Chapter 11

3K 317 28
                                        

"Gue mau lu ngejelasin ke gue, kenapa lu ninggalin gue gitu aja tiga tahun yang lalu."

Dalam kalimat itu, ada kenangan yang kemudian terputar di benak Wina. Seketika itu juga, rasa bersalah dan penyesalan menyesakan dadanya. Wina menarik napas panjang, memasukan udara ke paru-paru dengan susah payah.

Tatapan pemuda di depannya dingin dan tertutup. Jelas itu berbeda dari pemuda yang dia kenal tiga tahun lalu. Bahkan meskipun Axel ada di depannya saat ini, seakan tangan gadis itu tak cukup panjang untuk menyentuhnya. Dia benar-benar berubah, tidak hanya penampilannya tapi juga sifatnya. Axel di depannya, adalah Axel yang baru. Pantas saja dia tak mengenalinya.

Entah mengapa, perubahan itu menyakiti Wina. Apakah dia masih begitu peduli dengan pemuda itu, atau karena dia kembali mulai menyukai Axel, Wina tak benar-benar jelas tentang alasannya.

Wina menurunkan buku catatan itu, dan memasukannya ke dalam tas. "Maaf Kak, saya harus kembali." Ujarnya menyerah, kemudian Wina berbalik.

"Menghindar lagi?"

Menoleh, Wina mendapati Axel masih berdiri di tempat yang sama. Awalnya memandang satu titik di depan, sebelum dengan perlahan menatap Wina.

"Apa segitu sulitnya memberikan alasan?"

Mata itu mengunci sang gadis, dan dia menelan ludah. Takut kalau-kalau pandangan Axel akan berhasil menguliti memori dan hatinya. Butuh banyak keberanian untuk akhirnya suara keluar dari kerongkongan Wina. "Kenapa kita harus bahas itu sekarang? Udah gak ada gunanya kan?" Ujar gadis itu, mengalihkan pandangan, memunggungi Axel. "Lagian lu udah punya pacar." Tambahnya, dengan suara yang jauh lebih pelan. Pada titik ini, Wina bahkan tak berani menerka ekspresi Axel.

"Pacar?" Jeda sejenak, Axel menggeser tubuh menatap punggung Wina. "Apa hubungannya?"

Apa hubungannya?! Oh tentu aja, tentang pacar lu dan gue gak ada hubungannya!

Mendengus keras, dia nyaris terbahak. Bukan karena lucu, tapi karena keadaan saat ini membuat adrenalin yang berpacu di darahnya menyebabkan histeris. Gadis itu mengepalkan tangan, mati-matian menahan emosi, yang pada akhirnya tetap saja bocor. "Kenapa lu masih muncul di depan gue kalau lu emang udah punya pacar?! Kenapa lu masih nanyain alasan untuk kejadian yang udah bertahun-tahun berlalu?!" Wina tahu pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan tak logis, dia tahu itu tak ada hubungannya, dan dia tahu dia tidak berhak marah. Dulu, dan sekarang dia tak punya hak untuk marah. "Kenapa lu muncul sekarang? Disini?"

"Xel?"

Wina tersentak, sementara Axel hanya melirik sekilas.

Riko datang menghampiri mereka dengan tatapan ingin tahu. Dia menatap Wina lama-lama, beberapa pertanyaan berputar dikepalanya. Menilik dari ekspresi gadis didepan Axel, Riko tidak bisa tidak menduga bahwa sesuatu telah terjadi di antara mereka. Riki menatap ragu."Lu dicariin Sonia," ujarnya kemudian terdiam, menoleh kepada Axel yang sudah mengambil almamater di atas kursi yang tadi dia duduki. "Um, kalian gak apa-apa? Apa gue ganggu?"

Wina menggigit bibir, dan mencengkram tali ranselnya dengan kuat. "Maaf Kak, saya duluan." Ujarnya, tak menoleh kepada siapapun. Dan sebelum Riko bahkan sempat membalasnya, Wina sudah berlari pergi. Meninggalkan kedua pemuda itu di belakangnya. Perasaannya kacau.

"Gue menginterupsi sesuatu ya?" Tanya Riko, memperhatikan Wina yang sudah menghilang di belokan.

Axel melewati pemuda itu, mengenakan almamaternya dengan acuh. Bahkan tak repot-repot menjawab pertanyaan Riko.

Riko menatap punggung Axel yang sudah berjalan menjauh. Kemudian pemuda itupun bergegas menyusulnya, melingkarkan tangan di bahu si ketua BEM. Sesuatu yang tak semua orang bisa lakukan mengingat perangai Axel yang kembaran sama laut Antartika. "Lu lagi deketin tuh maba? Itu si Natasha kan? Pinter banget lu nyari yang cantik. Kadang gue iri sama tampang lu, udah dapat Sonia, sekarang ngincer Natasha. Hati-hati Sonia tahu, bisa runyam."

Clockwork MemoryWhere stories live. Discover now