Chapter 7

3.1K 357 15
                                        

"Udah dapat berapa, Win?" Rifka menghampiri Wina yang tengah duduk di bangku taman fakultas, meletakan buku catatan kecilnya di atas meja batu dan duduk di depan gadis berambut sepunggung itu.

Wina mengetuk-ngetuk ujung pulpen di atas buku catatan miliknya sendiri, melihat nomor yang dia tulis di ujung catatan. "Baru tiga puluh delapan." Ujarnya kecewa. "Lu sendiri berapa? Udah banyak ya? Kayaknya tadi lu gampang banget dilulusin pas minta tanda tangan."

Ya, yang mereka bicarakan ini memang tanda tangan. Mereka diminta untuk mengumpulkan seratus tanda tangan senior. Masalahnya, seratus tanda tangan itu tidak bisa didapat dengan cuma-cuma. Bukan masa orientasi namanya kalau para senior tidak memanfaatkan momen ini untuk menyiksa para mahasiswa baru. Beruntung untuk Rifka yang manis dan berperilaku baik, banyak senior yang memberikannya dengan cuma-cuma. Sementara Wina? Sejak dia sering di hukum, jadi banyak senior yang mengenalnya dan tampaknya berlomba-lomba untuk mengerjainya.

"Lumayan, dua puluhan lagi. Tapi senior-senior yang penting belum." Rifka memeriksa buku catatannya sendiri.

Itu membuat Wina semakin murung.

"Win!" Seorang gadis menepuk bahu Wina, dan duduk di sebelahnya. Itu Nazwa. "Gimana tanda tangan? Udah kelar?"

Wina menatap Nazwa dan menggeleng. "Masih jauh." Ujarnya pelan.

Nazwa mengangguk-angguk pelan. "Gue pikir lu bakal kelar duluan, secara banyak senior yang kenal sama lu."

"Sama, gue pikir juga gitu." Rifka menimpali, yang membuat Nazwa agak terkejut seakan dia akhirnya sadar ada orang lain selain Wina di situ.

"Eh, lu Rifka kan? Lu juga terkenal sih?"

"Hah? Masa?"

"Hu uh, Rifka Indraswari anak Sastra Inggris. Banyak senior yang nyebut-nyebut nama lu. Salah satu mahasiswa baru yang dihukum di hari pertama katanya."

"Hhh... Gue udah tahu, pasti gue terkenal gara-gara itu." Rifka menumpukan dahinya pada meja batu, menghela napas dengan keras.

Nazwa tertawa kecil. "Tenang aja, katanya lu juga manis kok. Gue sih curiga lu terkenal lebih karena itu." Nazwa menepuk-nepuk bahu Rifka. Rifka mengintip, dan nyengir seketika. "Btw, gue Nazwa. Anak ilkom, teman SMP Wina." Nazwa mengulurkan tangan.

Kembali duduk dengan tegak, Rifka menyambut uluran tangan Nazwa. "Lu udah kenal gue, Rifka Indraswari teman sejurusan Wina. Salam kenal juga." Masih nyengir, gadis dengan rambut bergelombang itu mengguncang tangan Nazwa. Jelas senang karena dapat teman baru.

Wina menggulung rambut panjangnya, dan menyematkan sebatang pensil sebagai penahan sanggul. "Udah selesai kenalannya?" Sindir gadis itu.

Kedua temannya itu menatapnya bersamaan, dan tersenyum meminta maaf karena sempat mengabaikan Wina.

Wina hanya menggelengkan kepalanya. "Jadi, selain dengerin gosip, lu udah selesai ngumpulin tanda tangan, Zwa?" Tanyanya kembali mengetuk-ngetuk pulpen di atas buku catatan kecilnya.

"Dikit lagi." Ujar Nazwa mengecek buku catatannya. Kemudian dia menatap Wina dengan serius. "Btw Win, ngomong-ngomong soal gosip, jujur deh sama gue, lu kenal Kak Axel ya?"

Pulpen Wina terlepas dan jatuh ke bawah meja, gadis itu tiba-tiba menjadi salah tingkah. Membungkuk untuk mengambil pulpennya, Wina bahkan membenturkan kepalanya pada meja kayu. Suaranya cukup keras hingga membuat kedua temannya khawatir.

"Lu gak apa-apa, Win?" Tanya Rifka, memandang Wina yang sudah duduk kembali dengan mengelus-elus belakang kepalanya.

Gadis itu mengangguk cepat, dan menatap Nazwa yang balas menatapnya dengan meringis. Membayangkan betapa sakit kepala Wina saat ini. "Kenapa lu nanya gitu?" Tanya Wina, meletakan pulpennya di samping buku.

Clockwork MemoryWhere stories live. Discover now