___ Kuasa yang Istimewa ___

1.4K 161 81
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi, tapi Halilintar masih tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

Sudah lebih dari 5 jam lamanya, setelah duel bersama kedua kakaknya, Halilintar memutuskan membawa mereka ke ruangan yang biasa di gunakan para elemental, dan membaringkan tubuh Solar dan Voltra di tempat tidur terdekat, yaitu ranjang single milik Voltra, dan ranjang susun paling bawah milik Gopal.

Selama 5 jam pulalah, Halilintar berdiri di hadapan kedua ranjang itu, memperhatikan wajah damai yang masih tertidur, atau lebih tepatnya, pingsan setelah pertarungan.

Mengingat pertarungan tadi malam, Halilintar menyadari jika kekuatan Dark dan Boboiboy jauh berkurang dari terakhir kali ia ingat.

Kedua kakaknya, yang jika dengan kekuatan penuh mereka beradu, dalam satu kali serangan pun station TAPOPS bisa melebur tanpa tersisa sedikit pun.

Tapi malam tadi, jangankan menghancurkan TAPOPS, menghalau serangan ledakan petir merah milik Halilintar saja, mereka sudah kewalahan. Dan Halilintar tahu, alasan kenapa mereka bisa seperti itu.

Jiwa yang tersegel...

Dan kekuatan yang di serap.

Benar. Api dingin milik Boboiboy dan Petir hitam milik Dark, kedua kuasa itu sebagian besar telah di serap oleh Halilintar, hingga hanya tersisa sedikit kuasa untuk mempertahankan jiwa mereka agar tidak hancur begitu saja.

Walaupun Boboiboy menguasai tubuh Solar dan Dark menguasai tubuh Voltra, tetap saja kedua adiknya itu masih berada di tahap kedua. Di tambah lagi, pengalaman mereka bertarung sangatlah minim, tentu saja tubuh mereka masih terlalu kaku untuk di bawa dalam pertarungan pedang yang memerlukan skill yang tinggi.

Haaahh... Mengingatnya, Halilintar ingin cepat-cepat menyelesaikan semuanya. Ia berharap, Laksamana dan Komandan bisa kembali dengan membawa keberhasilan misi, hingga akan mempermudah Halilintar untuk memperbaiki semuanya.

"H-hali...?"

Suara lembut dan terkesan ragu itu menyapa telinganya, membuat pendengaran khas Power Sphera aktif begitu saja.

"Shielda?"

Kedua alis Halilintar saling bertautan, merasa heran melihat Shielda yang menatapnya malu-malu.

Oh, Halilintar tidak ingat jika gadis alien yang pernah menjadi lawannya di Volcania bisa menatapnya seperti itu.

"Mm... Kau tidak lelah? Tadi malam... Bukannya kau menguras banyak tenagamu?" Shielda bertanya sembari menatap lembut ke arah Halilintar, tanpa menyadari adanya rona tipis di kedua pipinya. "Kalau kau mau, kau bisa beristirahat sekarang... Tidak masalah, jika kau khawatir dengan mereka, aku yang akan menggantikanmu menunggu mereka".

Kerutan di kening Halilintar semakin dalam mendengar ucapan Shielda. Remaja tapi tua itu mencoba memutar ingatannya, mencari-cari dari 30 tahun hidupnya, siapa tahu ia pernah dekat dengan Shielda.

Ah, tapi bahkan setelah ia memeras otaknya untuk mengingat pun, ia tidak ingat sama sekali.

Ia hanya tahu, Shielda pernah menggunakan perisainya untuk memantulkan kembali bola kilat yang ia lemparkan, hingga membuat dirinya harus terkena setruman dari kekuatannya sendiri_dulu, di Volcania.

why??? (END)Where stories live. Discover now