___ Sebuah Kebetulan ___

3.1K 331 37
                                    

Sebuah kebetulan sebenarnya hanyalah kedok dari sebuah takdir kehidupan, karena peristiwa yang manusia sebut sebagai kebetulan terkadang bisa mengantarkan mereka pada jalan hidup yang berbeda.

Ya, perputaran kehidupan dengan adanya unsur 'kebetulan'.

Boboiboy Halilintar tidak pernah menyangka pertemuannya dengan si pria brewok akan mempertemukannya dengan orang-orang baru yang mengisi hatinya. Yeah, kebetulan yang berujung pertemuan manis.

"A-apa itu tadi?"

Wajah si pria tampak pucat pasi saat Halilintar melepaskan pelukan__ secara tidak sengaja__mereka. Ia tidak ingat dengan jelas, tapi yang ia tahu adalah mereka hampir saja mati terkena tembakan__yang sebenarnya hanya tembakan peringatan__ dan saling berpelukan takut, lalu samar-samar ia mendengar bisikan kecil dan tiba-tiba apa yang ada disekitarnya terasa samar, seakan melaju dengan kecepatan diluar batas normal.

Atau... ia sendiri yang melaju sangat cepat???

Halilintar mendengus, menyesal karena ia malah membawa lari pria itu. Andai saja ia tinggalkan pria itu sendirian, pasti ia tidak perlu menjelaskan apapun.

Tak ingin membongkar tentang kekuatannya, Halilintar berlalu begitu saja, membuat si pria tersadar dari keterkejutannya.

"Hoy-hoy nak ! Aku bertanya padamu!"

Antara kesal dan bingung, pria itu lagi-lagi menarik kerah belakang Halilintar, membuat si remaja kembali tercekik.

"Apa maumu?" Pertanyaan malas disuarakan Halilintar, ia tidak mau lagi mengomentari kekasaran si pria pada kerah baju merah kesayangannya.

"Jelaskan sesuatu!!!"

Halilintar mendengus, ia menghempaskan tangan si pria dari kerahnya lalu menatap pria itu dengan sinis, tatapan asli seorang Halilintar yang biasa ia perlihatkan pada orang asing. "Kau tidak perlu tahu. Intinya, aku menyelamatkanmu dan hutang nyawa terhadapku akan aku anggap lunas kalau kau tidak lagi mengungkit masalah tadi."

Keberadaan mereka saat ini adalah di jalanan tempat pertama ia dan si pria bertemu. Jadi suasana lengang disekitarnya memperjelas telinga si pria untuk mendengar adanya nada keseriusan yang terselip dari ucapan remaja di hadapannya.

Si pria memandang Halilintar dengan pandangan yang sulit diartikan,  membuat remaja itu jengah lalu hampir saja melangkah pergi ketika suara si pria terdengar.

"Kau sudah menolongku, akan ku ajak kau makan siang di rumahku!" pria itu menarik tangan Halilintar hendak membawanya ke rumah sederhananya yang hanya berjarak kurang dari 10 langkah.

Halilintar mengerjap kaget. Pria ini benar-benar menghargainya dan tidak menanyakan apapun padanya? Tapi..makan siang? Ah, Halilintar baru sadar bahwa aksi kejar-kejaran mereka terjadi sangat lama hingga memasuki waktu makan siang.

Remaja bertopi merah itu menepis tangan si pria dengan pelan, menyebabkan pria itu berhenti dan menatapnya. "Aku harus pulang, Atok pasti akan khawatir padaku."

Si pria menatap tidak suka, hendak melarang namun kemudian malah tersenyum mengejek. "Meh, jadi kau mengakui kalau kau masih bocah yang perlu di khawatirkan?"

Ucapan itu jelas membuat Halilintar menggeram marah, "jangan pernah menganggapku bocah kalau kau tidak mau merasakan pukulanku!!"

Untuk pertama kalinya, tatapan intimidasi dari seorang Halilintar tidak mempan pada orang asing. Terbukti dengan tatapan meremehkan dari si pria. "Kalau kau memang bukan bocah, ikut makan siang bersamaku dan buktikan kalau kau bisa bertamu seperti orang dewasa di rumahku yang hanya orang asing ini!!"

why??? (END)Where stories live. Discover now