[24] PENGAKUAN

58 19 3
                                    

Saat ku lihat dirimu dalam hangatnya senja sore ini, aku merasakan sesuatu yang teramat dalam. Sadarlah, aku sangat menyayangi mu:)
.
.

HAPPY READING
SYAILA STORY’





Frustasi? Bisa dikatakan frustasi tahap awal. Aku mengacak-acak rambut hitam ku. Aku sudah tak tau lagi harus mencari kemana. Seluruh penjuru kampung ini sudah ku telusuri, dari ujung ke ujung. Tetap saja aku tidak menemukan Syaila.

Aku melihat ada satu buah sampan tergeletak di tepian kampung seberang. Tidak diikat oleh pemilik nya. Hal itu mustahil, sampan itu bisa terbawa arus jika tidak diikat. Hal itu membuat feeling ku yakin bahwa orang yang memakai sampan itu adalah Syaila.

Aku meletakkan sampan itu dan mengikat nya erat di ujung kayu kecil yg sudah disiapkan oleh penduduk setempat. Aku berlari, dan memanggil nama nya. Sang pemilik nama tidak muncul. Pencarian ku dikagetkan oleh suara berat seseorang.

"Kamu mencari siapa Bujang?"

Aku menoleh ke arah lelaki tua itu.Itu Pak Kasim, aku mendekati nya, “Bapak melihat gadis berlarian di sekitar sini?”

Pak Kasim berjalan menuju salah satu warung kopi, “Duduklah nak”

“Saya harus bergegas pak!, saya takut ia kenapa-kenapa!”

Pak Kasim tersenyum, “Saya melihatnya ketika sedang duduk disini.”

“Gadis itu sepertinya tengah menangis. Ia berlari, namun saya tau pasti gadis itu bukan asli dari kampung ini.” ucap nya dengan lantang.

“Kemana ia pergi pak?”

“Kesana,” ucap Pak Kasim  sambil menunjuk ke arah bangunan tua.

“Bapak yakin? Disana tidak ada siapa-siapa” ucap ku penuh penekanan.

“Silahkan lihat, saya ingin minum dulu.”

Tanpa mengucapkan terimakasih aku langsung berlari menuju arah bangunan tua itu. Entah apa namanya gedung itu aku tidak peduli. Gedung itu sudah lama adanya, aku tau itu. Semenjak aku bermain dengan Hana 8 tahun yang lalu, gedung itu masih ramai. Hana bilang itu gedung khusus orang kaya. Dan sekarang, gedung itu sudah ditinggalkan dan hal itu membuat kesan mistis tersendiri.

"SYAILAAA!!" teriak ku keras. Namun tidak ada siapa-siapa di lokasi ini.

"LO DIMANA? SYAI!!, GUE MINTA MAAF!"

Dan pada saat itu juga aku melihat Syaila menaiki tangga, ia tampak sangat kacau. Rambut nya acak-acakan, bola mata yang sendu. Ya, mata itu. Mata sendu nya itu lah yang membuat ku tergila-gila dengan nya.

Aku lantas berlari secepat mungkin. Menyusul Syaila. Aku tidak ingin ia terluka karena ku.

"Aku akan membuat mu menyukai ku Syaila"






*****


"Aku udah ga tahan lagi" ucap ku ketika berada diatas roof top ini.

Aku fobia terhadap ketinggian. Menaiki tangga demi tangga agar bisa sampai ke atas sini membutuhkan satu kekuatan. Aku melawan rasa takutku. Aku pasrah, lelah rasanya jika harus hidup seperti ini.

"Aku ingin mati aja, aku udah ga kuat lagi!" Teriak ku sekencang-kencangnya.

Aku melihat kearah jam tangan pink ku. Pukul 17.30, hari sudah Maghrib. Aku memikirkan Riana dan Joy, kenapa mereka tidak mencari ku? Apakah aku hanya beban mereka? Lengkap sudah penderitaan ku.

"Kenapa Bunda ga nyariin Syaila?"

Aku mendesah pelan, "Ayah juga, kenapa semua nya ga khawatir aku ga pulang?"


Aku melangkah kan kaki ku ke ujung dinding beton ini, " Semoga mereka mampir ke kuburan aku hiks"

Dan saat semua nya sudah berakhir, saat nyawa ku sudah diambang kematian, seseorang itu datang kepada ku. Orang yang ku sukai semenjak aku datang ke kampung ini.



"SYAI! LO MASIH BERHAK UNTUK HIDUP!" teriak Egi dari ujung pintu.


Aku melihat nya dengan ekspresi datar. Deru nafas nya tidak teratur, ia mungkin berlari sekencang itu untuk sampai kesini. Namun, arah mata ku tertuju pada tangan kanan nya, ia memegangi siku kanan nya.


"SYAI, DENGERIN GUE. LO JANGAN MATI SYAI! GUE..." ucap Egi mematung.



Aku tersenyum, sudah kuduga, "Jangan bilang kalau Lo.."


"Gue suka sama lo"

*****

Aku berlari sekencang mungkin, tidak peduli seberapa lelah nya aku saat ini. Satu di fikiran ku hanyalah Syaila, gadis yang kusukai kemarin. Gadis yang merubah pribadi ku seketika, gadis itu.


"Arghhhh" ringis ku.


Aku terjatuh, tangan ku menimpa sebuah paku yg menancap tajam. Siku kanan ku berdarah. Baju biru ku sekarang berlumuran darah segar, aku menahan rasa sakit. Aku tak ingin semua nya terlambat.

Aku memegangi siku kanan ku. Aku tetap berlari. Dan saat rasa sakit ini semakin menyerang, aku sampai di lantai empat gedung tua ini. Aku membuka pintu dengan sedikit kesusahan, dan ku lihat Syaila sedang berdiri sendiri diatas dinding beton yang menjadi pembatas itu.


"SYAI! LO MASIH BERHAK UNTUK HIDUP!" teriak ku dari ujung pintu.

Namun, Syaila tidak merespon perkataan ku. Ia hanya diam saja melihat ku, dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi pada kami.

"SYAI, DENGERIN GUE. LO JANGAN MATI SYAI! GUE..." ucap ku mematung.

"Jangan bilang kalau Lo.."

Aku mengambil napas panjang, " Gue suka sama Lo"

Fix, hari ini aku menyatakan cinta ku. Walaupun secepat ini, aku tidak mau terlambat dan menyesali semua nya.

Syaila terdiam, aku langsung berlari menuju kearah nya, dan ku lihat disana ia menahan bendungan air mata nya. Aku tersenyum, Syaila sudah ada di dekapan ku.



"Gi, jangan tinggalin gue.." ucap Syaila ketika aku membopong badan mungil nya itu.



"Gue ga akan kemana-mana"




*****




~To be continued

Syaila [Completed]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum