[29] ANTARA IBA DAN BENCI

65 20 2
                                    

Kau bilang, kau menyukai ku. Jika ku katakan aku menyukai Hujan, kau bisa apa Senja?.
.
.

HAPPY READING

SYAILA STORY’



Hana menunduk, tangan nya bergetar. Egi yang masih tidak mengerti tentang seseorang yang memiliki kepribadian ganda hanya bisa diam. Aku mendekati Hana dan kupeluk ia, disini aku hanya salahpaham. Aku memang membenci Hana dan hal itu sudah tidak berlaku sekarang. Aku membenci keperibadian Hana yang lain, bukan jati diri Hana yang sebenarnya.

“Nina..” suara Hana pelan, membuatku terkejut dengan perkataannya.

“Nina.. Dia datang 5 bulan yang lalu.”

*****




6 tahun yang lalu..


“ARGHH!! Ibu sakit” lirih Hana menahan sakitnya dari tamparan keras Rudi.

Malam itu adalah malam yang panjang. Dibawah derasnya hujan, diantara sunyi nya malam. Di rumah kecil ini, keutuhan keluarga sedang dipertaruhkan.

“STOP RUDI!, DIA ANAK KITA!” Teriak Melati keras. Membuat deru petir yang menggelegar semakin mengerikan.

“Kau bilang apa?!, Kau tau, Hana itu bukan anak kita!” teriak Rudi, ayah angkat Hana.

“Ijinkan saya merawatnya Rudi” ucap Melati, ibu angkat Hana.

Hana yang ketika itu berumur 9 tahun itu terkejut. Mengetahui bahwa ia bukan anak kandung dari ayah dan ibu yang telah merawatnya dari kecil, merasakan ada sesuatu yang patah. Hati nya patah.

“KAMU PILIH! HIDUP DENGAN KU ATAU TINGGAL DISINI DENGAN PUTRI KONYOL MU ITU!” Ucap Rudi di akhir perdebatan.

Melati memeluk Hana dengan erat, menandakan ia telah memilih putri yang bukan dari Rahim nya sendiri. Rudi hanya bisa tertawa sinis tidak percaya.

“Saya tidak menyangka kamu akan bertingkah sejauh ini Melati..”  ucap Rudi melangkah sayu meninggalkan anak dan istri yang sangat dicintai nya itu dalam suasana ketakutan.

Itulah saat-saat terakhir Hana melihat ayah angkatnya. Ia tidak pernah kembali lagi ke kampung ini. Hana hidup selama 15 tahun dengan teka-teki yang ia sendiri tidak tau jawaban nya.


*****


Kekerasan yang Hana alami dimasa kecil, semakin hari semakin menghantui langkah kaki nya. Ia merasa takut terhadap orang dewasa, terutama lelaki berwajah tambun, seperti ayah angkat nya.

Bertolak belakang dengan pribadi Hana yang kedua. Nina cenderung lebih pemberani dan berani mengungkapkan apa yang ia rasakan. Nina bisa dibilang pribadi lain dari Hana. Nina sangat unik. Entah bagaimana ia bisa jatuh hati kepada Egi. Dan akibat rasa suka yang terlalu berlebihan itu, membuat Nina kadang tidak bisa dikontrol oleh Hana. Ia bisa menjadi-menjadi jika ada cewek lain yang berada disamping Egi.


“Hana takut. Hana bingung. Hana khawatir Nina bersikap kejam dengan orang lain.” ringis Hana. Seluruh keluh kesahnya sudah ia keluarkan kepada aku dan Egi.

Mendengar kisah Hana yang sagat pilu mengiris hatiku. Aku merasa jahat telah bersikap kasar kepadanya, bahkan mengumpat kepada nya. Di sisi lain, hatiku masih tidak bisa menerima kedekatan Hana dan Egi.

“Han, masih ada aku,” ucap Egi lembut.

“Hana, lo harus pergi ke psikolog” ucap ku datar.

Hana tersenyum ketus, “Untuk makan aja susah, apalagi untuk ke psikolog.”

“Lo harus ngelakuin sesuatu biar Nina bisa keluar dari tubuh lo.”

“Syaila bener, kita harus bawa kamu ke psikolog.” Lanjut Egi menyetujui saranku.

“Nanti kita konsul ke guru BK” ucap ku, saat ini itu adalah solusi terbaik atas masalah ini.


*****

“Hana duluan” ucap Hana saat berpisah di lorong ini. Aku baru sadar, Hana adalah anak bilinguall. Walaupun sekolah ini standarnya belum memenuhi sekolah favorit di Pekanbaru, namun siswa-siswi yang berprestasi bisa dikatakan ada di sekolah ini.

Aku semakin mengangumi dan membenci Hana.

“Yuk, kita ke kelas. Udah telat nih” ucap Egi mengejutkan ku.

“Heh? Kelas gue dimana?”

Egi kembali menepuk jidatnya, ia mengambil tangan ku dan menyeret nya kesebuah ruangan sederhana bewarna hijau muda.

“Gue kelas IX.1?” Tanya ku kepada Egi tak percaya.

Egi mengangguk, “Ga nyangka, rapor dari sekolah lama lo bisa nembus kelas terpintar seangkatan.”

Aku tertawa kecil, “Gue gini-gini pintar ogeb. Tanvang aja yang ga memadai.”

Egi masuk terlebih dahulu, di dalam kelas seluruh siswa dan siswi melihat ku. Jumlah murid dikelas ini hanya sekitaran 17 orang. 17 orang ini bisa dikatakan campuran dari anak-anak berprestasi dari berbagai macam bidang. Namun gaya berpakaian mereka sama, hanya memakai sepatu hitam lusuh dan juga pakaian yang sudah kekecilan.

“Anjir suranjir, cakep banget anak baru nya,” ucap Memet, tukang heboh di IX.1.

“Gosah mimpi lo, gue neh yang paling cakep se SMP Al-Azhar.” Potong Rendi, ia adalah mostwanted se-SMP. Karna ke gantengannya, membuat adik kelas jatuh hati. Lebih tepatnya Playboy atau pakboi.

“Gada sopan santun ye kalian sama anak baru, disambut nya ga kayak gitu tolol!” Sergah Ucok, sang ketua kelas nan toxic.

Aku hanya tersenyum menyapa seisi kelas. Ada seorang gadis yang berlari ke arah ku, “Lo anak baru kan? Kenalin gue Suci.”

Gadis yang bernama Suci itu tampak seperti kutubuku. Kacamata tebalnya menjawab semua pertanyaanku, gadis ini mungkin anak olimpiade sains atau matematika.

“Gue Syaila,” jawab ku pendek. Aku mengikuti Suci karna Egi sudah duduk di tempat duduknya. Dan tempat duduk Suci adalah yang paling belakang, sesuai kesukaan ku.

Aku memperhatikan dengan seksama. Kursi plastik bewarna hijau, meja yang terbuat dari kayu dan sepertinya sudah lapuk dimakan usia. Juga kondisi kelas yang agak sedikit panas, karna kurangnya jendela dan tidak ada akses matahari untuk masuk ke ruangan ini. Jelas sekolah lamaku tidak ada apa-apanya dibanding SMP Al-Azhar.





“Lo cantik juga ya,” ucap Suci dengan takjub.



*****

~To be continued

Syaila [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang