[18] OH TERNYATA DIA

72 26 7
                                    

Yang tinggi saja tidak melangit. ini kenapa tanah sok menjadi langit? Tidak ada gunanya sombong, jika kamu tidak berhak memilikinya lagi, dalam sekejap mata semua itu akan menghilang dari mu tanpa pamit:)
.
.

HAPPY READING
SYAILA STORY'








"Ini bener rumah baru kita?"



Aku melihat sekeliling. Rumah dengan ukuran 4x2 meter itu. Jauh lebih kecil dari rumah lamaku. Aku juga melihat kearah rumah tetangga ku, sama hal nya dengan rumah ini. Daerah yang terpencil dari Kota Pekanbaru. Kami tinggal di sekitar Jembatan Rengat yang melintasi Sungai Siak.



"Ayah hanya bisa mengontrak rumah sekecil ini nak" jawab Joy pelan.



"Yaudah, yok kita masuk" ucap Riana mengalihkan perhatian ku.




Aku memasuki rumah baruku. Terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang kelurga dan dapur yang satu ruangan. Aku tidak melihat ada barang elektronik disini. Seisi rumah ini kosong, hanya terdapat karpet dan juga beberapa buah meja kecil.


"Kamar kamu yang ini" ucap Riana menunjuk sebuah kamar tidur dengan cat putih.


"Kalo ada apa-apa kamar bunda sama ayah disamping toilet di sebelah kiri" lanjut Riana mengarahkan ku.


"Syaila masuk dulu"


Aku memasuki kamar baruku. Terdapat satu buah ranjang kecil, dan juga sebuah lemari baju tua. aku menghempaskan badan ku ke kasur. Dan melihat sekeliling kamarku, jauh beda dari sebelumnya, dan tidak ada Air Conditioner alias AC disini.


"Gapapa lah, yang penting kasurnya empuk"


Aku bangun dan langsung membuka koperku. Aku akan beres-beres hari ini. Aku membuka koper ku dan menyusun semua pakaian ku kedalam lemari tua ini. Namun aku sadar, lemari ini dipenuhi oleh debu. Terpaksa aku harus membersihkan lemari ini terlebih dahulu, agar baju-baju ku nanti tidak kotor karena nya.



"Uhuk uhuk" batuk ku karna debu yang tebalnya minta ampun.


"Ini banyak banget ih debunya, udah berapa si umur rumah ini?" tanya ku keheranan, lalu ku lanjutkan pekerjaan baru ku.



Setelah ku cek, akhirnya lemari ini terlihat seperti baru. Aku meletakkan baju dan juga beberapa tas kecil dan tas sekolah. Namun ini tidak semua yang aku punya. Joy seperti nya memilih mana barang-barang yang tepat untuk ku bawa kesini.


Aku mengganti seprai kasurku dengan seprai baru bewarna pink. Juga kuhias sedikit kamar ku agar terkesan lebih hidup dan hangat. Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk jendela kamar ku.


"Siapa itu?" tanya ku agak sedikit berteriak.


Aku melihat keluar namun tidak ada siapa-siapa. Seketika parno ku terhadap hantu mulai kurasakan. Aku memutuskan keluar untuk mencari tau siapa yang mengetok jendela kamar ku tadi.


Aku berjalan menuju rumah tetangga baruku, di lingkungan ini, hanya ada beberapa rumah yang terbuat dari semen. Selebihnya ada yang dari kayu, bahkan ku lihat ada yang tinggal di rumah kardus.


Pandangan ku tertuju pada seorang laki-laki yang sepertinya sedang memarahi adik nya. Lelaki itu sepertinya seumuran dengan ku, dan aku terkejut karna adik yang ia marahi menunjuk kearah ku.


Lelaki itu mendatangi ku. Juga adik kecilnya yang berusia sekitaran 5 tahunan. Seketika aku teringat dengan mendiang adik ku, Aleena yang meninggal karena mengidap Leukimia.


"Kakak aku minta maaf" ucap nya pelan, lalu mengulurkan tangan nya kearah ku.

"Maafin adek gue, dia tadi yang ngintip-ngintip lo dari jendela" ucap lelaki itu.


"Oh gapapa sans aja kali" ucap ku basa-basi.

Lelaki itu tersenyum, lalu mengulurkan tangan nya kearah ku, "Alfaruq Friezgi, Egi aja panggil"


Aku menatap nya sangat lama, tak sadar aku malah termenung saat itu.

"Gamau kenalan nih?" ucap Egi.


"Eh, i-ya Syaila Diandra, Syaila aja" jawab ku kikuk.


"Kita tetanggan, kalo ada apa-apa jangan sungkan." Ucap Egi ramah.


Di dalam hati, aku memuji lelaki ini. Baik, ramah dan bonusnya dia gans, bisa dikatakan cogan kalo bahasa gaul nya. Salahnya ia orang miskin.


"Lo darimana? " tanya Egi kepadaku.


"Padang, gue pindah karna bokap bangkrut"


Egi terdiam, "Oh, gue ga maksud,"


"Gapapa, baguslah ada yang mau berteman sama gue, di sekolah gue Cuma punya satu teman aja, tapi sekarang kan udah ada lo"


Egi tertawa keras sambil memegangi perutnya, "Lo lucu juga ya, iyadeh lo jadi temen gue mulai hari ini."


Aku tersenyum kearah nya, rasanya bahagia sekali. Baru sekali ini aku merasakan nyaman berbincang dengan cowok.


"Lo kelas berapa Egi?" tanya ku.

"Kelas 9, tapi gue telat masuk SD, harusnya sekarang gue kelas 10" lirihnya.


"Oh gitu, manggilnya Egi aja apa gimana?" tanya ku diiringi tawa.


"Egi aja deh, eneg kalo dipanggil abang gitu" tawa Egi.



"Yhahaa, yakali mau dipanggil abang kan"




"Ahhh, kok gue yang baper si?" ucap Egi tiba-tiba.


Baper? Kenapa Egi baper terhadap perkataan ku tadi?


"Eh Egi, lo ba-"




"Udah ya, nanti mak gue marah lagi. Nanya nya besok aja ya disini" ucap Egi lalu pergi.




"Yah, padahal pengen nanya baper kenapa" bisik ku pelan.




"Kok gue ngeluh sih? Kami kan cuman teman dan kenalnya baru sekarang. Tapi Egi orang nya asik si, nyaman deh kalo nempel sama dia. Tapi eh tapi, kok gue gini ya? Jangan-jangan..?"





"AU AH GA MUNGKIN KALI" teriak ku.




"SYAILA!" teriak Riana keras, padahal jarak rumah dari tempat ku sekarang sedikit jauh. Power of emak-emak pasti.



"Iyaa bun, Syaila otw"

*****



~To be continued

Syaila [Completed]Where stories live. Discover now