___ Pulang ___

2.2K 260 37
                                    

'DEMI APAPUN, AKU TIDAK MAU MATI KONYOL!!!!'

Halilintar berteriak dalam batinnya saat melihat puluhan misil beterbangan menuju satu arah, dirinya. Ya, dirinya akan mati mengenaskan seandainya ia tidak bergerak dengan gesit.

'Oy, diriku, kau tidak mau mencoba kekuatanmu? Kau bisa menghancurkan peluru-peluru itu kalau kau mau'

Suara personanya membuat Halilintar mendengus. Remaja itu melakukan salto kebelakang saat dua misil menyerangnya, lalu merunduk menghindari misil yang datang berikutnya.

'Tsk, dan membiarkan mereka tahu siapa aku, begitu? Jangan harap, ini hanya tes dan aku yakin manusia biasa pun pernah mengalami ini saat akan masuk sekolah sialan ini'

Tes?

Benar. Setelah Halilintar mengantar Petir dan Angin, ia langsung menuju sekolah barunya untuk melakukan tes masuk. Disana, kepala sekolah memberinya pilihan dalam menjalani tes.

"Baiklah, disini kami memiliki dua tes masuk sekolah. Bisa menggunakan tes tulis maupun tes ketahanan fisik. Kau bisa memilih jalur manapun yang kau mau, selagi kau mampu menjalaninya"

Itulah apa yang diucapkan kepala sekolah beberapa jam yang lalu. Saat menyadari dirinya tidak terlalu pintar dalam materi_meskipun kemampuan hitung-hitungannya tidak bisa diremehkan, Halilintar akhirnya memilih jalur ketahanan fisik_setidaknya ia cukup percaya diri sebagai mantan super hero, tanpa tahu jika kepala sekolah itu menyeringai puas dengan pilihannya.

Dan inilah akibat dari jalur tes yang ia pilih. Tes ketangkasan dengan menghindari puluhan misil yang di arahkan kepadanya.

Demi apapun, Halilintar yakin itu misil sungguhan. Dan_SEKOLAH MANA YANG MENGGUNAKAN SENJATA UNTUK TES?

'Yeah, hanya sekolah sialan milik orang sialan juga' batin Halilintar masih tetap menghindar.

Diam-diam, remaja itu menatap tajam pada kepala sekolah yang memperhatikannya dari luar arena. Ugh, Halilintar lupa mengatakan jika selain menyiksanya, kepala sekolah juga seakan ingin melihat wajah tersiksanya dengan menempatkan Halilintar di lapangan tertutup, lalu ia menonton di pinggir lapangan seperti orang yang sedang menonton bioskop.

"Apa ini tidak berlebihan, Pak kepala?"

Sosok seorang pria paruh baya yang berdiri disamping kepala sekolah, bertanya sembari menatap sosok remaja yang masih berkelit menghindari misil-misil yang dilontarkan senjata otomatis.

Sejujurnya, Pria itu benar-benar khawatir akan apa yang terjadi pada sekolahnya jika remaja itu terluka. Bagaimana kalau orang tua remaja itu menuntut tanggungjawab? Bagaimana kalau publik tahu sekolah ini menggunakan senjata?

"Dan lagi, ini adalah kali pertama sekolah kita menguji pelajar dengan cara seperti ini" pria paruh baya itu gusar, namun kepala sekolah hanya tersenyum.

"Apa itu masalah?"

Oh sungguh, andai sosok disampingnya bukan kepala sekolah, sudah dari tadi ia menghajar wajah menyebalkan sosok itu.

"Aku adalah kepala sekolah baru disini, jadi aku datang membawa peraturan baru".

Benar, ia adalah kepala sekolah yang baru menjabat selama dua hari, saat sebenarnya ia tidak menginginkan menjadi kepala sekolah. Namun dengan adanya satu masalah, ia terpaksa menerima permintaan kakaknya untuk menggantikan dirinya sebagai kepala sekolah.

Dan tentu saja, ia tidak mau tertekan dengan jabatan ini, hingga mungkin, mengerjai murid baru adalah pilihan yang bagus?

Hm.. bullying mode on.

why??? (END)Where stories live. Discover now