja, lalu mereka bertiga pergi, meninggalkan Amanda yang terbengong-bengong tanpa penjelasan. Dan sekarang, dia sedikit khawatir.
"Kak, Wina sama Rifka kok belum balik?" Ridan berbisik di sebelahnya, sementara aula semakin lama semakin penuh.
Amanda nenghela nafas, dan menggeleng. "Saya gak tahu, tapi nanti coba saya tanya--"
"SAYA MAHASISWA DAN SAYA TAHU CARA MENGHORMATI YANG LEBIH TUA."
Amanda mengernyit, dan sesaat aula jatuh dalam keheningan. Ridan menatapnya, tapi Amanda hanya mengerjapkan mata dengan bingung.
"SAYA MAHASISWA DAN SAYA TAHU CARA MENGHORMATI YANG LEBIH TUA."
"Ada anak perempuan yang dihukum di lapangan." Seseorang akhirnya memecah keheningan, detik berikutnya aula itu penuh dengan suara. Kursi yang bergeser, langkah kaki dan kata-kata yang tak lagi segan untuk di sembunyikan.
Ridan juga berdiri dari duduknya, menatap Amanda dengan mata membulat terkejut. "Itu kayaknya suara Wina!" Ujarnya sebelum melangkah menuju jendela dengan berdesak-desakan.
Akhirnya, Amanda juga mengikuti adik-adik bimbingannya.
"Semuanya! Tenang! Kembali ke tempat duduk kalian masing-masing!" Seorang gadis berteriak, Amanda belum sampai pada jendela saat dilihatnya Riana berdiri di atas podium. Gadis itu kecil, memakai jilbab, tapi suaranya begitu keras dan lantang. Kadang teman-temannya memanggilnya cabai rawit, dan karena itu dia cocok di bagian kedisiplinan. "Kepada para kakak pembimbing, atur anggota kelompok kalian dengan rapi!"
Amanda menghela nafas untuk kesekian kali, kemudian mulai mengumpulkan adik-adik bimbingannya, sementara hatinya bertanya-tanya apa yang dilakukan Rifka dan Wina hingga Axel turun tangan untuk menghukum mereka langsung. Bukankah itu biasanya diserahkan kepada komdis?
***
"SAYA MAHASISWA DAN SAYA TAHU CARA MENGHORMATI YANG LEBIH TUA."
Rifka dan Wina melakukan skot jump di tengah lapangan basket tak jauh dari gedung fakultas FISIB. Dari tempat mereka melakukan skot jump, setidaknya tiga fakultas bisa melihat mereka dengan jelas. FISIB, FKIP, dan FMIPA yang kebetulan berada di sekeliling lapangan basket.
Wina tak mau melihat bahwa dia sudah menjadi pusat perhatian dari para mahasiswa yang tengah menjalani ospek di ketiga fakultas itu. Sementara dia dan Rifka melompat naik dan turun dan hanya dia satu-satunya yang berteriak hingga tenggorokannya sakit. Alasannya? Karena dia satu-satunya yang membanting pintu di depan ketua BEM.
"SAYA MAHASISWA DAN SAYA TAHU CARA MENGHORMATI YANG LEBIH TUA." Melompat, tangan di belakang kepala, dan berjongkok. Mata Wina yang segelap malam memandang pria di depannya dengan berbagai ekspresi sementara terik matahari membakar kulit kepalanya. Keringat menetes di pelipis mata, tapi bahkan Wina tidak berani untuk mengusapnya. "SAYA MAHASISWA DAN SAYA TAHU CARA MENGHORMATI YANG LEBIH TUA." Dan dia melompat lagi, kemudian berjongkok.
YOU ARE READING
Clockwork Memory
RomanceNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
