[33] DIA JUJUR

53 19 3
                                    

Tidak usah berpura-pura lagi. Aku lelah dengan semua kebohongan mu. Cinta memang tidak dapat ditebak, entah itu akhir yang bahagia atau malah sebaliknya.
.
.

HAPPY READING

SYAILA STORY’


“Syai, ikut gue ke kantin.”

Suara dingin itu kembali terdengar, aku menoleh kearah sumber suara, “Masih belajar bego,”

Egi menarik tangan ku, aku hanya mengikuti nya dari belakang dan meninggalkan suasana yang sudah hiruk pikuk karna berita kedekatan kami. Egi berhenti di koridor tadi, koridor antara kelas ku dan kelas Hana.

“Lo gausah bilang kalo kita deket.” Ucap nya dingin.

“Lah kenapa?” tanya ku keheranan.

“Gue gasuka aja lo digituin sama anak kelas.” Jawab Egi datar.

Aku merasa tidak puas dengan jawaban Egi. Apa ia malu mengakui hubungan ini?, “Lo malu ya punya hubungan sama gue?”

Satu detik, dua detik, Egi tidak menggubris pertanyaan ku. “Lo gasuka kalo anak kelas tau kita deket?”

Masih dengan wajah yang sama, tidak ada respon sama sekali.

“Kalo gitu, kenapa lo ngasi harapan ke gue?,” tanya ku kini dengan suara sedikit menahan isak tangis.

Masih saja dengan tatapan itu. Tatapan itu menjawab semua nya. Egi malu mengakui jika ia lebih dari teman dalam berhubungan dengan ku.

“Susah ya ngomong sama kul—“

“Lo ngomong lagi gue tembak mau?” ucap Egi menutup mulut ku.

Plop!, pipi ku dibuat blushing oleh Egi. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Setelah dibuat kesal, aku juga dibuat luluh oleh Egi.

“Gue gamau lo disakitin sama orang, gue takut lo kenapa-kenapa. Gue sayang sama lo. Walaupun secepat ini, tapi gue ga pernah main-main sama perasaan.”

Reflek aku memeluk Egi. Karna hari ini masih pagi, tidak ada yang melihat ke-uwuan kami. Aku memeluknya dengan erat. Cinta pertama ku, semoga berakhir dengan indah.

“Kenceng amet si,” ucap Egi setengah tertawa.

Aku tambah mengeratkan pelukan ku, “Suka-suka hati gue,”

Egi mencubit pipi ku, “Ini kenapa gada daging nya?”

Mendengar hal itu, aku langsung melepas pelukan tadi. “Gue jelek gitu hah?”

Egi memenyunkan bibir nya, “Cielah gitu aja ngambek. Sini sini mehh.”

“Dah lah, gue mau ke kelas.” Ucap ku dan langsung pergi meninggalkan Egi.

“Pemarah sih, tapi sayang.”


*****

“Gue pulang dulu ya,” ucap ku ketika di gerbang sekolah. Hari ini kami pulang lebih awal, karna guru rapat. Aku tidak sabar pulang kerumah dan bermain dengan Egi, namun Egi tidak melakukan hal yang membuang-buang waktu itu.

“Gue sama Hana mau ke pasar, lo ikut ga?” tanya Egi dengan lembut.

Aku berfikir sejenak, tidak mungkin mereka bermain disana, “Ngapain? Mau belanja?”

Hana tertawa mendengar perkataan ku, “Bukan ih Syai, kamu lucu.”

Egi juga tertawa, “Bener, kita mau nyari uang buat jajan ya kan?” tanya Egi kepada Hana.

Aku terkejut, “Emang untuk apa?”

“Sini Hana jelasin,” ucap Hana sok bijak.

“Ortu kami penghasilan nya tidak seberapa, ingin aja gitu bantu ortu buat ngerinanin beban mereka. Nanti uang nya ditabung, kalau sewaktu-waktu diperlukan.” Jelas Hana panjang lebar.

Aku ber-oh ria, “Gue ikut kalian dong!”

“Skuy, ganti baju dulu. Gue anterin, Hana bisa kan pulang sendiri?”

Hana tertawa, “Yakali Hana mau jadi nyamuk ih,”

Dan benar, pribadi Hana yang aku suka adalah yang polos dan juga senang membantu seperti ini. Tidak egois dan mementingkan kebahagiaan sahabat nya. Pantas, Egi nyaman dekat dengan nya.

“Sampai ketemu di pasar ya!,” teriak Hana berlari.

“Hana itu sebenernya baik,” ucap ku tiba-tiba.

“Dia memang baik, lo aja yang nethink sama dia,” jawab Egi cepat.

“Lo mau makan apa?” tanya ku kepada Egi.

Egi menggeleng pelan, “Gue ga makan siang, nanti aja pulang kerja baru makan.”

“Nanti lo lemes gimana? Gue juga yang repot.” Jawab ku sewot.

Egi mengenggam jemari ku, “Gue gak akan lemes. Gue udah biasa, dan sekarang energy gue tersalur hanya dengan melihat lo bahagia.”

Malaikat said:

Blushing lagi lo kan!, dosa Syaila inget.

Setan said:

Gas woi gas, dimana lagi dapet cogan kayak dia.


“Melamun lagi, hobby banget tuh melamun kayak nya.”

“Yok ke rumah gue, makan disana. Gabole nolak!.”

“Iya iya bawel.”


Sesampainya di rumah.

“Assalamu’alaikum bun, Dedek pulang.” Ucap ku sesampai nya di rumah.

“Masuk aja, makan dulu nak!” teriak Riana dari ruang makan.

“Egi yok!,”

Aku berjalan dan melihat betapa penuh nya makanan di meja makan.

“Wah bunda, ini kok banyak banget makanan nya?,” tanya ku keheranan.

“Bunda lagi ada rezeki, eh nak Egi mari makan.” Ucap Riana menjamu makanan yang tersedia kepada Egi.

Kami pun makan siang bersama hari itu, ditemani Joy dan Riana. Rasanya harmonis sekali. Egi juga terlihat sangat akrba dengan Joy, juga Riana, daritadi sibuk memindahkan lauk pecel lele ke piring Egi.

“Aduh tante, ini pecel nya enak banget deh.” Ucap Egi memuji makanan Riana.

Riana yang tersipu malu kembali menambahkan sambal ke piring Egi, “Ini resep keluarga Joy, tante cuman ikutin resep nya aja.”

Egi memang pintar dan memiliki otak yang cemerlang. Setiap apa yang dikatakan nya bisa berarti banyak untuk siapapun yang mendengar nya, termasuk Joy, ayah ku.

“Tante, ini kalo dibikin usaha bakalan laris” ucap Egi tiba-tiba.


*****



~To be continued

Syaila [Completed]Where stories live. Discover now