___ Tuan? ___

1.5K 187 31
                                    

"Setelah Voltra, sekarang Blaze dan Taufan, lalu kemudian Thorn. Setelah ini kau mau melukai siapa lagi, hm?"

"Karena dia terlalu bodoh untuk bisa mengatur emosinya!"

"Sebagai saudara memang tidak masalah untuk saling bertengkar, tapi apa wajar hingga kau menggunakan kuasa berbahayamu itu? Jangan hanya karena masalah sepele kau jadi mudah sekali hilang kendali, Halilintar!"

"Jadi kau memang sering menghajar adik-adikmu saat aku tidak ada, huh?"

"Aku bingung darimana sifat pemarahmu ini berasal, Hali. Bahkan aku dan ibumu tidak memiliki sifat seperti itu! Kau berbeda dari kami!"

"Apa memang kau merasa menjadi anakku?"

"Bahkan mungkin, kau yang mati jauh lebih baik daripada kau yang hidup seperti ini!"

Halilintar menutup matanya rapat, mengatur nafas yang memburu akibat ulahnya berlari.

Cukup jauh, dan ia tahu kini dirinya sama sekali tidak mengenali arah yang ia lalui.

Menghela nafas, diam-diam Halilintar merutuk dalam hati, saat pikirannya menghianati perintahnya.

Meski ia sudah berharap untuk melupakan apa yang baru saja terjadi, tapi ingatan itu selalu berputar di otaknya, membuat Halilintar sempat berharap bisa menghancurkan otaknya agar tidak selalu menampilkan kejadian yang membuatnya kesal.

Kesal?

Tentu. Halilintar tidak mau mengakui alasan kenapa rasa sesak di dadanya muncul, selain anggapan jika itu adalah rasa kesalnya untuk sang ayah.

Ya, hanya kesal. Ia hanya kesal, hingga rasanya bagian terdalam pada hatinya seakan hancur__tapi Halilintar justru berharap bagian itu juga ikut hilang bersama pikiran bodohnya.

Tapi... Sejak kapan rasa kesal akan membuat hati terasa sesak?

Namun tentu saja, Halilintar masih menyangkal, jika mata rubynya yang kini berembun adalah karena ucapan ayahnya, jika bibirnya yang kini bergetar adalah karena mengingat tatapan ayahnya, dan ia__hingga akhirpun__ tidak akan mau mengaku, jika kakinya yang berlari adalah untuk menghindari perasaan lain yang muncul di hatinya.

Jika saat ini ada orang yang bertanya ada apa dengannya, ia hanya akan bilang, jika dirinya sedang lelah. Lelah berolahraga pagi dengan lari marathone, hingga keringat membasahi matanya, dan membuat bibirnya bergetar.

Apa itu alasan yang masuk akal?

Tentu saja. Karena ia akan membuat alasan itu masuk akal untuk di dengar .

Bagaimanapun, ia, Halilintar. Dari dulu dia adalah orang yang kuat. Seseorang yang selalu mendapat julukan 'kepala batu' atau 'tembok es', karena terlalu sulitnya untuk menghancurkan dinding pembatas antara dirinya dengan interaksi.

Lupakan masa kecilnya yang jika orang lain mengingat Halilintar waktu dulu, pasti mereka akan menyamakan dirinya dengan Solar dan Taufan.

Tapi tentu saja, setelah kejadian dimana ibunya meninggal, Halilintar bertransformasi menjadi dirinya yang sekarang.

Si kepala batu.

why??? (END)Where stories live. Discover now